"Ketika ragu itu datang. Apa yang harus aku lakukan? Terus melangkah ke depan atau mundur secara perlahan?"
Alwi membereskan buku-buku yang berserakan di mejanya. Setelah selesai memeriksa tugas mahasiswanya, Alwi kini bersiap untuk pulang. Ia pamit kepada dosen lain yang ditemuinya saat berpapasan di jalan.
Ini sudah hampir satu bulan dia mengajar. Rasanya baru kemarin ia lulus. Tapi sekarang, dia sudah menjadi seorang dosen dan mengajar Tafsir Al-quran.
Alwi melajukan mobilnya ke kantor tempat Rey bekerja. Karena kesibukan mereka berdua, mereka belum sempat berpapasan langsung dan hanya berkata lewat whatsapp saja.
Rey menoleh saat ada seseorang membuka pintunya.
"Alwi." Rey mendekat ke arah Alwi dan langsung merangkul tubuhnya. "Wah, akhirnya ane bisa ketemu orang Mesir juga." candanya.
Alwi mencubit pinggang Rey. "Orang bule yah?!" kekeh Alwi pada Rey-sepupunya.
Rey mempersilakan Alwi untuk duduk.
Alwi dan Rey banyak bercerita tentang kampus mereka yang berada di luar negeri. Mereka sangat bersyukur sekali karena bisa menempuh pendidikan di negeri orang secara gratis.
Rey juga bercerita pada Alwi tentang kehidupan asmaranya. Yakni akan menikahi tunangannya pada bulan depan.
"Siapa calonnya? Ente mah gak kasih tau sih, ngasih taunya pas udah mau nikah aje. Jangan-jangan kalo ane gak datang, ente mah gak bakal ngasih tau ya." canda Alwi.
Rey ikut terkekeh mendengar perkataan Alwi. Ia bangkit dari duduknya dan mendekat ke arah balkon.
"Ane seneng banget deh, Al. Karena bisa dapetin dia. Butuh waktu lama buat ane naklukin hatinya. Ane udah lama naruh hati sama dia, mungkin empat atau lima taunan." Rey terlihat mengingat-ingat kembali berapa lama ia menaruh hati pada Aisha hingga akhirnya Allah menjodohkannya dengan gadis yang paling dicintainya.
Rencana Allah sangat indah dan begitu sempurna. Bahkan Rey hampir putus asa saat ayahnya akan menjodohkannya dengan anak dari temannya. Tapi sebuah garis takdir mengubah segalanya. Anak dari teman Ayah Rey itu adalah Aisha–gadis yang paling dicintainya.
"Siapa sih calonnya? Bikin penasaran aja," gerutu Alwi. Ia juga ikut bangkit dari duduknya dan berdiri di samping Rey.
"Masa ente gak kenal sih?!" Rey menatap Alwi tajam, sementara Alwi mengernyitkan dahinya bingung. "Temen ente, Al."
Alwi semakin dibuat bingung oleh permainan kata yang dimainkan Rey padanya. Temannya? Tapi siapa?
Rey menatap intens Alwi. Ia menekankan kedua tangannya pada pundak Alwi. "Ica," sambung Rey.
"Apa?!" kata Alwi seolah tak percaya.
"Ica? Aisha Maharani Razak?"Alwi tersenyum lembut. "Iya, Al."
Deg!!!
Alwi menurunkan tangan Rey yang menekan pundaknya. "Apa itu benar? Ya Allah, apakah ini mimpi," batin Rey.
Tatapan Alwi nyalang ke depan.
"Ente kenapa, Al?" Rey mengalihkan pandangannya pada Alwi yang menatap kosong vas bunga di depannya.
"Ini bukan mimpi, kan? Ini nyata?" batin Rey. Ia masih mencoba mencerna perkataan tadi. Apakah itu benar? Apakah itu nyata? Lalu bagaimana dengan nasib perasaannya sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta (END)
SpiritualAisha yang diam-diam menyukai temannya sendiri--Alwi, harus rela memendam rasa cinta bertahun-tahun. Hingga pada suatu hari, ia dijodohkan oleh orangtuanya dengan Rey--kakak kelasnya ketika di Madrasah Aliyah. Apakah Aisha akan bertahan dengan pili...