HC 21

7.7K 379 3
                                    

"Terkadang, banyak hati tidak bersatu sebab dirumitkan dengan hal-hal yang sederhana. Satunya punya rasa, satunya lagi tidak peka. Satunya sabar menunggu, satunya malah meragu."

Aby A. Izzuddin

Alwi menaikki mobil putih miliknya yang melaju dengan kecepatan sedang. Hari ini ia memiliki janji dengan Pak Adi, dia adalah salah satu dosen di perguruan tinggi islam swasta yang ada di Bandung.

Pak Adi menawarkan pekerjaan untuk Alwi agar menggantikannya selama beberapa bulan karena ia memiliki pekerjaan penting di luar kota. Tak lama memang, mungkin Alwi hanya menggantikannya selama empat sampai lima bulan ke depan. Pak Adi menawarkan pekerjaan pada Alwi karena dia adalah salah satu murid yang cerdas di Aliyah dulu. Hal itu terbukti dengan beasiswa full yang ia dapatkan di Mesir.

Alwi awalnya dikenalkan oleh Pak Reza yang tak lain adalah guru Aliyahnya. Pak Reza adalah sepupunya Pak Adi, sehingga ia bisa dengan mudah mengenalkan Alwi dan memuji kecerdasannya.

Setibanya di cafe yang berada di salah satu pusat perbelanjaan, Alwi menangkap sesosok wanita yang tak asing lagi baginya.

Alwi terperangah. "Ica? Apa itu memang benar dia? Sedang apa dia di sini? Dengan siapa dia? Apa itu anaknya? Ah, mana mungkin. Tidak mungkin secepat itu, kan?" Kata Alwi dalam hati.

"Ya allah, apakah benar? Akankah berakhir seperti ini?"

Dengan ragu, Alwi melangkahkan kakinya untuk mendekatkan jaraknya dengan Aisha.

Aisha kini tengah sibuk memperhatikan Ali yang sedang bermain perosotan. Hari ini ia mengajak Ali untuk ikut bersamanya membeli sebuah buku yang berada di dalam pusat perbelanjaan ini karena ia tidak mau kalau harus pergi sendirian. Sebenarnya ia ingin di antar Syifa, tapi Ali malah melarangnya. Ia ingin agar Aisha ditemani olehnya.

Dan sekarang Aisha malah terjebak olehnya. Jika sudah bermain, Ali pasti akan lupa waktu. Mungkin memang itu lah sifat anak-anak.

Ali memberi kode dengan melambaikan tangannya. Ia bermaksud untuk mengajak Aisha agar ikut bermain dengannya. Tapi dengan halus Aisha menolak ajakannya. Mana mungkin ia bermain di perosotan sekecil itu?

"Assalamualaikum." suara berat seorang laki-laki dari belakangnya yang tak asing lagi bagi Aisha mengucapkan salam padanya.

Aisha berbalik menatapnya. Ia menatap lekat laki-laki itu melalui manik matanya, di mulai dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Namun ia segera menundukan pandangannya.

"Waalaikumussalam." Aisha masih tak memandangnya. Ia tahu kalau orang yang dihadapannya itu Alwi. Ia tak berani memandangnya. Ia sungguh tak berani. Karena itu adalah pandangan yang sama, seperti empat tahun yang lalu.

Bukan maksudnya untuk tak sopan dan tak beretika, ia hanya tidak mau ... Ah, tatapan mata itulah yang selalu ia rindukan selama ini. Ia tidak mau berbuat dosa. Tapi? Kenapa ia harus takut akan tatapan matanya? Sekarang ia sudah tak memiliki perasaan apa-apa lagi pada Alwi.

"Ica?" katanya.

Aisha akhirnya mengangkat kepalanya. "Eh, hai. Al, udah lama ya gak ketemu. Gimana kabarnya? Gimana di sana? Mmm ... Di Mesir maksudku," kata Aisha yang seolah sangat susah untuk merangkai setiap kata menjadi sebuah kalimat.

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang