"Allah mengajari kita lewat situasi atau orang-orang yang menimbulkan ketidaknyamanan agar kita sampai pada titik terpaksa. Terpaksa harus sabar, terpaksa harus ikhlas, terpaksa tak boleh sombong, terpaksa jadi bersyukur. Setelah terpaksa akhirnya jadi habits atau terbiasa. Terbiasa sabar, terbiasa ikhlas, terbiasa tawadhu, terbiasa bersyukur"
Quotes Muslimah
Vote dulu sebelum baca!!
Rintik hujan turun membasuh kota. Malam yang pekat, membuat buliran air hujan itu tak terlihat. Embusan udara dingin dini hari terasa begitu menusuk ke dalam tulang rusuk.
Tepat sebelum adzan subuh berkumandang, mereka tiba di Bandara. Suasana di Bandara dipenuhi kerumunan banyak orang, terutama di bagian pusat informasi tentang kecelakaan pesawat tersebut.
Isak tangis keluar dari setiap sudut bibir kerumunan orang yang ada di sana. Tak ada lagi harapan. Tak ada lagi senyuman. Semuanya lenyap, hilang, tak tersisa.
Dikabarkan kecelakaan itu terjadi karena cuaca buruk. Pesawat tiba-tiba oleng dan menghantam tebing di pesisir sebelum akhirnya jatuh ke laut.
Aisha yang sedari tadi menyimak penjelasan petugas informasi tersebut hanya bisa menatap nanar wajah petugas itu sembari terus mengucap nama suaminya.
"Mas Rey..."
"Mas Rey..."
Aisha terduduk lemas di atas lantai. Umi langsung mensejajarkan tingginya dan merangkul putrinya yang masih menangis itu. Pundaknya bergetar hebat, tak terhitung lagi jumlah air mata yang dikeluarkannya.
"Sabar sayang," ucap Umi.
"Tapi, Mas Rey-"
"Tenang sayang, serahkan semuanya pada Allah. Kita lihat dulu apakah Rey ada dalam daftar korban kecelakaan itu. Kita harus memasktikannya dengan baik sayang," sambung Umi sembari terus mendekap putri kesayangannya itu.
"Benar Nak. Kalo begitu biar Mama yang tanyakan ya," kata Ibu Rey.
Aisha mengangguk lemah. Umi melepaskan pelukannya ketika kondisi Aisha sudah sedikit membaik. Dia juga membantu Aisha untuk berdiri dan menyuruhnya untuk duduk.
Ibu mertua Aisha duduk di samping kanan menantunya yang kini masih duduk dalam diam setelah menanyakan perihal jumlah korban jiwa dalam kecelakaan tersebut. Mimik wajahnya menjadi bingung, tak tau harus berkata apa?
"Apa katanya Bu?" tanya Umi.
Ibu Rey menggeleng kaku, "Rey tidak naik pesawat itu."
Aisha yang sedari tadi hanya diam saja kini menoleh ke arah mertuanya. Sorot matanya menanyakan bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi. Padahal jelas-jelas kalau suaminya itu memesan tiket untuk ke Kalimantan.
"Mama tidak tahu Nak kenapa hal itu bisa terjadi. Jika Rey tidak pergi ke sana, lalu sekarang dia ada di mana? Di mana putraku?" kata Ibu Rey. Tangisnya kembali pecah. Ia masih tetap saja khawatir dengan keadaan putranya itu. Di mana dan bagaimana keadannya, dia sama sekali tidak mengetahuinya.
Adzan subuh berkumandang. Aisha beranjak dari duduknya dan berniat mencari mushola terdekat.
"Kita solat dulu Ma. Kita masih memiliki harapan, dan sebaiknya kita meminta pada yang memberikan peluang harapan tersebut Ma."
Ibu Rey tersenyum mendengar penuturan menantunya. Aisha, Umi, dan mertuanya mengikuti langkah abi serta ayah mertuanya untuk menunaikan shalat subuh berjamaah.
Setelah selesai melaksanakan shalat, di atas hamparan sajadah mereka berdoa untuk kebaikan Rey. Entah di mana pun saat ini berada, mereka tetap memohon yang terbaik untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta (END)
SpiritualAisha yang diam-diam menyukai temannya sendiri--Alwi, harus rela memendam rasa cinta bertahun-tahun. Hingga pada suatu hari, ia dijodohkan oleh orangtuanya dengan Rey--kakak kelasnya ketika di Madrasah Aliyah. Apakah Aisha akan bertahan dengan pili...