HC 5

13.3K 886 2
                                    

“Kewajiban tetaplah kewajiban, harus dikerjakan walaupun dalam keadaan apapun.”

Hijrah Cinta

Umi langsung berlari dengan tergopoh-gopoh setelah Aisha menyusulnya dan memberitahukan kalau Abi sudah sadarkan diri.

Ini adalah kabar yang sangat membahagiakan yang sedari tadi dinanti Aisha dan Umi. Tak henti-hentinya Umi terus mengucap Syukur kepada Sang Khalik yang telah memberikannya kehidupan baru.

Umi membuka pintu IGD yang memunculkan sosok ayah serta suaminya yang sudah sadarkan diri, tak hentinya air mata kebahagiaan keluar dari mata Umi dan Aisha.

"Abi ... Abi gimana keadaannya? Umi khawatir banget sama Abi?" air mata Umi terus mengalir tiada henti bagaikan sungai Nil yang tak pernah kering, dipeluknya sosok yang sangat ia cintai itu.

"Al-ham-du-" jawab Abi yang masih terbata-bata, ia memang masih belum sepenuhnya kuat untuk berbicara.

"Maaf Bu, tolong jangan diajak bicara. Biarkan pasien mengumpulkan tenaganya dulu, hal ini bertujuan agar tidak terjadi sesuatu lagi padanya. Karena tidak baik jika dalam keadaan seperti ini terus diajak bicara, Bu," kata dokter yang menangani Abi, mimik wajahnya memperlihatkan ketegasan seorang dokter yang rela melakukan apa saja demi kesembuhan pasiennya.

"Baik, dokter," jawab Umi mengalah.

Dokter memeriksa kembali keadaan Abi, ia mengecek nadi serta detakan jantungnya. Menurutnya, keadaan Abi sudah mulai membaik meskipun masih dalam pengawasan dokter.

"Dok apa suami saya bisa di pindahkan ke ruang perawatan biasa?"

"Kita lihat saja besok bagaimana keadaanya. Kalau dia sudah membaik spenuhnya, kita bisa memindahkannya ke ruangan biasa. Dan untuk malam ini, dia memang harus tetap berada di sini. Untuk sekarang tolong izinkan pasien beristirahat, kalian boleh menunggunya di luar."

"Tapi kenapa tidak bisa, dok? Tadi kan tidak apa-apa?" Aisha balik bertanya karena tak ingin menunggu Abi di luar ruangan IGD.

"Iya dok, tolong izinkan kami menunggunya di dalam saja. Kami tidak ingin terjadi sesuatu lagi padanya. Saya mohon dokter." Umi menampakan wajah memelasnya, berharap dokter mau menerima permintaanya.

Dokter akhirnya mengangguk, memberi izin.

Sebelum keluar dari ruangan, dokter menyuntikan obat bius agar Abi dapat beristirahat kembali karena kadaannya belum sembuh total. Hal ini bertujuan agar Abi mendapatkan istirahat yang cukup untuk membantu proses penyembuhannya.

Setelah menyelesaikan tugasnya, dokter pun pamit untuk menyelesaikan tugas lainnya.

Alwi melirik jam tangan hitam miliknya yang menunjukan pukul sepuluh malam. Ia harus segera pulang ke rumahnya.

"Ca, Umi. Maaf saya harus pergi, saya tidak bisa berlama-lama lagi di sini. Ini sudah cukup larut dan saya khawatir Ibu saya di rumah pasti sangat cemas karena saya belum pulang."

"Iya tidak apa-apa Nak Alwi, Umi maklumin, kok. Salam yah buat Ibu kamu di rumah."

"Iya, Umi. Kalo begitu saya pamit, ssalamu'alaikum." Alwi mengatupkan kedua tangaannya pada Umi dan Aisha.

"Wa'alaikumsalam." mereka berdua kompak menjawab.

***

Hawa malam yang sunyi di rumah sakit semakin terasa keberadaannya. Bunyi dentingan jarum jam yang terus berdetik semakin terasa di telinga Aisha. Ia melihat sesosok bayangan hitam yang melewati koridor rumah sakit. Bayangan itu terasa semakin jelas karena adanya pantulan sinar rembulan yang sedang memamerkan pesonanya.

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang