"Begitu banyak nikmat yang telah Allah berikan. Lalu kita sebagai hamba-Nya apakah sudah bersyukur?"
Hijrah Cinta
"Umi, Abi, Ica. Saif pamit pulang yah, soalnya udah lama banget Saif ngambil cutinya," jelas Saif yang merasa tak tega untuk pergi. Tapi ia harus bagaimana lagi? Pekerjaan proyek pantainya di Bali harus segera ia rampungkan.
"Yah, Kak Saif mah gitu, masa di sininya cuma sepuluh hari. Padahal kan Ica masih kangen sama kalian." rengek Aisha, ia mengerucutkan bibirnya kesal.
"Tapi kan, Ca, pekerjaan Kakak di sana gak boleh ditunda-tunda. Kalau proyeknya udah selesai, In syaa Allah Kakak bakal tinggal di sini, Ca." Saif menepuk pelan ubun-ubun kepala Aisha yang ditutupi dengan khimar berwarna hijau tosca.
"Bener, Kak?" raut wajah Aisha mulai berubah. Ia terlihat sangat bahagia atas ucapan Saif barusan.
Saif mengangguk. "Iya, In syaa Allah, Ca." Saif memeluk mereka bergantian, melepas segala kerinduan yang tak tertahankan.
"Nak, kita boleh ikut gak nganterin kalian sampai ke bandara?" tanya Abi.
"Ica boleh ikut juga kan, Kak? Please!" Aisha menggunakan jurus ampuhnya, yakni memasang raut muka memelas yang tak bisa Saif, Abi ataupun Umi tolak.
"Iya boleh, Ca," kata Kak Syifa yang tengah menidurkan Ali dipelukannya.
"Asiikkkk!! Ya udah Ica ambilin kunci mobilnya dulu ya!" Aisha memasuki rumahnya kembali dengan wajah sumringah. Kemudian mengambil kunci mobil yang tergelatak di atas meja di dekat ruang keluarga.
"Ini Kak kuncinya!" Aisha memberikan kunci mobil itu pada Kak Saif.
***
Senja mulai menyapa saat mereka tiba di bandara. Meskipun begitu, tapi tetap saja tempat ini masih dipenuhi oleh banyak orang. Banyak yang datang dan pergi dari tempat ini.
"Hati-hati ya kalian, semoga sampai ke tujuan dengan selamat," kata Umi yang berada di pintu masuk bandara.
"Aamiin," semua menjawab serempak.
Aisha mencium kening Ali yang masih saja tertidur pulas. "Daaah Ali ku tercinta, Bibi pasti bakalan kangen banget sama kamu."
"Assalamu'alaikum," Saif dan Syifa memberi salam secara bergantian dan pergi meninggalkan mereka.
Umi, Abi dan Aisha menjawab salam mereka. Perlahan tapi pasti, bayangan Saif, Ali dan Syifa sudah menghilang dari pandangan mereka. Yang ada hanyalah orang-orang berlalu lalang yang sibuk dengan urusannya masing-masing.
"Abi, ayo kita pergi! Udah hampir maghrib," kata Umi yang melihat jam tangan Aisha sudah menunjukan pukul setengah enam sore.
"Iya, Umi" Abi kemudian masuk ke mobil yang disusul pula dengan Umi dan Ica. Dan mobil pun mulai melaju menjauh dari keramaian hiruk pikuk bandara.
Saat di sepertiga jalan, adzan maghrib sudah berkumandang, memanggil seluruh umat islam untuk menghentikan segala aktifitasnya dan saatnya menghadap Sang Pencipta.
"Abi kita shalat maghribnya di sini aja," kata Umi mencoba menghentikan Abi yang masih menyetir.
Mereka berhenti di sebuah mesjid yang bercorak modern. Akan tetapi masjid itu masih tetap menjaga ciri khas dari bangunan masjid seperti pada umumnya. Setelah selesai melaksanakan shalat maghrib, mereka melanjutkan kembali perjalanannya yang sempat terhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta (END)
SpiritualAisha yang diam-diam menyukai temannya sendiri--Alwi, harus rela memendam rasa cinta bertahun-tahun. Hingga pada suatu hari, ia dijodohkan oleh orangtuanya dengan Rey--kakak kelasnya ketika di Madrasah Aliyah. Apakah Aisha akan bertahan dengan pili...