Past

233 22 4
                                    

"Sudah sore, saya antar kamu pulang." Shakeel menatap Deev yang masih memandang lurus ke depan. Sesekali rambutnya berayun tertiup angin. Kadang hingga menutupi wajahnya.

"Ha?" ujar Deev seperti kelihatan bodoh. Ia belum memahami apa yang dikatakan laki-laki di sebelahnya.

"Saya antar kamu pulang." Shakeel mengulangi perkataannya seraya bangkit berdiri.

"Nggak ngerepotin nih?"

"Saya kan yang bawa kamu ke sini, jadi saya juga dong yang harus tanggung jawab." Laki-laki itu tersenyum sambil menyerahkan helm yang ada di tangan kanannya. Entah, akhir-akhir ini ia banyak tersenyum. Deev lega melihatnya.

Deev segera naik ke jok motor sambil mengancingkan helm-nya. Motor itu melaju meninggalkan surya yang perlahan menghilang. Sesekali Deev tersenyum. She looks like a fool because she just smile a lot without a reason. Semua terlalu rumit untuk dijelaskan. Rasa bahagia melihatnya tersenyum, tertawa hanya karena bercakap dengannya, jantung yang berdebar melebihi tempo ketika duduk di sebelahnya, apakah ini sudah cukup dijadikan alasan bahwa Deev mulai nyaman berada dalam ruang lingkup Shakeel?

Motor itu berhenti di depan gerbang rumah Deev. Gadis itu turun dari motor dengan hati-hati. Sorot matanya jelas memperlihatkan bahwa ia sedang bahagia kali ini.

"Makasih ya Keel, untuk senja yang luar biasa."

"Sama-sama. Maaf saya nggak izin dulu mau bawa kamu ke sana," balas Shakeel sambil terkekeh.

"Santai aja kali. Ya udah, aku masuk duluan ya. Hati-hati di jalan." Deev tersenyum lalu berbalik hendak melangkah masuk sebelum panggilan dari Shakeel menghentikannya.

"Deev."

"Iya?"

"Helm nya mau dibawa kamu, apa saya yang bawa?" Shakeel tertawa mengejek sambil menyalakan mesin motornya. Deev tersenyum malu sambil melepas helm di kepalanya. Ia menyerahkannya kepada si pemilik tanpa sepatah kata dan masuk ke dalam rumah secepat mungkin. Shakeel hanya tertawa pelan sambil menggelengkan kepala. Ia kemudian berbalik arah dan menghilang di belokan gang.

Deev masuk ke rumah dengan senyum yang tak hilang sedikit pun. Rona merah di pipinya semakin kentara. Diam-diam Mbak Pipit memperhatikan dari jendela sejak tadi. Ia menatap Deev sambil memegangi pipinya.

"Ciee, siapa tuh yang nganter?" godanya sambil menengok ke jendela kembali.

"Cuma teman, Mbak. Udah ya Deev mau mandi." Deev menjawabnya dengan cepat lalu melangkah ke kamarnya gesit. Ia tidak tahu mengapa pipinya merona merah. Ia tidak tahu mengapa jantungnya bedegup melebihi tempo. Ia takut untuk mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa hatinya telah jatuh ke orang yang tak pernah ia duga.

Selepas mandi, Deev duduk di kursi belajar dan membuka laptopnya. Ia tidak tahu alasan apa yang mengantarkannya menuju blog milik Shakeel hari ini. Dengan cermat ia membaca setiap postingan yang ada. Sesekali ia tersenyum, sesekali matanya menatap layar laptop sendu. Blog ini seakan menjadi buku harian laki-laki itu. Ia nampak berbeda dari Shakeel biasanya di sini. Bukan Shakeel yang dingin atau terkesan menutup diri. Tulisan-tulisannya banyak yang sarat akan makna kepedihan, kesedihan, dan kehilangan. Meski ada juga yang berupa life inspirations. Satu tulisan yang diunggah satu tahun yang lalu menarik perhatian Deev.

Pada akhirnya, kita adalah sepasang orang asing yang saling meluka dan terluka dengan caranya masing-masing. Aku terluka karena tak mampu membuatmu bahagia, kamu meluka dengan meninggalkanku dalam duka.

Pada akhirnya, kamu adalah seribu satu kisah menyenangkan yang hanya menjadi bagian dari dongeng dan bualan hari yang lalu. Mengajakku tertawa, lalu pergi begitu saja ketika tawaku tak lagi membuatmu bahagia.

Uncountable MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang