Pertama Kali

713 45 2
                                    

Tepat waktu. Jarum jam di lobi menunjukkan pukul enam pagi. Gadis dengan rambut yang dibiarkan tergerai itu bergegas menuju ke ruang klub mading yang ada di sudut koridor. Menyalakan laptop, mengaktifkan WiFi dan mencari artikel yang cocok ditempel di mading minggu ini. Tema mading minggu ini adalah tentang peran remaja dalam pembangunan bangsa. Deev mencari beberapa artikel, dan membacanya dengan saksama.

Derap langkah kaki dan suara pintu yang berdecit memecah fokus Deev. Ia segera tersenyum dan melambaikan tangan kepada seseorang yang baru memasuki ruangan.

"Tumben pagi-pagi udah kesini?" Deev tersenyum ke arah laki-laki dengan sweater biru tua.

"Aturannya itu, kalau gue datang, disapa dulu tahu," gerutu Raga sambil berjalan mendekat.

"Aturan dari mana? Ada-ada aja lo. Mendingan lo bantuin gue deh, Ga" balas Deev sambil bergeser memberikan tempat kosong untuk duduk.

Teuku Raga Halim. Koordinator divisi desain grafis dan percetakan di klub mading. Salah satu orang terdekat Deev. Laki-laki dengan perawakan ideal dengan rambut hitam legam dan bentuk rahang yang bagus. Suka menggambar mural dan tergabung juga dalam klub karate. Punya sahabat kaya Raga memang susah. Deev selalu dijadikan sasaran cewek-cewek centil untuk mengorek informasi soal Raga. Tak jarang, banyak orang yang bersahabat dengannya hanya karena ingin lebih dekat dengan Raga. Sayangnya, Raga itu tidak mudah membuka hatinya, entahlah dari dulu Deev belum pernah melihat Raga dekat dengan seorang perempuan dalam tanda kutip "kisah cinta remaja".

"Enak aja, tugas gue kan bukan di bagian ini. Salah sendiri jadi ketua klub," balas Raga sambil menjulurkan lidahnya mengejek.

"Kalau nggak mau dan nggak bisa bantu, ya udah, ngapain lo kesini? Mending keluar aja deh, bikin fokus gue pecah aja tau nggak."

"Uluh..uluh.. gitu aja ngambek," Raga menarik kedua pipi Deev sambil terkekeh.

"Sahabat macam apaan sih lo Ga? Sakit tau!" Deev mengusap pipinya yang terasa sedikit nyeri.

"Hehe, iya deh sini gue bantuin. Kurang apa sih gue, ganteng udah, suka bantuin sahabat gue lagi."

"Jadi orang itu jangan terlalu percaya diri, segala yang berlebihan itu nggak baik tahu nggak."

"Iya deh, Adeeva Kaaria yang bijak," Raga mengalah sambil melihat beberapa gambar untuk mading yang sudah dicetak.

***


Warung Mbok Yum menjadi markas lima sekawan seperti hari-hari biasanya. Mereka suka menghabiskan waktu sebelum bel masuk berbunyi disini. Saling berbagi cerita, bercanda, dan tertawa terbahak-bahak. Meskipun tidak dengan Shakeel. Sesekali ia hanya tersenyum dan terkekeh pelan. Mbok Yum sudah terbiasa dengan pemandangan lima anak muda di warungnya ini. Bahkan mereka dekat dengan Mbok Yum dan sering mengajaknya bercanda.

"Eh, Lan, menurut kabar-kabari yang ada nih ya, lo putus ya sama Yasmin?" Ghani melahap kerupuk di nasi uduknya sambil bertanya penuh selidik.

"Sialan lo, Ghan. Pake ngingetin gue lagi," balas Milan sambil terkekeh.

"Wih, beneran putus nih si oncom," sahut Sam masih sibuk dengan game di tablet-nya.

"Makanya, jadi orang itu nggak usah suka tebar pesona, kaya Shakeel dong, jaim di depan cewek," timpal Dirman sambil melirik ke arah Shakeel.

"Dia mah bukan lagi jaim, tapi udah nggak peduli. Atau jangan-jangan lo suka sama cowok ya Keel ya?" timpal Ghani yang berujung timpukan sendok dari Shakeel.

"Mulutnya suka nggak dijaga kalau ngomong," gerutu Shakeel yang membuat teman-temannya tertawa.

"Cukup, wahai brotah-brotah ku tercinta, gue punya lagu bagus nih buat Mas Milan yang lagi patah hati. Ghani siap goyang?" teriak Dirman sambil berdiri dengan bangga.

Uncountable MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang