Pesan Pertama

163 21 3
                                    

Selepas mengantar Deev pulang, Shakeel bergegas menuju rumahnya. Sepanjang perjalanan, ia tak tahu kenapa bibirnya selalu tersenyum simpul. Rasa itu kembali. Rasa yang terakhir kali singgah setahun yang lalu. Apa Shakeel memang sudah menemukan penyembuhnya?

Shakeel masuk ke dalam, mengucapkan salam, dan melihat Mbak Sarti yang sedang mengepel lantai. Wanita berusia tiga puluh tahun itu mengenakan kaos longgar berwarna merah dan celana hitam selutut. Serbet garis-garis mengalungi bahunya bersamaan dengan keringat yang mulai turun dari pelipis. Mbak Sarti tidak seperti biasanya, wajahnya terlihat lelah saat ini.

"Mbak Sarti sakit ya?" tanya Shakeel sambil melepas sepatu kets merahnya.

"Cuma agak pusing aja, Mas. Biasa, nanti juga sembuh sendiri."

"Mbak Sarti istirahat aja di kamar, nggak apa-apa."

"Iya, Mas. Itu Mbak udah masak opor ayam kesukaan Mas Shakeel."

"Mama di mana, Mbak?"

"Di kamar Mas, tadi mau nidurin Zareen."

"Mama nggak ngayal lagi kan hari ini?"

"Enggak. Sejauh ini Ibu baik-baik aja."

"Syukur deh, ya udah Mbak Sarti istirahat gih, ditinggal aja ngepelnya."

"Iya, Mas. Makasih."

Shakeel tersenyum dan segera menuju kamar tidurnya. Tas abu-abu kepunyaannya diletakkan di kursi kayu berwarna putih, ia melemparkan tubuhnya ke kasur. Matanya menatap langit-langit kamar dengan sudut bibir yang terangkat. Ia tidak pernah mengira bahwa semua bisa menjadi sebahagia ini. Ia bahkan sampai lupa kalau Mbak Sarti sudah menyiapkan opor ayam kesukaannya di meja makan sana. Isi kepala Shakeel rasanya penuh dengan senyum lebar milik Deev.

Apa ini salah satu dari sekian banyak rencana Semesta? Pertemuan tak terduga ketika hujan turun di makam ayahnya sore itu masih terlukis dengan jelas di kepalanya. Waktu itu Deev memergokinya menangis di makam ayahnya seiring dengan rintik hujan yang jatuh. Perempuan yang tiba-tiba datang dengan payung warna pastel miliknya. Ia masih ingat kalimat pertama yang Deev ucapkan kala itu. Nggak apa-apa kalau mau nangis, nggak dosa kok kalau cowok nangis. Lalu, ia pergi begitu saja menerobos hujan, mengabaikan teriakan perempuan itu yang menyuruhnya berteduh. Kadang hidup selucu ini ya? Kebetulan-kebetulan kecil yang mungkin dulu tidak ada artinya sama sekali, bisa menjadi suatu hal penting yang akan selalu teringat.


Shakeel akhirnya tahu, ia menjadi terbiasa memiliki Deev di sisinya.

***

Hari ini rumah Bunda menjadi sangat ramai. Lail berulang tahun hari ini. Seperti biasanya, ketika ada salah satu anak panti yang berulang tahun, seluruh anak panti akan duduk melingkar di ruang tengah dengan rapi. Tumpeng nasi kuning berada di tengah-tengah lingkaran dengan lauk yang mengitarinya. Memang hanya perayaan sederhana, tetapi kebersamaan yang ada membuat momen ini menjadi momen yang luar biasa bagi mereka.

Deev duduk di paling tepi sembari mengabadikan momen itu dengan kamera digital miliknya. Mbak Pipit dan Bunda sedang sibuk membagikan potongan tumpeng ke setiap piring. Tawa menggema memenuhi ruangan berukuran empat kali tiga meter itu.

Deev mengambil ponsel di saku celananya yang bergetar dengan tangan kirinya. Satu tangan yang lain masih sibuk memegang kamera. Ia menggeser layar ajaib itu, lalu tiba-tiba nafasnya seakan tertahan melihat nama yang muncul di sana. Shakeel. Beberapa hari yang lalu, di bakery tempat mereka makan blueberry muffin, mereka memang sempat bertukar nomor handphone. Kamu tahu betapa bahagianya Deev hari itu? Rasanya lebih bahagia dibanding menghabiskan sepuluh permen gulalinya sendirian. Perbincangan di antara dua remaja yang masih mengenakan seragam sekolah, blueberry muffin yang manis, serta rona oranye senja yang seolah mengingatkan bahwa mereka harus pulang karena waktu menjelang malam.

Deev?

Satu kata itu muncul ketika Deev membuka kolom obrolannya. Apakah terlalu berlebihan jika senyum Deev terukir hanya karena satu kata yang ia baca? Tapi ia tidak bisa menahan senyum itu. Jarinya baru akan mengetikkan balasan hingga pesan kedua kembali muncul.

Bisa ketemu?

Sekarang bukan senyumnya yang terukir, tapi malah jantungnya yang ingin melompat. Apa cinta bisa membuat seseorang menjadi selebay ini? Jawabannya, ya.

Apa?

Bodoh! Di antara milyaran kata yang bisa ditulis, kenapa Deev malah mengetikkan kata itu? Sama sekali tidak menjawab pertanyaan, Deev.

Naturia Bookstore, 2 p.m.

Naturia Bookstore, 2 p.m. Kalimat itu terus berputar di kepala Deev hingga perayaan ulang tahun Lail selesai. Tak ada balasan yang ia berikan, karena rasanya ia ingin berteriak sekencang mungkin sekarang.


NB : mungkin ini nggak sepanjang biasanya, aku soalnya lagi penilaian akhir semester, hehe.

Uncountable MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang