19-Our Last Part

2.9K 102 2
                                    

Meskipun 'mimpi buruk' telah berlalu beberapa hari yang lalu, namun bekas itu masih ada di ingatannya dengan jelas. Mereka berdua sama-sama seperti dua sosok yang berakting untuk tidak saling mengenal satu sama lain. Kenyataan yang membuat mereka harus menjauh satu sama lain walau hati meronta untuk menjauh. Terutama Kylie. Cewek itu sama sekali tidak bisa untuk berhenti memikirkan Bio. Di samping itu juga, efek yang di berikan laki-laki tersebut terlalu kuat untuk menyakiti hatinya sampai sebegininya.

Kylie terkejut karena pipinya disengat benda dingin tiba-tiba. Dave tertawa kecil sambil memberikan air mineral untuknya baru kemudian duduk disamping Kylie.

"Ngelamun terus, Kay." Tegur Dave halus, memperhatikan wajah berambut sebahu itu—Kylie baru saja potong rambut sejak patah hati—tamat-tamat. Bawah matanya menghitam karena kurang istirahat, wajahnya juga tidak seceria biasanya, dan sorot mata yang melambat tanda seseorang banyak pikiran. "Kalo ada masalah cerita, jangan nyiksa diri lo segininya. Kasihan tubuh lo."

Kylie menggeleng kepala perlahan memamerkan senyuman lebar, masih jelas terlihat di paksakan. "Gue gak kenapa-kenapa sih, Dave. Santai." Beralih meneguk cepat air minum dengan cepat.

Tangan Dave menurunkan botol minum Kylie. "Kalo minum nggak usah cepet-cepet. Pelan-pelan, Kay." Kepalanya geleng-geleng melihat sikap Kylie belakangan ini yang sedikit berubah. Senyum itu, ia merindukan sosok Kylie yang ceria, murah senyum, konyol, jahil. Tapi hari ini, senyum itu sama sekali tak ada. Hanya tersisa sorot mata yang selalu melihat ke arah bawah. Dave tahu pasti ada sesuatu yang tidak beres semenjak dirinya tak masuk kuliah karena sakit.

"Gue nggak mau lo gini terus. Setidaknya lo cerita, kenapa, ada apa, biar gue bisa bantu mikirin jalan keluar lo." Cowok itu masih belum berhenti berusaha untuk meyakinkan Kylie agar menceritakan sesuatu, namun berakhir dengan gelengan dan jawaban 'nggak ada apa-apa'.

"Gue cuman meminimal sedih gue buat nggak bahas yang lalu." Jawabnya kali ini terdengar realistis. Sorot matanya menatap pintu masuk kantin, segerombolan cowok masuk sambil bersenda gurau dan tertawa keras. Dan salah satunya ada Bio disana. Kylie bangkit berdiri setelah berpamitan kepada Dave dengan alasan terburu-buru untuk bertemu dosen. Langkahnya lebar-lebar saat melewati gerombolan Bio dengan kepala tertunduk.

Ia menyadari kalau Bio memperhatikannya sejak duduk dengan Dave dari kerjauhan sampai sedekat ini. Tapi Kylie abaikan dengan tidak menatap balik manik mata Bio. Tangannya di tahan oleh seseorang di belakang punggungnya sedetik lalu. "Apa, Dave?" Tanyanya saat berbalik yang ia kira itu adalah Dave.

"Ini gue, Kay." Bio.

Tubuhnya menegang di susul telapak tangannya yang berkeringat dingin. "Kita nggak ada urusan lagi." Kylie melepas genggaman Bio cepat.

"Tapi lo jadi urusan gue, Kay."

"Gue nggak. Stop worrying about me. Don't act like you know me so well. You trap."

"Kay, ok?" Dave tiba-tiba muncul di tengah-tengah perbincangan keduanya. "Lo siapa?" Ia beralih menatap Bio yang tak menjawab bahkan menatapnya pun tidak sama sekali.

"Dave, ayok pergi." Kylie menarik pergelangan tangan cowok itu menjauhi Bio yang masih berdiri di tengah jalan memperhatikan mereka berdua yang mulai berjalan menjauh dan menghilang di ujung koridor.

"Itu siapa, Kay?" Keduanya duduk di bangku taman yang ramai mahasiswa kala itu.

"Nggak tahu." Singkat Kylie.

"Gue yakin itu siapa-siapa lo. Muka lo tadi sengit gitu ke dia."

"Jangan psikolog gue, Dave!" Sebalnya.

"Better you tell me why, Kay. I just trying to help you come out of your problem." Cewek itu masih diam menatap kosong ujung sepatunya sendiri. Sedikit menimbang-nimbang apakah dirinya harus menceritakan masalahnya pada Dave atau tidak. "Gue kangen sama ketawa lo. Mana temen gue yang dulu jahil, bawel?" Tambah Dave selang beberapa detik kemudian.

Mine.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang