29-They Imagine

3.1K 106 5
                                    

Kylie membanting diri ke atas ranjangnya bebas. Menatap langit-langit sudah menjadi hobinya akhir-akhir ini. Karena otaknya yang banyak pikiran, maka dari itu hanya dengan menatap langit kamar saja akan terasa sangat membuat otaknya berpikir sedikit lebih bebas.

Otaknya tanpa sengaja mengingat laki-laki yang ia temui hari ini setelah kepergian Bio. Dave. Pria itu tampak baik-baik saja. Dirinya tidak terlihat sedih atau menyedihkan seperti Kylie. Sikapnya juga menunjukan bahwasannya terlihat lebih cuek pada Kylie.

"Mau kemana?" Senyum Kylie sedikit terbentuk saat mengingat Dave ternyata masih sedikit memperdulikannya. Bahkan tangannya tadi memegang tangan Kylie. Tanpa sadar pergelangan tangannya ia sentuh sendiri sembari tersenyum lebih lebar tak jelas. Percuma juga jika ia menahan senyumnya. Sekitar bibirnya terasa berkedut ketika melakukan itu.

"Pulang." Bahkan tatapan matanya tidak bisa membohongi Kylie. Ia masih peduli. Hanya saja sikapnya sedikit acuh.

"Naik apa?"

"Mobil. Lo nggak balik?"

"Kenapa? Mau gue anterin?" Kylie tertawa kecil. Sementara Dave bertingkah laku dengan gengsinya yang besar. "Dasar, Dave naif." Katanya sendiri. Kedua matanya seperti melihat wajah Dave di langit-langit seperti melihat sebuah film.

"Kalo lo nganterin gue, mobil gue mau lo derek apa?"

Dave melepaskan pergelangan tangan Kylie cepat. "Sana pulang!"

"Ya udah. Bye, Dave." Belum ada tiga langkah Kylie berjalan, tangannya di tarik kembali ke belakang.

"Kay! Lo tuh!" Dave mendekati Kylie dan memeluknya segera. "Kok nggak peka banget sih jadi orang?!" Jemari Dave menjitak kepala Kylie keras. "Gue kangen lo." Bahkan telinganya berdengung, terasa seperti nyata suara Dave di gendang pendengarannya.

Kylie tersenyum sendiri kembali. Gue juga kangen lo, Dave. Kangen. Banget.

×××

Di tempat lain, Dave sedang memainkan gitar yang ada di atas pangkuannya. Menimbulkan senandung lembut yang diciptakan benda kesayangan pria itu. Sambil terus membayangkan kejadian siang tadi ketika dirinya bertemu dengan Kylie kembali. Jantungnya berpacu lebih cepat seperti dahulu kala. Ketika mereka berdua lebih sering bertemu sebelum mereka bertengkar. Terlebih saat dirinya dengan spontan menarik Kylie dalam pelukannya. Sebuah senyum terbit di wajahnya. Senyum kecil yang sanggup membuat seluruh hari buruknya lenyap seketika. Mood boaster gue. Batin Dave mengklaim.

"Ngapain lo senyum-senyum Dave?" Tanya Stefy diikuti arah pandang Sarah. Ia dan Sarah sedang di rumah Dave. Mereka memang menjadikan tempat tinggal pria itu sebagai markas baru ketiganya. Tepatnya setelah Sarah, Stefy dan Kylie bertengkar.

Dave menggeleng lirih, tak menjawab. Malah senyumnya semakin melebar karena sudah tertangkap basah dengan kedua sahabatnya. Jadi dirinya tak perlu repot-repot menyebunyikan senyumnya.

"Lo tadi ke bandara ketemu Bio?"

Ia mengangguk kecil.

"Ngapain?" Tanya Sarah kali ini. Ia sedang mengunyah keripik kentang di dalam stoples milik Dave.

Lagi-lagi Dave menggeleng. "Tadi gue ketemu Kylie." Beritahunya berusaha mengalihkan pembicaraan mereka. Pandangannya menerawang.

"Kay! Lo tuh!" Dengan gerakan refleks dari Dave, ia memeluk erat Kylie. Orang yang sangat ia rindukan sejak seminggu lalu. "Kok nggak peka banget sih jadi orang?!" Ia menjitak kepalanya gemas karena tingkah polos cewek itu."Gue kangen lo." Ucapnya pelan namun jujur.

Mine.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang