20-Sarah

2.8K 91 0
                                    

Sarah dan Stefy bertemu dengan Dave di sebuah cafe dekat kampus mereka. Sambil menunggu pesanan makan siang mereka bertiga, ketiganya bermain kartu hasil pinjaman di tempat tersebut. Dan hukuman bagi yang kalah adalah harus memilih Truth or Dare. Sialnya, siang itu Dave lah yang kalah dalam permainan pertama kali.

"Gue jujur aja deh." Katanya menyerah. Kartu miliknya di hempaskan ke meja seakan seperti mati kutu di tangan kedua rivalnya.

Sarah dengan semangat ingin menanyakan sesuatu pada Dave. "Tipe cewek lo?"

"Pertanyaan macam apa tuh Sar? Yang berkelas dikit kek." Celetuk Stefy. "Gue aja. Lo suka sama siapa? Lagi suka siapa?" Sarah menunggu-nunggu jawaban Dave dengan penasaran. Sedangkan Stefy hanya tersenyum jahil pada laki-laki putih tersebut.

"Gue... tapi jangan kaget, jangan bilang siapa-siapa!" Sergah Dave sambil menunjuk mereka berdua.

"Lo suka gue kan???" Tebak Sarah terus terang secepat kilat sambil cengengesan.

Dave mengerutkan kening samar kemudian tertawa menggeleng. "Gue... suka sama... cewek." Jawabnya setelah memasang wajah seriusnya namun dihadiahi lempar sedotan ke Dave. "Iyaya, ampun." katanya. "Gue suka Kylie." Beritahunya jujur.

Sarah berubah menjadi diam seribu bahasa. Jadi benar sangkaannya waktu itu? Dave suka sama Kylie. Mereka bertiga mendadak menjadi saling diam kikuk. Stefy memandang ke arah sahabatnya yang satu itu. Wajahnya berubah menjadi murung karena pengakuan cowok cepak itu.

"Dave..." Suara pelan Kylie tiba-tiba muncul di antara mereka. Dave segera menoleh diikuti kedua temannya, takut pengakuannya di dengar Kylie. "Lo ntar pulang mau kemana?" Perlahan tanpa di sadari cewek itu, Dave bernafas lega. Ia berjalan menghampiri meja mereka dan menduduki kursi kosong di antara Sarah dan Dave.

"Lo mau kemana, Kay?" Sarah menyambung sedikit ketus.

"Gue mau makan nih ntar, ikut yuk!" Ajaknya memandang ke arah Sarah dan Steffy bergantian. "Lo bisa kan?" Giliran matanya mengarah ke Dave. "Kalo kalian bisa, kita jalan sekalian deh. Boring, nih. Nonton?" Tanya Kylie meminta persetujuan pada mereka bertiga.

"Ogah. Males gue. Jalan aja lo sendiri sama dia." Tunjuk Sarah pada satu-satunya laki-laki di meja mereka, dan segera beranjak pergi dari sana menyambar tasnya di bawah meja. Ia pergi dengan sedikit menghentakkan kaki keras. Membuat orang-orang di sekitar mereka memandang Sarah.

Kylie melihat Stefy dan Dave dengan pandangan bertanya, namun mereka mengangkat bahu tak tahu apa-apa. Sebelum pergi, Stefy berpamitan untuk menyusul temannya itu kepada Kylie dan Dave yang kini tersisalah mereka berdua.

"Lo kenapa sih?" Tanya Kylie karena merasa cowok itu sedikit gugup berdua dengannya. "Lo pada ngomongin gue ya?"

Dave menggeleng cepat. "Nggak kok."

"Terus ngeliat lo kok gitu?"

Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Menatap Kylie lurus-lurus sampai ke dalam manik matanya. "Kay, gue suka sama lo." Dave hening sejenak. "Sejak pertama kali kita ngobrol."

Kylie terdiam beberapa saat. Mengingat ucapannya yang ia dengar beberapa waktu lalu. Gue suka Kylie. Hanya saja ia bertingkah laku seakan dirinya tak mendengar sedikitpun perbincangan mereka bertiga. Sama seperti Dave, ia menghela nafas panjang pelan. "Gue harap itu bukan pertanyaan." Jawabnya sedatar mungkin.

"Gue bakal nunggu lo sampe lo bisa ngelupain Bio dan hati lo terbuka buat gue." Katanya bersungguh-sungguh.

"Dave,"

"Kasih gue jalan buat usaha, Kay. Gue serius." Dave menatap Kylie sungguh-sungguh. "Gue bisa nunggu lo." Ujarnya lagi.

Sementara Kylie masih terdiam. Ia bingung harus menanggapi pernyataan Dave bagaimana. Sedangkan dirinya sama sekali masih belum menyimpan perasaan pada cowok itu. Mulutnya sedikit terbuka, hendak untuk mengatakan sesuatu namun diurungkannya karena tiba-tiba ponsel di dalam kantung jeansnya bergetar. Merogohnya cepat dan membaca isi pesan Stefy segera.

From: Stefy
Sarah kecelakaan.

Kylie bangkit berdiri dari kursi hingga menimbulkan suara decitan. Ia hendak pergi dari café itu tetapi dirinya teringat bahwa ada Dave disana. "Sarah kecelakaan." Ujarnya cepat segera setelah berbalik kembali pada Dave, lalu melangkahkan kaki keluar.

Dave berlari kecil mendahului Kylie. "Naik mobil gue." Mereka berdua pun berjalan menuju parkiran.

Sesampainya di rumah sakit yang telah di informasikan Stefy tadi melalui telepon, Kylie dan Dave segera menuju ke ruang ICU. Dimana di luar ruangan sudah ada Stefy juga kedua orang tua Sarah sedang menunggu dengan cemasnya. Sahabatnya itu menunggu sambil mondar-mandir, sesekali menggigit kukunya khawatir.

"Gimana Sarah, Stef? Gimana bisa sampe kecelakaan?" tanya cewek itu langsung setelah memberi salam dengan kedua orang tua Sarah.

"Dia waktu itu mau nyebrang. Karena dia lagi emosi, pas gue lihat dia gak lihat kanan kiri dulu pas nyebrang. Jadi dari jauh emang ada mobil ngebut banget. Terus..."

"Ya ampun Sarah. Kenapa sih sama lo?" Kylie duduk di bangku panjang dengan kepala tertunduk lesu. Di ikuti Dave juga Stefy yang duduk berjajar di sampingnya. "Dia emosi kenapa sih, Stef? Dia marah sama gue? Kenapa?" Tanyanya beruntut di ikuti Dave yang mengarah pandang juga ke Stefy.

"Gue nggak tahu, Kay." Hanya itu yang keluar dari bibirnya. Ia nggak ingin kalau dirinya yang memberitahukan sebab muasal emosi Sarah, semuanya menjadi runyam setelah Sarah sadar. Stefy memutuskan untuk membiarkan segalanya menjadi lebih tenang walaupun untuk sementara.

×××

Satu setengah jam berlalu. Dokter dan para perawat lainnya yang sedang mengoperasi Sarah masih belum menunjukkan aktivitas mereka selesai. Dengan harapan semua orang di depan ICU—terutama Kylie—berharap supaya tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada Sarah. Ia ingin Sarahnya baik-baik saja walaupun itu kecelakaan parah menurut mereka.

"Keluarga dari Saudari Sarah yang mana?" Suara dokter terdengar. Lalu kedua orang tua tersebut berdiri dengan raut wajah sedih. "Sarah mengalami patah tulang leher dan patah tulang kaki kanannya. Dan buruknya tadi, dia terlalu banyak kehabisan darah. Tetapi keadaannya sudah stabil. Dia sekarang bisa pindah ke kamar pasien. Hanya, Sarah butuh banyak istirahat setelah ini. Untuk sementara dia masih belum bisa melakukan aktivitas luar dan terlalu memikir yang terlalu berat. Takut kepalanya menjadi sakit, disebabkan karena kepalanya yang terbentur keras dengan aspal." Nasihat pria berjas putih panjang tersebut perinci dan semua orang mendengarkannya dengan serius.

"Kira-kira kapan, dok Sarah bisa melepas semua gips-nya?" Tanya Tante Tania selaku Mama Sarah.

Beliau membenarkan letak kaca matanya yang longgar sampai ke hidung sebelum menjawab. "Tiga atau empat bulan cukup. Tapi kembali lagi kepada tubuh Sarah sendiri. Karena kadang ada pasien yang dua setengah bulan sudah bisa lepas gips. Jangan terlalu banyak gerak juga bisa membantu mempercepat pemulihan."

"Baik. Terima kasih, dok atas kerja samanya." Ucap Om Heru, Papa Sarah. Setelah kepergian sang dokter, ranjang yang berisikan Sarah yang terpejam keluar dari ruang ICU untuk di pindahkan ke kamar rawat biasa.

"Stefy, Kylie, Dave. Kalian pulang aja gak pa-pa ya. Udah sore, kalian harus istirahat. Besok aja balik lagi ke sini ya." Kata Tante Tania lembut. Sembari tangannya mengelus masing-masing lengan Kylie dan Stefy bergantian.

"Iya, apalagi besok kalian harus kuliah. Biar Om sama Tante yang jaga Sarah." Om Heru membenarkan.

"Yah Om, Tan. Tapi kan kita mau ketemu Sarah dulu, Tan." Kylie angkat suara.

"Besok aja ya Kylie. Nanti tante bilangin kalian kesini kok. Mau ada yang di sampein buat Sarah?" Beliau menatap ketiganya bergantian.

"Hubungi aku kalo udah bangun ya, Tan. Nanti aku telepon Sarah." Kata Stefy. "Ya udah kalo gitu, kita pamit dulu Om, Tante." Kemudian mereka bertiga berpamitan pulang.

Stefy pulang menggunakan taksi online. Sementara Kylie di antarkan pulang oleh Dave. Tak ada pembicaraan yang mengiringi mereka hingga sampai di depan gedung tempat tinggal Kylie. Hanya senyuman tipis yang saling mereka perlihatkan sebelum keduanya berpisah.

×××

Tbc.

Mine.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang