10-A Short Night

4.4K 144 0
                                    

(illustrations is on the media)

—————————

Flashback.

Kylie sedang menunggu kedatangan Billy di apartemennya. Mereka berdua berencana untuk pergi kencan malam itu. Sudah sejam berlalu tapi cowok itu tak kunjung datang. Beberapa kali Kylie meyakinkan dirinya sendiri kalau Billy sedang terjebak macet lantaran seharian itu Jakarta di guyur hujan deras di sertai sedikit berangin. Mungkin ada beberapa titik di Jakarta yang terendam banjir.

"Kamu dimana sih, Bill?" Kylie mondar-mandir sambil menatap kaca apartemennya. Menatap jalanan yang ramai macet. Beberapa kali ia menghidup-matikan ponselnya melihat jam dan memeriksa notifikasi dari pacarnya itu. Hasilnya tetap sama. Nihil. Tak ada kabar sedikitpun dari Billy.

Berulang kali Kylie mencoba menghubungi nomor hapenya. Tapi panggilan selalu di alihkan. Memangnya apa yang sedang dilakukan Billy? Wajar seorang cewek sempat terlintas bayangan buruk pacarnya yang mungkin sedang dengan cewek lain. Batin Kylie seakan seperti magnet kuat untuk menyuruhnya keluar kamar. Sekali, dua kali, ia tetap menimbang-nimbang harus kemana dirinya setelah keluar kamar.

"Billy kamu dimana sih?" Pertanyaan yang selalu diulang-ulang melalui mulut dan dalam hatinya.

Kylie sudah keluar kamar, berjalan menuju lift yang masih naik menuju lantainya. Sambil merapatkan jaket karena tubuhnya merasa sedikit menggigil juga gemetar karena takutnya dengan hujan, ia masih menatap kosong hapenya.

Ting.

Ia segera masuk ke dalam lift seorang diri. Memperhatikan pantulan dirinya dengan tangan menggenggam kuat-kuat ponsel Kylie hingga di rasa sisi telapaknya agak sakit. Perasaannya begitu kuat untuk mengajak raga Kylie menuju ke tempat parkir. Hanya untuk membuktikan kalau memang Billy belum sampai dan tak ada sesuatu hal yang akan terjadi, dirinya pun menuruti kata hatinya.

Ting.

Sepi. Hanya beberapa orang saja dan satpam yang berlalu-lalang pergi dengan tujuan masing-masing. Samar-samar terdengar deru mesin yang pelan di sekitarnya. Masih sambil mencari, mata Kylie tak sengaja menatap ke arah sebuah mobil yang tak asing disana. Warna putih dan ada stiker tokoh kartun Stitch and Lilo. Perlahan tapi pasti kakinya melangkah mendekat ke pintu kemudi. Tangannya bergetar saat membuka pintu kemudi.

"Sayang?"

Kylie berdiri mematung dengan wajah datar sekali menatap orang yang paling ia kenal berada di dalam mobil dengan perempuan lain sedang berpangkuan. Billy berdiri mendekatinya—setelah menyingkirkan perempuan itu dengan kasarberniat untuk memeluk Kylie yang sama sekali tak menangis, tetapi ditepisnya kasar.

"Putus." Hanya satu kata itu yang terngiang di otaknya sejak tadi. Kylie menjauhi Billy dan wanita menjijikan itu berjalan cepat menuju lift.

Sebelumnya tangan Kylie di cekal oleh Billy beberapa kali, tapi entah dari mana Kylie bisa menepisnya hingga cowok itu hampir terjatuh ke lantai.

"Sayang, aku bisa jelasin ke kamu."

Kylie berbalik menghadap Billy. "Gue gak butuh bacot lo. Pergi lo dari hidup gue, silahkan lo sama jalang itu! Jangan sampe gue lihat lo muncul di hadapan gue barang seupil pun. Gue... muak sama lo!" Telunjuknya menekan-nekan dada bidang Billy keras.

Billy yang gelap mata karena emosinya sendiri, lalu menampar pipi kiri Kylie keras hingga ujung bibir cewek itu sobek berdarah. Kylie tertawa getir setelahnya. "Bahkan di saat kaya ini pun. Lo bukannya minta maaf ngejelasin, malah nampar pipi gue?

Gue ada bukti sekalipun lo nggak ngakuin itu. Tapi calm down. Gue nggak akan ngumbar-ngumbar masalah antara gue dan lo. Udah berapa kali gue nahan sakit hati karena hal yang sama? Seberapa sering gue menutup mata gue demi lo? Kurang baik apa gue mau nerima semua kebaikan dan kebusukan lo sekaligus?

Gue cewek juga ada batas sabar. Iya gue diem aja pas temen-temen gue bilang mergokin lo dan jalang-jalang lo lagi mesra-mesraan. Tapi, apa lo nggak inget, pernah nggak gue mempermasalahkan atau nanya sekali pun lo kaya gitu? Asal lo tau. Nggak sekali, dua kali gue lihat lo ciuman gini sama cewek lain. Berulang kali, Billy! Sering! Respon lo? 'Kylie, dengerin gue dulu, gue bisa jelasin.' cuman itu kan? Basi lo." Kylie berjalan menjauhi Billy dengan emosi memuncak. Kebetulan juga lift sudah terbuka dengan sendirinyasempat sebelumnya ia memencet tombol untuk naik.

"Gue akan buat lo nyesel udah mutusin gue! Tunggu pembalasan gue, Kylie!"

×××

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Mereka berdua—Bio dan Kylie—sedang duduk di balkon dengan secangkir teh dan kopi, juga selimut besar untuk menghangatkan keduanya dari dinginnya malam. Perempuan itu sempat menitikkan air matanya tatkala menceritakan kepahitannya dengan Billy waktu itu. Sampai sekarang jika bisa di bilang, Kylie masih menyimpan sakit hati paling dalam kepada mantannya itu.

Sebuah tangan milik Bio menyentuh kepalanya, menepuk pelan menenangkan. "Itu udah berlalu, Kylie. Nggak perlu di pikirin lagi. Lo... ada gue sekarang."

Kylie menatap Bio cepat, mengerjapkan kedua matanya. Terkejut seorang Bio bisa mengatakan hal sebegitu manisnya. "Emang ada lo, emang ada siapa lagi selain lo?"

Bio menjitak kepala Kylie keras hingga ia mengaduh kesakitan. "Ngerusak suasana banget sih lo?"

"HEHEHE..."

Bio menatap jam di layar hape. Sudah hampir tengah malam. Waktunya untuk pulang ke rumah sebenarnya. Tapi bagaimana dengan keadaan Kylie yang masih rawan dari Billy?

"Lo mau pulang ya?" Tanya Kylie saat melihat Bio menatap layar ponselnya sekilas lalu menyingkirkan selimut dan beranjak pergi ke dalam. Sambil terus memperhatikan punggungnya, laki-laki itu berdiri di ruang tamu, tampak sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon selulernya. Dirinya kembali menatap langit malam yang kali itu sehabis hujan, bintang-bintang terlihat semakin jelas malam ini.

Bio kembali ke sampingnya dengan posisi seperti semula. "Gue nginep sini jagain lo."

Kylie memelototi Bio kaget. "Nggak usah! Gue bisa jaga diri kok!" Cegahnya namun Bio masih tetap keukeuh untuk tetap pada keputusannya. "Nyokap, bokap lo ngebolehin?"

"Kayanya lo harus sediain kopi juga buat malam ini karena banyak cerita." Sarannya sambil menyeruput kopinya yang mulai mendingin nampaknya.

"Kok bisa? Ngapain? Buat begadang?"

Bio sudah menyiapkan tangannya untuk menjitak kepala Kylie, tapi cewek itu sudah terlebih dahulu melindungi tempurung kepalanya dengan bantal punggung. "Tidur aja deh. Kapan-kapan aja lo ceritanya." Cowok itu berpindah ke ruang tv dan mulai berbaring disana meninggalkan Kylie yang masih terbengong.

Setelah meringkasi gelas-gelas ke dapur, ia menutup pintu balkon lalu menghampiri Bio. "Selimut buat lo." Cowok itu menerima pemberian Kylie. "Kalo perlu apa-apa tinggal ambil, butuh bantuan atau nanya ketuk aja pintu kamar gue. Kalau gue belum tidur ya gue keluar. Kalau udah, ya besok. Hehe."

"Bawel lo kaya emak-emak."

Kylie tersenyum tulus meskipun Bio sudah mengoloknya. "Good night, Bio. Mimpi indah, ya." Setelah itu dirinya pergi ke kamar bersiap untuk tidur.

×××

Tbc.

Mine.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang