16-Throwback My Foolish

2.8K 116 1
                                    

Bio POV.

Bio memasuki kamar Kylie yang dirasanya sangat rapi untuk ukuran cewek perkotaan. Jadi di sana ia hanya merapikan selimut putihnya yang berantakan juga nakas meja Kylie yang berserakan kertas-kertas nota pembelanjaan bulan ini.

Kedua mata Bio melihat dua buah pigura foto berukuran sedang di atas nakas. Foto pertama berisi seorang laki-laki yang kelihatannya lebih muda dari Kylie dan dirinya. Mungkin itu adik Kylie. Ia memperhatikan wajah tersebut yang ternyata sama seperti Bio mempunyai warna mata sama, cokelat hazel. Kesamaan kedua adalah bibir dan mata mereka. Mempunyai bulu mata lumayan lentik dan bibir yang cenderung sedikit lebih tebal di bagian bawahnya.

Kok di lihat-lihat mirip gue banget sih? Batin Bio heran.

Beralih ke pigura kedua. Foto yang menampilkan kedua orang tua Kylie dan Kylie sendiri. Tubuhnya kaku seketika begitu melihat salah satu dari orang tua cewek itu.

"Papa..." Desis Bio lirih. Hatinya menjadi kilu seketika. Ternyata... Kylie adalah...

"Bio... Udah mandi belum?" Tiba-tiba Kylie berteriak dari dapur. Dari kejauhan terdengar suara piring-piring yang bersentuhan dengan kaca meja makan. Cepat-cepat Bio letakkan kembali pigura tersebut seperti semula sebelum ia ketahuan oleh pemilik kamar.

"Iya ini mau mandi." Balasnya berteriak sambil melanjutkan sesi bersih-bersih kamar cewek itu yang hanya tinggal melipat selimutnya. Sambil otaknya kembali terbayang-bayang wajah Papanya yang sedang tersenyum berdiri di belakang Kylie kecil yang di rangkulnya. Setitik air matanya jatuh begitu saja. Sangat perih sekali dirasakan oleh Bio. Tatkala dirinya sudah jatuh ke dalam perasaannya sendiri. Namun tiba-tiba sebuah kenyataan memberitahukan sesuatu yang sebelumnya tidak diingikannya atau mungkin mereka berdua.

Lima belas menit kemudian, Bio baru saja selesai mandi karena sebelumnya ia membantu Kylie membersihkan lantai kamar mandi yang agak licin. Bio mendapati Kylie yang tengah berdiri menatap ponselnya sambil senyum-senyum sendiri. "Kenapa, Kay?"

"Gue... di terima di Binus!" Kata Kylie berbinar-binar. Mau tak mau sedikit ujung bibirnya terangkat menampilkan senyum kecilnya yang tidak Kylie sadari.

Buru-buru Bio menampilkan wajah datarnya kembali saat Kylie hampir menatap kearahnya. "Selamat." Ucap Bio bersamaan dengan dirinya duduk di ruang makan diikuti Kylie.

"Lo belum dapet sms dari universitas?" Tanya Kylie disela-sela mulutnya yang menggembung karena sedang mengunyah.

Sebenernya gue nggak perlu dapet sms dari universitas, karena gue yang di suruh masuk ke universitas itu. Batin cowok itu. Bio menggeleng sekali. "Gue boleh nanya tentang keluarga lo?"

Bio melihat Kylie berhenti mengunyah seketika diikuti oleh ekspresinya yang berubah. Tapi setelah itu cewek tersebut kembali menormalkan kembali ekspresinya menjadi lebih tenang. Ia sangat penasaran apa yang ada di dalam pikiran cewek itu hingga dengan cepatnya berubah pikiran. "Apa?" Meskipun begitu terlihat jelas bahwa Kylie sedikit memaksakan tersenyum.

"Lo asli orang mana?" Bio meletakan sendok dan garpu bergantian dengan tangannya yang terlipat di atas meja memperhatikan lawan bicaranya dengan seksama.

Cewek itu juga mengikuti tindakan Bio memperhatikan satu sama lain dengan serius. "Indonesia." Jawabnya enteng.

"Gue serius."

"Gue juga."

Bio mendengus pelan. Beralih ke topik lain terlebih dahulu. "Lo punya adik? Berapa?"

"Satu."

"Lo bukan orang Jakarta kan?" Cerca Bio menimbun Kylie dengan berbagai macam pertanyaan. Dilihatnya Kylie hanya menggeleng beberapa kali. "Terus?"

Cewek itu mengerutkan keningnya sekilas tapi sepertinya tidak menaruh curiga apapun kepada Bio. "Kenapa sih?" Atau mungkin memang Kylie tidah tahu-menahu soal status Papanya yang masih mempunyai keluarga dan anak dari keluarga tersebut adalah orang yang ada di hadapannya sekarang.

Giliran Bio menggeleng pelan. "Gue cuman nanya doang. Lo orang mana jawab kek." Sebenarnya Bio hanya ingin memastikan tentang perkataan Mamanya waktu itu-beberapa tahun yang silam. Sahabat Papa-Niken-dua orang anak-satu cewek satu cowok-orang Bandung.

"Bandung." Kylie menjawab sambil mengunyah makanan di dalam mulut penuh. Crap you, Bio.

"Adik lo... cowok?" Bio mulai memelankan suaranya seperti takut pada jawaban Kylie kalau memang benar mereka adalah saudara... tiri. Ia mengangguk sembari melanjutkan acara makannya. Laki-laki tersebut meneguk air putih sampai habis, merasa tenggorokannya kering sekali.

"Nyokap lo... masih ada?" Kylie berhenti mengunyah untuk yang kedua kalinya dengan mata tertuju kepada Bio sepenuhnya.

"Ada." Lagi-lagi jawaban datar darinya. Bio sendiri sampai bingung apa yang ada di otak Kylie saat ini? Apa yang membuat wajahnya menjadi tegang begitu? Bio menghembuskan nafas panjang. "Kenapa, Bi?"

Ia menggeleng pelan sambil tersenyum kecil. Matanya kemudian melirik jam dinding Kylie. 10.38. Masih pagi. "Gue balik sekarang ya. Ada urusan mendadak. Sampe jumpa besok di prom night."  Bio meraih jaketnya yang di sampirkan di tangan sofa lalu memakainya cepat. Ketika ia hendak berniat untuk memeluk Kylie, jantungnya jauh sebelum itu berdegub kencang. Kylie yang sudah berdiri di hadapan Bio menatapnya bingung karena hanya memandangnya dengan tatapan datar.

"Kenapa, Bi?"

Tangannya terangkat perlahan dengan kaku di rengkuhnya Kylie selama beberapa detik. Adik gue. Setelah itu Bio melepasnya dan pergi dari apartemen cewek itu tanpa bicara apa-apa.

×××

Setelah mendapatkan alamat lengkap Kylie di sekolah, Bio segera menuju ke Bandung melalui jalan tol yang saat itu sedikit macet. Pukul dua lebih Bio sudah sampai di Bandung, dengan segera ia menuju ke alamat yang ada di kertas kecil tersebut. Kira-kira dua puluh menit kemudian Bio sudah menemukan alamat rumah Kylie. Rumah yang cukup besar untuk di tinggali oleh Papanya, Niken dan adik Kylie.

Tak lama, keluar seorang perempuan dari dalam rumah tersebut sambil membawa kantung plastik yang hendak di buang di tempat sampah depan rumah. Tak ambil diam, Bio segera turun dan berlari kecil menghampirinya. Kalau di lihat asisten rumah tangga itu sekitar umur lima puluh lebih karena setengah dari kepalanya sudah di tumbuhi uban juga wajahnya yang menampakkan garis-garis halus.

"Permisi, benar ini rumahnya Bu Niken, Mbok?" Tanya Bio sopan.

"Oh iya, Den betul. Kunaon? Aden teh mau cari siapa?" Tanya beliau yang kental dengan bahasa Sundanya.

"Saya cuman ngecek alamat aja kok, Mbok. Kylie jarang pulang kesini?"

"Non Kaili teh di Jakarta, Den. Jarang balik sini. Kalau boleh tahu, Aden ini saha?" Tanya Beliau.

"Mbok tapi bisa jaga rahasia kan?" Ia mengangguk. "Saya Bio, Mbok. Temen Kylie sekolah di Jakarta. Mbok bisa cerita tentang keluarga Kylie? Tentang kerjaan, atau nama mereka, mungkin?" Beliau tampak ragu-ragu untuk memberitahukan secara detil keluarga tersebut. "Tenang, Mbok. Saya bukan orang jahat, saya hanya mau cari informasi tentang Kylie."

"Ya udah, tapi Aden jangan bilang siapa-siapa ya kalau saya yang beritahu. Aden mau nanya apa?"

Bio pertama-tama menghembuskan nafasnya panjang agar tetap tenang. "Nama orang tua Kylie siapa, Mbok? Kalau Bapak sering pulang kesini?"

"Ibuk Niken sama Bapak Rudiyanto Li, Den. Kalau Bapak jarang pulang, Den soalnya sering dinas ke luar kota sama luar negeri. Jadi Ibuk sama Den Ray tiap hari." Jelasnya.

Berarti benar.

"Ray sekarang kelas berapa, Mbok?"

"Den Ray kelas... tiga SMP kayanya." Kata wanita itu mengira-ngira.

Bio mengangguk. Dirasa informasi yang dia dapatkan sudah cukup, ia berpamitan pulang. "Mbok, janji jangan bilang siapa-siapa ya meskipun Kylie jangan sampai tau. Sebelum saya datang lagi kesini, jangan beritau siapa-siapa saya pernah kesini." Pesannya sebelum benar-benar pergi dari rumah besar tersebut.

Sepanjang perjalanan menuju Jakarta, rasanya tubuhnya menjadi lemas. Tangannya di letakkan di pinggiran pintu menyangga pelipisnya yang dipijatnya pelan. Gimana bisa serumit ini? Apa iya gue harus beritahu Kylie sekarang sebelum semuanya terlambat? Tuhan, tolong aku.

***

TBC.

Mine.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang