[01] Bukan reuni

68.6K 5.6K 269
                                    

Terkadang, ada saat di mana setiap orang merasa terlahir kembali sebagai manusia baru di dunia ini. Entah karena masalah berat di hidupnya, entah karena masalah sepele yang sebenarnya tidak punya pengaruh apa-apa. Tentunya, kadar permasalahan orang berbeda-beda. Dan kita tidak pernah tahu masalah apa yang sebenarnya melatarbelakangi perubahan mereka.

Kurasa, aku bukanlah Fresha yang sama seperti dulu. Kini aku lebih kuat. Entahlah kalau kelihatannya aku hanya berusaha sok kuat. Tapi, aku merasa memiliki sebuah energi baru. Energi yang tercipta seiring berjalannya waktu. Energi yang terbentuk dari masalah seribu satu. Yang datang bertubrukan tanpa mengucap salam terlebih dahulu.

Sekarang, di sini, di tempat ini ... aku sedang memutar ingatanku soal masa lalu yang belum lalu-lalu amat. Di depanku sekarang, ada seorang laki-laki yang terus saja mengoceh dan terbahak sejak tadi. Sesekali ia menaikkan kakinya ke bangku panjang, persis seperti di warung kopi. Malah tangannya menggebrak-gebrak meja kalau sedang membicarakan sesuatu yang lucu sekali.

Orang itu adalah Reynold.

"Eh, eh. Tau nggak lo? Video cewek yang kesebar di grup LINE? Anjir, anjir! Anak Jakarta kan ya katanya?" Reynold heboh sendiri.

"Mana sih videonya? Liat kek, pelit amat lu semua najis," desak laki-laki di sebelah kanan Reynold.

Laki-laki itu ... yang baru saja menanggapi omongannya Reynold, rambutnya masih sama seperti yang dulu. Walaupun dia mengaku kalau baru saja memotongnya, bagiku rasanya sama saja. Tak ada yang berubah. Sama seperti kebiasaannya yang suka membawa alat vape ke mana-mana.

Orang itu adalah David.

"Gue udah lama nggak nonton bokep. Terakhir kali pas gue download, yang keluar malah video siksa kubur. Bangke!" Sungut lelaki lain yang hari ini memakai slayer di kepala itu.

Dia yang baru saja bicara, adalah dia yang tadi pagi mengajak kami semua berkumpul di sini. Lelaki itu masih konsisten pada skillnya yang gampang punya gebetan baru. Contohnya saja, di kampus, dia sudah dekat dengan dua perempuan sekaligus. Satu senior dan satunya lagi mahasiswa baru. Entah pesona apa yang dia punya, rasanya aku selalu ingin standing applause setiap kali melihat dia mendekati gadis incarannya.

Lelaki itu, yang recehnya sebelas dua belas dengan Reynold, adalah dia yang bernama Galih.

"HAHAHA RASAIN!!" Kata laki-laki yang baru saja membuka jaket almamater kuningnya. "Udah, itu artinya lo udah diperingatin! Mendingan nggak usah kebanyakan nonton mulu lo! Banyak deketin diri sama Tuhan aja sana!"

Serta merta Galih langsung menoyor kepala lelaki itu sampai dia hampir oleng terjatuh. Disusul tawa Reynold dan David yang nyaring hingga membuat siswa-siswa berseragam SMA menoleh ke meja kami.

"Gaya amat lu asbak warnet! Kalo kita nobar nih yang paling kenceng juga elu!" Kata Galih. "Paling cepet keluar, paling cepet nggak tahan. Elu semua woi, elu!"

Lelaki itu menyampirkan jaket kuning kebanggaannya di paha. Lantas terkekeh mendengar omelan Galih. Seringkali ia membuka tutup ponselnya, membalas chat obrolan grup organisasi barunya di kampus. Dia yang memakai kacamata itu, adalah dia yang kampusnya beda sendiri dari kami semua. Gara-gara cuma dia yang lolos masuk Universitas Indonesia, dia jadi suka sombong. Buktinya, ngapain juga hari ini dia mesti bawa-bawa jaket almamater kuning itu ke sekolah? Mau pamer ke adik-adik kelas? Dih!

Kurasa kalian sudah tahu, lelaki itu adalah Dion.

"Woiii!! Siapa tadi yang mesen mie goreng setan??!" Teriak si lelaki muka Arab dari kejauhan. Dia sedang berdiri di depan stelingnya Mang Ujang, penjaga sekolah sekaligus penjual mie goreng di kantin sekolahku ini.

PreferTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang