"She can take anything, but not you."
➖
Aku hampir menjatuhkan ponselku kalau saja Galih mengagetkanku terlalu keras. Lelaki itu datang dari belakang, dan langsung menepuk pundakku dengan gaya tengilnya. Dia juga tertawa melihatku mengusap-usap dada karena kaget. Tanpa disuruh, Galih pun langsung duduk bersebrangan di hadapanku.
Kusimpan ponselku yang memang mau kupakai untuk menghubungi Galih tadi. Lalu mulai memfokuskan diri pada lelaki yang hari ini memakai jaket bermerk Supreme yang entah orijinal entah tidak itu.
"Lo ngibrit ke sini sendiri, nggak ditanyain sama yang laen kan?" tanyaku memastikan.
"Kagak. Yang laen masih pada ngumpul di ruang praktek. Emang ada apaan sih? Tumben-tumbenan lo mau ketemu ama gue doang bedua?" Galih sepertinya sadar ada yang tidak beres denganku. Wajar juga. Aku memang jarang mengajaknya bertemu khusus seperti ini. Biasanya pun, kalau ada sesuatu yang perlu, aku akan bilang saat kami semua sedang berkumpul.
Oke. Aku tidak mungkin bilang terang-terangan padanya kalau aku ingin menyelidiki siapa gebetan cantiknya itu. Nanti Galih semakin merasa ada yang tidak beres. Dan aku tidak mau membuat dia menyelidiki ketidakberesan itu. Jadi, biarlah aku akan berbohong padanya. Nanti, aku akan bertanya soal Nagia di sela-sela perbincangan kami. Cara menyelidiki yang bersih.
"Gue sebenernya mau minjem duit lo sih. Soalnya, mau gue pake buat nge-service laptop gue yang rusak. Duit bulanan gue, nggg ... abis gue pake buat beli...," di ujung kalimat aku menurunkan nada bicaraku, berpikir mau pakai alasan apa untuk berbohong pada Galih. "Buat beli sepatu kets kemaren. Iya! Hehehe."
Seumur-umur, aku tak punya nyali untuk berani meminjam uang pada temanku sendiri. Entahlah, aneh saja rasanya. Tapi kali ini, aku bahkan tak segan harus melakukan itu di depan Galih. Demi agar bisa berhubungan terus dengan lelaki itu.
Secara, berutang pada orang biasanya akan membuat hubungan satu dan yang lain memiliki keterikatan. Dan aku mau Galih terus berhubungan denganku, dengan begitu aku bisa menggali informasi soal Nagia sedetail mungkin darinya.
"Ya elah, Fre. Pantes aje lu tiba-tiba pengen minta ketemu sama gue doang di sini. Taunya mau ngutang. Eh yakin lo mau ngutang ama gue? Bunganya gede loh." Galih tertawa meledek.
Walaupun omongannya terdengar merendahkan, tapi untung aku tak terlalu ambil hati. Sudah kepalang tanggung juga kalau mau gengsi di depan cowok itu.
Aku tertawa sumbang. Lebih kepada bingung mau merespon Galih seperti apa.
"Ya udah. Mau make berapa lo? Gue ada sih sekitaran sejuta di dompet. Tapi kalo lo butuhnya lebih, besok pagi gue kasih," kata Galih sembari tersenyum. Dari sorot matanya, memang lelaki itu ikhlas ingin meminjamiku uang. Aku malah jadi tak enak harus membohonginya seperti ini.
Aku berpikir sebentar tentang nominal yang akan kupinjam dari temanku itu, sedetik kemudian Galih langsung melotot saat aku menyebutkan jumlahnya.
"Buset, Fre? Tiga juta? Lo mau ngeservis laptop apa meras gue?" Meskipun Galih terkesan kaget, tapi ia tetap memelankan suara. Dan tindakan itu menciptakan kerutan-kerutan di keningnya.
"Banyak yang nyaranin ganti baru sih, Gal. Tapi ya lo taulah itu laptop udah ada dari jaman gue masih suka ngemilin mie instan mentah. Ya masa gue gantiin gitu aja. Banyak kenangannya." Ucapku yang menyelipkan sedikit kebohongan dan majas hiperbola.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prefer
Romance[completed] "No matter how much we argue, I prefer stay at you." Sequel FRE & FER Copyrights®️ September 2017 by Rishaatp. SEDANG DIREVISI (Cerita ini hanya untuk kepentingan seru-seruan di wattpad. Dan tidak akan pernah diterbitkan)