[08] Selidik

41.2K 4.3K 621
                                    

I suggest you to play the mulmed.

Ada yang bilang, rasa cemburu itu timbul pada orang yang tak memiliki rasa percaya diri. Aku pribadi tak menyangkal pernyataan itu. Karena pernyataan tersebut memang benar adanya. Bagiku, cemburu adalah sebuah keadaan dimana kita secara tak langsung merasa lebih rendah dari sesuatu yang menjadi sumber kecemburuan kita. Entah itu soal fisik atau pun yang lainnya.

Cemburu itu berbahaya. Efeknya bisa saja membuat orang pendiam menjadi banyak bicara. Bisa saja membuat orang yang hatinya tenang berubah kacau dan mengerikan. Bisa saja membuat apapun yang tak pantas dilakukan, jadi legal untuk dirinya. Padahal, cemburu hanyalah ilusi yang kita ciptakan. Dia adalah bentuk belati yang apabila kita menghunuskan ke tubuh kita sendiri, kita berharap orang lain merasakan sakit yang sama.

Entahlah, aku tidak tahu ini cemburu garis keras namanya atau tidak. Aku hanya tak suka bila melihat Fero berdekatan dengan Nagia. Walaupun aku tahu Nagia sedang dekat dengan Galih, tapi rasanya aneh. Semacam gadis itu punya aura lain yang membuatku ingin terus memerhatikan gerak-geriknya. Semacam dia adalah pertanyaan besar yang sampai sekarang kucari jawabannya.

Kenapa dia minta antar pulang dengan Fero? Kenapa tidak dengan Althaf? Atau Reynold kalau dia masih segan dengan Kemal dan Dion yang baru saja ditemuinya kemarin? Memang apa bedanya? Memang cuma Fero yang tahu kost-kostan Nagia? Rasanya teman-temanku yang lain juga tahu. Tidak mungkin tidak.

Memangnya Fero mengendarai naga? Yang punya kecepatan super mengantar siapapun ke mana saja? Memangnya tak ada lagi yang bisa dimintai tolong oleh Nagia? Selain laki-laki yang juga kebetulan di situ sedang ada pacarnya?

Yang benar saja. Sekarang aku jadi berpikiran aneh-aneh tentangnya. Padahal, ini juga salahku yang sok merelakan Fero mengantar pulang Nagia semalam. Ah, sungguh serba salah jadi aku. Kalau aku larang, aku tak punya alasan yang kuat selain karena aku cemburu. Aku juga merasa tidak enak pada teman-temanku yang lain. Nanti mereka malah menganggapku berlebihan. Seandainya saja aku punya kemampuan telepati, mungkin teman-temanku akan tahu kalau aku tak benar-benar setuju.

Tapi yang terjadi malah aku mengizinkan Fero pergi bersama gadis cantik itu. Bahkan aku bersikap menyuruh mereka untuk menyegerakannya. Ya ampun, Fresha. Kau benar-benar telah menciptakan lukamu sendiri sekarang.

Malam itu, Fero memang kembali ke kafe David lagi setelah mengantar Nagia. Dan dia juga konsisten dengan perkataannya untuk mengantarku pulang. Tapi tetap saja, sepanjang malam aku jadi memikirkan apa yang terjadi saat Fero membonceng Nagia. Lewat jalan mana saja mereka? Apa yang mereka perbincangkan di jalan? Dan bagaimana cara Nagia berterimakasih pada Fero? Semua pertanyaan itu berebutan ingin dijawab di dalam kepala.

Aku percaya jika Fero tak dengan senang hati oleh apa yang dilakukannya pada Nagia. Lelaki itu hanya tak enak saja dengan posisinya sebagai orang yang satu kost dengan Nagia. Apalagi saat gadis itu terang-terangan meminta pertolongannya. Jadilah ia tak punya pilihan lain. Terlebih teman-temanku yang lain juga ikut mendesak

Saat kutanya kenapa dia tak ingin mengantar Nagia, Fero hanya menjawab kalau dia malas. Masih mau main game katanya. Astaga! Benar benar ya, Fero!

Hari ini, aku ingin ke kostannya Fero. Mata kuliahku yang pertama sedang kosong karena dosen kebetulan tidak hadir. Jadi, sebelum jam mata kuliah kedua dimulai, kupikir tak ada salahnya untuk menemui Fero sebentar. Sekalian aku ingin bicara pada lelaki itu soal bad feelingku pada Nagia. Lagian, aku juga ingat kalau Fero kuliah siang hari ini.

PreferTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang