[13] Semua lelaki sama saja?

33.3K 4.3K 1.1K
                                    

"Jangan coba-coba mempermainkan hati saya. Hati saya terlalu berkelas untuk permainan murahan yang kamu buat."

Play the mulmed!
Lagu galau sejuta umat😩😩


Satu vas bunga ukuran sedang melayang membentur kaca di meja rias hingga jatuh menimpa botol-botol parfum bersama pecahan beling di bawahnya.

Aku berteriak. Kemudian berjalan ke arah meja belajar untuk membuat apa yang ada di sana berjatuhan ke lantai. Setelah itu, aku menarik gorden sampai kaitannya lepas dan terurai.

Pandanganku benar-benar mengabur. Air terus tumpah dari sana seolah tak akan ada habisnya. Kakiku melemas. Aku pun terduduk di lantai sambil tersedu-sedu.

Bayangan Fero mencium Nagia masih terngiang di dalam kepala. Semuanya berputar-putar bak virus mematikan yang tak ada obatnya. Hingga akhirnya bereaksi membunuhku secara nyata.

Aku tidak menyangka Fero berani berbuat begitu di depanku. Apa maksudnya? Apa dia ingin menjadi pahlawan untuk Nagia? Kenapa harus dia yang memberi Nagia napas buatan? Memangnya cuma dia yang bisa?

Sudah jelas aku tidak suka pada Nagia. Kenapa dia melakukan itu seperti tanpa beban? Harus berapa kali aku bilang padanya soal ketidaksukaanku pada gadis itu? Apa harus menunggu aku meronta dulu agar dia mau mendengarkan?

Kenapa teman-temanku yang lain seperti tidak tahu apa-apa? Mengapa tak ada yang punya inisiatif lebih tinggi dari Fero untuk menolong gadis licik itu? Kenapa semuanya mendadak jadi tak berguna?

Kenapa?

Perasaanku seperti dikhianati. Baik itu oleh Fero maupun anak-anak Seven Gerrard. Sampai aku telah tiba di rumah pun, tak ada juga yang menanyakan keberadaanku. Mungkin memang sudah lupa, atau bahkan tak peduli juga.

Di mana rasa solidaritas dan percaya kami yang dulu? Kenapa semuanya seolah sirna hanya karena seorang gadis antah berantah yang belum lama mereka kenal? Astaga, apa sebegitu besarkah pengaruh fisik pada pertemanan laki-laki itu?

Tiba-tiba ponselku berdering, waktu kulihat ternyata Fero yang menelepon. Aku langsung mereject panggilannya. Semenit kemudian dia menelepon lagi, namun aku tetap melakukan hal yang sama.

Entahlah, aku hanya tak mau bicara apapun dengannya sekarang. Aku marah. Aku sakit. Aku kecewa. Dia benar-benar telah menghancurkan kepercayaanku. Kalau dia benar menghargai, dia tak akan sampai hati menyakiti.

Aku tidak tahu lagi bagaimana akan bersikap padanya. Bayangan itu masih terlalu nyata dan pedih. Mungkin juga tak akan pernah kulupakan seumur hidupku.

Lalu aku teringat pada masa lalu kami. Masa di mana dia begitu banyak memperjuangkan aku. Masa di mana dia berkorban sampai tidak tahu bahaya. Masa di mana semuanya masih indah sebelum kehadiran seorang Nagia.

Lalu apa artinya semua itu kalau ternyata pada akhirnya dia juga yang berperan sebagai pemberi luka paling hebat? Apa dia lupa pada perjuangannya sendiri? Apa dia lupa bagaimana kami saling menguatkan satu sama lain? Atau memang baginya sekarang ... aku sudah tidak ada artinya lagi?

Aku bahkan tak pernah rela jika Nagia sampai bisa menyentuhnya. Tapi ini? Gadis itu malah menang banyak bisa mencicipi sesuatu yang kupikir cuma aku saja yang bisa merasakannya.

PreferTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang