[29] Akhir perjalanan panjang

37.6K 4.5K 987
                                    

"Dia, orang yang mengajariku kalau hidup tidak sekedar minum dan makan. Memberiku arti jika rumah bukan soal tempat, tapi soal rasa. Karena bagaimanapun bentuk atapnya, yang terpenting dengan siapa kita di dalamnya."

Banda Neira - Sampai jadi debu🎵

Play the mulmed! Go!💘


Ada satu kesalahan yang kerap terjadi pada manusia. Beberapa manusia seringkali hanya ingin mengutarakan apa yang ada dalam hati dan pikirannya, tanpa tahu bagaimana caranya mendengarkan.

Padahal, perbandingan jumlah antara mulut dan telinga, cukup membuktikan bahwa selayaknya manusia lebih banyak mendengar daripada berbicara.

Namun, di situlah letak kesalahannya.

Manusia sering lupa. Perselisihan yang disebabkan salah paham, terjadi karena tidak ada proses pertukaran pesan dengan benar. Dan faktor pemicunya adalah, ketika mulut bekerja lebih banyak dari telinga. Ketika ajang berargumen lebih memuaskan dibanding mendengar penjelasan orang lain. Ketika mendengar hanya sebatas untuk membalas argumen itu sendiri, bukan untuk memahami.

Besarnya ego dan tingginya gengsi, menjadi salah satu penyebab hal itu terjadi. Kadang, ada beberapa orang yang justru tak mau tahu sudut pandang orang lain, selain dirinya sendiri. Selain perspektifnya yang belum tentu juga benar terbukti.

Seperti halnya aku, yang tanpa sadar terus memasok bahan bakar untuk api masalahku sendiri. Serangkaian drama yang terjadi di hari lalu, membuatku mengerti jika aku termasuk golongan orang yang kusebutkan tadi.

Ya, terlalu banyak masalah yang awalnya cuma sekelumit, bertambah semakin rumit. Semua itu terjadi karena aku hanya mementingkan egoku. Tanpa mau mencari tahu, tanpa mau mendengarkan lebih banyak, dan tanpa tahu bertindak.

Jika saja aku mau mendengar omongan Fero soal siapa Kak Enggar, mungkin aku tak akan memiliki cerita pahit bersamanya. Mungkin tragedi itu tak pernah terjadi. Mungkin hari ini, aku masih menjadi Fresha tangguh seperti dulu. Sebelum tergerus ingatan-ingatan pilu yang merajang mentalku.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Aku malah mengantarkan diriku sendiri ke lembah keterpurukan. Lalu menyesalinya di sisa-sisa hidupku sekarang.

Jika saja Fero mau mendengar omonganku soal Nagia, mungkin lelaki itu tak akan bernasib seperti saat ini. Dia tak perlu repot mengejarku untuk memberi penjelasan. Dia tak perlu bersikeras sampai harus banyak berkorban. Dia akan aman, berada di sisiku bersama hati yang penuh kepercayaan.

Seandainya aku dan Fero berbesar hati menanggalkan atribut gengsi di diri kami, mungkin masalah ini tak pernah sampai pada kata kacau. Seandainya kami lebih saling mendengarkan satu sama lain, barangkali hubungan kami jauh dari belenggu risau.

Nyatanya, semua harapan itu cuma berakhir kesia-siaan. Kata jika hanya sekadar aksara tak bermakna. Tak ada lagi yang dapat mengubah apapun yang terjadi. Semua akan tetap sama pada porsinya.

Sekarang, kami hanya tinggal memperbaiki apa yang bisa diperbaiki. Membenahi hal-hal yang masih bisa dibenahi. Berdamai dengan masa lalu, serta memaafkan kesalahan yang dulu-dulu.

Bagiku, tak ada yang lebih indah dari sabarnya dua pasang kekasih yang tetap tinggal ketika masalah menyeret-nyeret mereka untuk saling melarikan diri.

PreferTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang