[16] Nagia panas

33.3K 4.5K 1.4K
                                    

"Jangan sentuh apa yang sudah jadi milikku, atau aku akan jadi aktris terbaik yang berperan dalam mimpi burukmu."

Di antara ketujuh manusia yang tergabung dalam Seven Gerrard, aku hampir pernah punya masalah dengan masing-masing di antara mereka. Entah itu cuma salah paham, perbedaan pendapat, bahkan hal-hal lain yang menyebabkan keributan besar.

Yang pertama, Dion. Ketika itu kami ribut karena aku melaporkan kejadian Fero dkk yang merokok pada Pak Haris. Anak itu marah. Tidak terima temannya dilaporkan dan hampir didrop out dari sekolah.

Yang kedua, Kemal. Bukan rahasia umum lagi kalau laki-laki itu masih suka sensitif terhadapku. Entahlah, aku juga tidak tahu kenapa dia begitu ketus. Setiap apa-apa yang kulakukan, biasanya selalu mendapat kecaman. Sampai sekarang pun, aku juga masih ragu dia benar-benar sudah menerimaku apa belum.

Ketiga, hmm ... Althaf. Peristiwa saat dia menolakku terang-terangan kala itu agaknya membuat perasaanku terpukul. Belum lagi ketika dia tiba-tiba bisa berbalik menyukaiku. Kami harus berkonfrontasi karena pada saat itu aku sudah bersama dengan Fero.

Yang keempat, kurasa kalian sudah tahu. Ya, Fero. Ah, aku malas kalau harus menceritakan kejadian di mana kami ribut besar kemarin. Insiden ketika Fero memberi napas buatan pada Nagia hampir saja membuatku berkeputusan untuk memutuskan hubungan dengannya.

Tinggal David, Reynold dan Galih...

Kurasa, Galih yang akan jadi urutan selanjutnya.

Tidak, tidak. Bukan rasanya lagi, memang aku sedang bermasalah dengan dia saat ini.

Sebenarnya, Galih itu termasuk temanku yang tidak suka cari perkara dengan orang lain. Walaupun dia tergabung dalam geng pentolan yang isinya para troublemaker, kupikir Galih tak sebrutal itu. Dan jika memang kami harus terlibat konflik, aku bersumpah akan mengutuk siapapun yang jadi penyebabnya.

Seperti sekarang ini, lelaki itu terus menatapku seolah aku ini orang asing tidak punya kerjaan yang terlalu rajin mengurusi hidupnya. Dia tampak jengah. Atau mungkin tengah dirundung rasa lelah.

"Gue minta maaf, Gal."

Rasanya, suaraku masih belum mampu memecahkan keheningan dalam bola matanya. Rasanya, suaraku masih kalah oleh suara angin yang lewat barusan. Meski kantin ini cuma ada beberapa mahasiswa saja, tapi di kepalaku seperti ada huru-hara para mahasiswa demonstran yang saling meneriaki aspirasi mereka. Penuh, riuh dan sesak.

"Gue tau. Nggak seharusnya gue ngelakuin itu. Gue cuma...," kalimatku terhenti. Kulirik Fero di sebelah, dia kemudian berdeham.

"Fresha cuma lagi dalam kondisi nggak baik kemaren. Makanya dia jadi nggak bisa ngontrol dirinya sendiri," Fero menyambung kalimatku yang putus. Aku sedikit lega dia membantuku bicara.

"Emang keadaan lo seburuk apa? Sampe bisa-bisanya ngedorong orang masuk kolam, huh?" tanya Galih, sengit. Kulirik lelaki itu sekilas, lalu menunduk lagi.

"Okeh. Gini," Fero menegakkan tubuhnya seolah akan memberi penjelasan pada Galih. Semua perhatian anak-anak Seven Gerrard pun beralih padanya. Termasuk Reynold dan Kemal yang sedari tadi sibuk memainkan ponsel.

"Fresha itu, belom terbiasa sama orang-orang baru yang masuk di geng kita. Dia butuh adaptasi buat nerima Nagia," kata Fero. Sejurus kemudian, kami saling melempar tatapan. Entahlah, aku hanya ingin mempercayakan masalah ini kepadanya.

PreferTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang