[03] Rasa tidak suka

48.1K 4.6K 353
                                    

"Harusnya lo ngenalinnya ke Fresha doang, Gal! Kita-kita mah udah kenal!" Ucap Reynold sambil terkekeh. Kulihat teman-temanku yang lain, semuanya juga ikut tertawa.

Aku jadi tidak paham. Maksudnya sudah kenal?

"Nagia ini temen sekelas kita, Fre." Seperti tahu akan kegusaranku, Althaf akhirnya memberi informasi. Reynold dan David pun mengangguk seolah membenarkan ucapan Althaf.

Aku langsung menoleh pada Nagia. Dia lantas tersenyum lepas sampai deretan giginya terlihat. Karena menyadari posisiku awkward, aku lalu berseru padanya. "Ohhhh, anak arsitektur juga ya?"

Nagia menjawab, "iya. Fre."

Lagi-lagi dia tersenyum. Sepertinya memang hobi.

Aku jadi berspekulasi sendiri memandanginya. Untuk ukuran mahasiswa fakultas teknik, dia pasti jadi incaran banyak laki-laki di sana. Sudahlah fakultas itu punya mahasiswa perempuan sedikit, sekali ada malah yang cantiknya seperti dia. Gadis itu benar-benar menjadikan dirinya bak primadona.

Kemudian aku bergeser, menyisakan ruang di bangkuku agar bisa Nagia duduki. Kupanggil gadis itu untuk duduk di dekatku, namun ia menolak dan memilih berdiri saja di dekat Galih dan Reynold.

Oh, ya sudah. Kukira dia memang suka berdiri.

"Nggak jadi disuapin nih?" Tiba-tiba suara Fero mengagetkanku. Aku hampir ketawa melihat ekspresi cemberutnya yang lebih mirip soang lapar tersebut.

Segera saja kubuka lagi paket ayam kremes tadi. Menyendokkan sedikit nasi dengan suwiran daging ayam di atasnya. Fero meminta ayamnya diberi tambahan sambal. Kuturuti saja kemauan lelaki itu sambil sok menasehati kalau terlalu banyak sambal itu tidak bagus. Ya kalian tau lah. Perhatian-perhatian kecil khas orang pacaran.

Saat aku menyuapkan ke mulutnya, aku tidak tahu kalau tumpukan nasi di atas sendok yang kubuat terlalu tinggi. Sehingga menyebabkan makanan itu jatuh tepat di atas kaos Fero. Dan membuat lelaki itu refleks berkata, "yahh, jatoh!"

Bercak sambal menempel pada bagian tengah kaos lelaki itu. Dia lantas berdiri untuk membuat nasi yang ada di kaosnya jatuh ke tanah. Melihat dia seperti itu, timbul rasa tidak enak sekaligus geli di dalam diriku.

"Yahh, kotor deh. Maaf, Fer."

"Iye, nggak papa," katanya santai. "Kamu ada tisu nggak, Fre?"

Kubuka tasku guna mencari sebungkus tissu untuk Fero. Namun setelah lama mencari, barang itu tak juga ada. Begitu pula saat aku menggeledah bagian-bagian kecilnya. Semua kosong.

Ah, aku baru ingat.

Aku mana pernah membawa tisu.

"Gue bawa tisu kok, Fer." Ucap Nagia sambil ikut menggeledah tas sandang miliknya. Sejurus kemudian, satu pack tissu isi 50 sheets keluar dari sana. "Nih, pake ini aja."

Fero langsung mengambil tisu tersebut, ia juga mengucapkan terima kasih pada Nagia. "Thanks, Gi."

"Noh, Fre. Jadi cewek kayak Nagia dikit dong. Hal-hal kecil kayak tisu gitu dibawa. Elo cewek tapi isi tas lo paling cargeran hape sama bon parkir doang," ledek Galih sambil tangan kirinya melingkar di bahu Nagia. Dia seolah sedang bangga gadis di sebelahnya itu melakukan tugas sebagai perempuan dengan baik.

PreferTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang