[02] Siapa dia?

49.5K 4.8K 211
                                    

Baru saja aku ingin mengeluarkan suara untuk menyapa Michi yang masih sibuk dengan benda pipih di tangannya, gadis itu mendongak dan menoleh padaku.

Michi menatap dengan pandangan aneh. Dia seperti canggung juga bertemu denganku di sini. Aku dapat menebaknya dari pancaran mata serta bibir yang terlipat menjadi segaris itu.

Akhirnya, aku memutuskan untuk senyum padanya. Ya! Sebisa mungkin senyumanku kubuat lepas seolah tak ada masalah apa-apa di antara kami berdua. Dan tanpa kuduga, Michi membalas senyumanku walau tak terkesan ceria seperti dulu.

"Fre? Ngambil ijazah juga?"

Lebih dari yang kukira, Michi malah melempar pertanyaan. Dan itu membuatku lega.

"Iya nih. Lo juga?" tanyaku balik.

Michi mengangguk, "iya." Ada jeda lima detik setelah itu. "Lo kuliah di mana?"

Semakin terkembang senyum yang tertaut di bibirku. "Gue di Trisakti. Kalo lo?"

"Ohh. Gue di LSPR, kalo Najla sama Fiona di Binus," jawab Michi ikut-ikutan mengembangkan senyum.

Dari dalam toilet, keluar Najla dan Fiona sambil merapikan tatanan rambut mereka. Dan pada saat mereka melihatku, mereka sama kagetnya dengan Michi tadi.

Tak ada yang bisa kulakukan selain tersenyum pada dua gadis cantik itu. Aku pun berharap mereka membalas sapaanku seperti Michi membalasku pula.

"Chi? Udah yuk? Gue ada kuliah sore bentar lagi," ajak Najla tanpa mengindahkan keberadaanku di antara mereka.

"Hah? Oh, ya udah, yuk!" Balas Michi terbata sambil sesekali mencuri pandang ke arahku.

Bersamaan dengan itu, Najla pun melenggang lebih dulu meninggalkan kedua temannya. Aku pun memutar badan seiring ke mana arah gadis itu pergi. Dan menggigit bibir memandangi punggungnya yang menghilang di belokan lorong.

Kulihat Fiona sempat menoleh padaku seperti mau tersenyum walau pada kenyataannya tidak. Gadis itu pergi menyusul Najla tanpa mengucap sepatah katapun.

Sementara Michi, dia tampak ingin bergegas juga. Namun tertahan karena tiba-tiba cewek itu mengucapkan kalimat yang lebih mirip sebagai ucapan selamat tinggal.

"Gue balik dulu ya, Fre? Kapan-kapan kita ketemu lagi. Bye!"

Bertepatan setelah kata bye disebut, gadis itu pun berlari-lari kecil mengejar Najla dan Fiona yang telah hilang dari pandangan kami. Aku hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum ketika gadis itu dadah-dadah kilat padaku.

Ah, mereka.

Entahlah... aku masih tidak habis pikir kenapa mereka mau-maunya perang dingin seperti ini. Apa mereka tidak capek? Apa mereka belum mengerti juga bagaimana caranya memaafkan teman?

Atau, apa mungkin sebenarnya mereka peduli? Hanya saja, terhalang oleh gengsi?


"Lama banget sih di dalem? Foto-foto dulu ya di kaca?"

Aku perlu menarik napas dan mengusap-usap dada karena melihat Fero di depan pintu toilet sambil bersidekap. Huh! Cowok itu! Hampir saja aku jantungan dibuatnya.

"Kamu?! Ngapain sih diri di sini? Bikin aku kaget aja tau nggak!?" ucapku sambil mengatur tarikan napas. Bagaimana aku melihat tubuh jangkung lelaki itu berdiri di dekat pintu jelas saja membuatku terperanjat kaget.

PreferTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang