"Tak ada yang lebih menyebalkan dari apapun selain saat kau melihatnya bersama yang lain, hatimu menjerit namun bibirmu terkunci rapat."
➖
Kalau disuruh memilih, aku tidak takut kalau harus melawan seseorang yang memang jelas mengikrarkan diri sebagai musuh di depanku. Daripada melawan orang yang dari luar bak anjing puddle, tapi di dalam bak anjing herder.
Sungguh, melawan orang yang kovernya baik tidaklah mudah. Belum lagi sandiwara dan segala tipu muslihatnya yang membuatku bingung harus menaklukannya dari sisi mana.
Untuk itu, aku harus pakai cara yang pintar. Menghadapi Nagia yang jago seni peran membuatku harus berseni peran pula. Kata lainnya, aku memang wajib mengikuti ke mana arah permainan anak itu. Jika dia sanggup mengajakku bermain, maka akan kutunjukkan padanya seberapa bahaya permainan yang dia mulai tersebut.
Seperti sekarang ini, aku masih berusaha tenang memerhatikan Nagia tertawa bersama David dan Reynold di ujung sana. Sesekali suara decihan kesal keluar refleks dari mulutku. Namun sekali lagi, aku berusaha tetap kalem.
Sore hari di penghujung minggu sebelum ujian akhir semester dilaksanakan, aku dan anak-anak Seven Gerrard sedang berkumpul di rumah Althaf. Agendanya ya seputar barbekiuan. Atau paling tidak main uno sambil coret-coretan wajah.
Sebelumnya, aku tidak pernah sediam ini kalau ada acara kumpul begini. Tapi yang kali ini, aku merasa ada yang janggal. Menyaksikan satu orang asing sedang berada di tengah-tengah kami. Bersikap lugu lembut dengan banyak rencana jahat di dalam dirinya.
Tapi sepandai-pandainya dia mengelabui mangsa, tetap saja akan ketahuan di depan seorang Fresha. Dia sepertinya lupa kalau lawannya ini punya insting kuat yang seringkali terbukti benar. Atau sebenarnya malah dia belum tahu saja?
"Fre? Lo ngapain diem di situ? Sini, oii, bantuin Nagia!" Teriak Galih dari tempatnya. Posisiku sekarang memang sedang duduk di gazebo rumah Althaf, dan mereka sedang berkumpul dekat kolam renang mengitari panggangan barbekiu.
Mereka yang kusebut adalah Galih, David, Reynold, Kemal, Dion dan Nagia. Sementara Althaf dan Fero, tadi mereka keluar sebentar. Entahlah ke mana. Mau beli batu gaple katanya.
Aku mendengus. Tak suka jika keadaanku seolah-olah dianggap cuma tim hore di sini. Berbanding terbalik dengan Nagia yang sedang menjadi point of view karena dia memanggang daging. Ah, aku menjadi kesal dengan teman-temanku sekarang. Dasar ada perempuan yang cantik sedikit saja, langsung lupa pada teman lama.
Tapi aku tidak boleh sepenuhnya menyalahkan Galih dkk, kalau masalah ini sumbernya adalah perempuan yang sekarang memakai terusan garis-garis selutut itu. Dia yang membuat teman-temanku jadi lupa. Dia yang membuat Feroku bahkan telah terperdaya.
Baiklah, aku akan ke sana sekarang. Akan kuikuti gaya aktingnya yang amatir itu. Biar kuperlihatkan padanya kalau berhadapan dengan Fresha Ainnabilla adalah sebuah kesalahan besar.
Karena kupikir, aku akan membuat dia angkat kaki dari rumah ini tanpa harus kusuruh pergi.
"Udah mateng?" tanyaku sok akrab saat aku menghampiri Nagia. Gadis itu mengangguk-angguk.
"Nih yang udah mateng," katanya sambil menyodorkan daging panggang yang masih berasap. Aku lantas mengambil dan mengamati setiap sudut daging itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prefer
Romance[completed] "No matter how much we argue, I prefer stay at you." Sequel FRE & FER Copyrights®️ September 2017 by Rishaatp. SEDANG DIREVISI (Cerita ini hanya untuk kepentingan seru-seruan di wattpad. Dan tidak akan pernah diterbitkan)