"Semoga dalam kisah kita, bukan hanya aku saja yang memperjuangkan. Tapi kamu juga."
➖
Malam itu, Nagia mengancamku. Ah, aku tak tahu pasti apakah itu sebuah ancaman atau malah peringatan. Yang jelas, apa yang dia lakukan kemarin, membuatku sadar sekali lagi kalau dia memang bukan lawan yang sembarangan.
Kupikir, diam dan tak melakukan apapun bukanlah solusi yang tepat untuk saat ini. Aku harus terus bergerak. Menyalip setiap rencana-rencana jahat yang mungkin telah gadis itu persiapkan.
Karena terus terang saja, apa yang dia lontarkan kemarin cukup membekas dalam ingatanku. Aku penasaran kenapa Nagia bisa bilang begitu. Aku ingin tahu apa yang sedang dia rencanakan terhadapku.
Karena mendadak aku juga menjadi takut.
Aku takut ini akan melibatkan banyak orang. Aku takut ini akan berbuntut kontradiksi panjang. Aku juga takut ini akan berujung pada masalah keselamatan.
Namun, aku juga tak mau kalah dengan kondisiku saat ini. Kalau Nagia bisa membuat keadaan seolah memihak padanya, kupastikan Tuhan yang berada di pihakku.
"Fre?" panggil Natly. "Kenapa diem mulu sih dari tadi? Mikirin apaan? Tugas Pak Bagyo?"
Aku menggeleng lemah. Lalu tersenyum pada Natly.
"Fresha?" panggil Radin. Temanku itu sudah kembali ke kampus. Tak ada yang berubah darinya, hanya saja, dia jadi lebih sensitif pada laki-laki.
"Masalah apa?" Radin bertanya. Lebih dari yang kubayangkan, ternyata Radin tahu aku sedang ada masalah. Gadis itu malah langsung menanyakan pokok masalah yang sedang kuhadapi.
"Cerita sama gue. Sama Natly juga. Jangan lo pendem sendiri," sambungnya lagi.
"Kenapa sih, Din? Ada aja orang yang pengen ngerusak kebahagiaan kita. Padahal kita nggak pernah sekalipun gangguin mereka," sepertinya aku akan bercerita panjang pada dua gadis itu.
Suasana kelas terbilang cukup sepi untuk jadwal kuliah hari ini. Sejam lagi, mata kuliah Nirmana akan dilaksanakan. Aku, Natly dan Radin langsung mengambil tempat di pojok kanan. Posisi tersebut konon katanya strategis. Makanya harus rebutan.
Radin menghela napas. Aku kontan menoleh padanya. Lupa, kalau dia juga pernah merasakan hal yang sama denganku. Malah masalah yang ia punya justru lebih menyedihkan lagi.
"Din, gue nggak maksud ngingetin–"
"Kadang-kadang, ada saat di mana sesuatu yang kita punya nyaris hilang di depan mata. Bukan karena kita nggak bisa menjaganya, tapi karena Tuhan mau liat seberapa besar perasaan kita." Jelas Radin sambil tersenyum. Aku tahu itu senyuman paling rapuh yang ia punya.
"Lo nggak bakal tau seberapa besar perasaan lo kalau lo belum kehilangan dia, Fre." Kata Radin lagi. Kulihat Natly memajukan kursinya, mulai menyimak.
"Lo juga nggak bakal tau seberapa besar perasaan yang lo punya sebelum lo liat ada orang lain yang pengen ngerebut dia," air mata Radin menetes. Sepertinya dia teringat kejadian itu lagi.
Kuusap lengan kiri Radin untuk menenangkannya. Natly pun melakukan hal yang sama. Sedangkan Radin menunduk. Lalu kepala kami menyatu secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prefer
Romance[completed] "No matter how much we argue, I prefer stay at you." Sequel FRE & FER Copyrights®️ September 2017 by Rishaatp. SEDANG DIREVISI (Cerita ini hanya untuk kepentingan seru-seruan di wattpad. Dan tidak akan pernah diterbitkan)