[10] Are you bitjh?

32.1K 3.9K 654
                                    

"Apa yang lebih menggoda dari ayam crispi bertabur wijen dengan balutan keju mozarella di sekelilingnya?"

"Pacar orang."

Seringkali aku mengira, jika di dunia ini, cuma aku yang dibolehkan Tuhan menyayangi Fero seutuhnya. Aku lupa, kalau penduduk bumi jumlahnya banyak. Aku lupa kalau siapa saja berhak mencinta. Aku juga lupa kalau aku tak punya kuasa menahan semua perasaan mereka. Dan terakhir, aku lupa lagi siapa yang sedang bersamaku selama ini. Bagaimana pesonanya, kharismanya, sampai kepribadiannya yang kuyakin punya daya tarik tersendiri di mata orang lain.

Fero itu laki-laki yang beda. Dia memang tak se-sempurna tokoh utama di cerita fiksi. Dia tak seganteng aktor-aktor di televisi, dia juga tak sepintar para sastrawan muda yang banyak menciptakan karya. Fero hanyalah seonggok daging hidup yang kalau ngomong satu dijawab sepuluh, dan kalau sudah tidak suka dengan orang bawaannya mengajak gaduh.

Tapi yang seperti kalian tahu, Fero punya sesuatu yang lain di dirinya. Aku memang harus sadar hal itu. Ya! Aku harus selalu sadar! Aku harus ingat bahwa dulu perempuan secantik Alessia saja bisa suka padanya. Tak menampik kemungkinan kalau ada lagi yang mungkin akan menyukai Fero.

Nagia misalnya.

Astaga. Aku bahkan baru sadar kalau perempuan yang suka pada Fero cantik-cantik semua. Aku malah jadi kepikiran kenapa dia justru menyukai gadis biasa seperti aku. Atau aku ini cantik sebenarnya? Ah, kalau aku berkata begitu di depan anak-anak Seven Gerrard, pasti mereka tertawa.

"Fre! Bengong mulu lo! Itu cutter lo simpen dulu!"

Aku tersentak dan langsung mendongak ke arah gadis yang kini tengah berdiri persis di sebelahku. Gadis yang sekarang memakai blouse warna hitam itu memasang ekspresi agak ngeri.

Wajar juga, di tanganku memang sedang tergenggam sebilah cutter bekas praktik membuat desain tadi. Dan mungkin ia memergokiku melamun sambil menaik turunkan mata cutter itu. Persis seperti psikopat di film thriller.

"Gue cabut dulu ya sama Radin? Udah ditungguin Bang Satria nihh di parkiran!" Kata Natly setelah aku tertawa sebentar. Sekarang rasa geliku berubah jadi bingung ketika mendengar penuturannya.

"Lo pada mau ke mana? Gue nggak diajak nih?" Aku sok mengiba. Tak lama, Radin duduk di bangku sebelah kiriku. Bersama dengan tas jinjing yang sudah penuh. Mereka sudah beres-beres ternyata.

"Mau makan siang bareng. Tadinya sih kita pengen ngajak elo juga, tapi noh!" Kepala Natly menoleh ke arah pintu. "Penjaga lo dateng! Mau ketemuan tuh kayaknya!"

Tanpa disuruh, aku langsung menelengkan kepala ke arah pintu. Walau tak menemukan sosok siapa-siapa, tapi sepertinya orang yang dimaksud Natly memang ada di balik sana.

"Ya udah! Gue sama Radin jalan dulu ya, Fre? Ntar kalo lo mau nyusul, susul aja! Ada resto baru buka di GI, jadi gue mau make free voucher grand opening-nya. Ya lo tau lah isi kepala mahasiswa kayak gue gimana!" Ujar Natly yang kemudian membuat Radin beranjak. Keduanya sama-sama tertawa.

"Peka banget lu ya sama yang gratisan!" Balasku. "Ya udah, ntar gue kabarin lo deh."

Natly tampak berkata oke walau tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Dia pun lantas pergi bersama Radin yang dadah-dadah kepadaku. Saat keduanya sampai di dekat pintu, dapat kulihat jika Natly sedang memberikan senyum kilat pada seseorang. Dan itu yang membuatku penasaran sekarang.

PreferTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang