[27] Duka

43.7K 5.2K 1.6K
                                    

"Jatuh cinta; sepaket dengan tragedi dan drama. Kau harus siap menghadapi semuanya."

Honestly, dari bab 1 sampe sekarang, gue selalu dengerin lagu di mulmed. Gatau kenapa. Musiknya kayak bisa menginterpretasikan cerita ini.

Buat kalian yang sedikit lupa ama jalan ceritanya, silakan baca ulang bab sebelumnya👈😅

Ada satu hal yang membuatku tidak mengerti. Bagaimana bisa ada orang yang mau melakukan hal-hal konyol demi sesuatu yang mungkin tak pernah berdampak untuknya sama sekali.

Meski begitu, mereka tetap terus berbuat demikian karena cinta adalah satu-satunya alasan. Mereka terus berlaku seperti itu seolah hal tersebut bukanlah sesuatu yang lucu.

Bahkan, bukan hanya hal konyol atau bodoh saja yang dapat mereka perbuat. Serangkaian hal nekat pun bisa mereka lakukan demi satu kata pengakuan; cinta.

Ada kalanya, cinta memang sejenaka itu. Bisa membuat orang melakukan hal-hal yang tak pernah ia sadari. Melakukan apapun yang mempertaruhkan harga diri.

Biar begitu, aku tak mau menyalahkan cinta itu sendiri. Siapa saja pasti pernah melakukan hal bodoh demi orang yang dia sayangi. Aku juga. Fero pun sama.

Seperti halnya yang dia lakukan kemarin. Aku benar-benar tak habis pikir bagaimana bisa ia menjadi badut Kota Tua tanpa sedikit pun kuketahui. Lebih parahnya, aku bahkan tak menyangka takdir apa yang mempertemukan kami berdua seolah semuanya hanya kebetulan saja.

Apa dia mengikutiku lagi?

Sejak kapan?

Sejak aku menginjakkan kaki keluar rumah?

Apa dia juga mengikuti sampai ke Stasiun Senen dan Terminal Pulo Gebang?

Astaga! Kenapa aku menjadi horror sendiri dengan semua ini. Kenyataan bahwa lelaki itu benar-benar menguntitku ke manapun aku pergi membuatku jadi ngeri.

Lalu, jika Fero memang sampai ke Terminal dan menyaksikanku membeli tiket, berarti ... dia sudah tahu kalau aku mau berangkat ke Jogja.

Ah, aku tak tahu bagaimana perasaannya ketika mengetahui keberangkatanku. Satu-satunya yang kupikirkan adalah, aku takut Fero malah ikut ke Jogja secara diam-diam.

Karena jujur, aku tak ingin sampai itu terjadi. Aku mau Fero tetap di sini. Di Jakarta. Aku tak mau dia nekat mengikutiku ke Jogja karena aku juga sudah berniat untuk berjarak sejenak dengannya. Biarlah kami sendiri-sendiri dulu. Sampai aku bisa mengembalikan jiwaku lagi yang pernah lenyap dibuat lelaki itu.

Jadi, aku tak akan membiarkan dia memiliki celah kali ini. Aku harus memantau keadaan sekitarku agar tetap steril dari jangkauannya.

Kukemas lagi barang bawaanku ke dalam koper. Membuatnya penuh sampai tak tersisa ruang lagi untuk tempat penyimpanan. Setelah itu, aku berganti pakaian. Kupikir setelan celana jeans dan sweater rajut akan membuatku hangat di perjalanan.

Hingga ketika panggilan Ayah terdengar dari ruang tengah, aku pun bergegas menggeret koper ke luar kamar sambil menenteng sepatu Converse di tangan.

"Udah siap?" tanya Ayah. Aku lantas mengangguk. Sejurus kemudian, lelaki itu mengambil alih koperku untuk dia seret ke mobil.

PreferTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang