"Lalu, bagaimana akhirnya kita? Apakah berpisah menjadi satu-satunya hal yang waras dilakukan?"
➖
Kenyataannya, kepribadianku tak sebaik yang orang pikirkan di luar sana. Lebih dari yang mereka kira, aku hanyalah seorang perempuan pembuat seribu satu macam kesalahan. Yang mana, kesalahan-kesalahan itu lah yang membentukku memiliki nasib seperti sekarang.
Kadang-kadang, aku bertindak sembarangan. Ah, tidak. Bukan kadang-kadang. Sepertinya memang selalu begitu. Melakukan sesuatu tanpa pikir panjang. Memutuskan sesuatu tergantung bagaimana kata hatiku saat itu.
Rasanya, aku lupa kalau setiap manusia diciptakan dengan logika. Aku bahkan tak tahu di mana logikaku sendiri saking seringnya aku hanya bermain dengan hati.
Kutebak, kalian juga paham bagaimana karakterku. Siapa lagi gadis yang pernah percaya diri menganggap seorang laki-laki menyukainya kalau bukan Fresha? Siapa lagi gadis yang berani mengutarakan perasaan walau akhirnya menanggung luka?
Masih ingatkah?
Lalu, siapa lagi gadis gila yang rela menunggu di emperan toko selama lebih dari tiga bulan? Siapa gadis gila yang dengan beraninya mendorong seorang perempuan ke kolam renang?
Kupikir, aku memang se-freak itu. Fresha yang kalian kenal tak lebih dari seorang gadis yang kekanak-kanakan. Namun dari pada itu, aku hanyalah manusia. Yang pasti tak sesempurna karakter-karakter fiksi yang kalian baca.
Seringkali, aku mengutuk diriku sendiri. Atas hal-hal bodoh yang kulakukan tanpa pertimbangan. Terkadang, aku heran. Mengapa bisa ada orang yang mau-maunya jatuh di lubang yang sama, tanpa berpikir bagaimana caranya mengevaluasi keadaan.
Lama aku merenungi perbuatan apa yang telah kukerjakan belakangan ini. Semuanya hanya berakhir kesia-siaan belaka. Ingin menjebak Nagia, malah aku yang dijebak. Ingin membuat Fero sadar jika aku tak suka, malah dia yang makin membuatku patah.
Aku benar-benar bodoh. Fresha yang dulunya cerdik dan lihai kini tak lebih dari seekor keledai dungu yang emosinya gampang tersulut.
Mengapa berhadapan dengan Nagia saja seolah merampas seluruh akal yang kupunya? Mengapa aku menjadi hilang kendali di depannya?
Memang seberapa dahsyat dia?
Demi Tuhan, aku merasa hilang arah. Aku tak tahu lagi langkah apa yang akan kutempuh selanjutnya. Aku terlalu gegabah sampai selalu salah langkah. Kumohon, jangan maki aku karena aku juga sudah lelah.
Jujur, aku tak ingin semua ini terjadi. Aku tak ingin berpisah dengan Fero. Aku tak mau jauh darinya. Ingin sekali kupercayai dia. Tapi sungguh, aku bimbang. Dan perasaan bimbang ini sulit sekali dijelaskan.
Ada satu sisi di dalam diriku yang percaya Fero tidak berkhianat. Satu sisi itu terletak di hati. Namun ada sisi lain yang mengatakan jika lelaki itu memang sudah ingkar. Dan sisi tersebut adalah logika.
Aku sadar. Jika selama ini selalu mengeterbelakangkan urusan logika. Padahal, fakta-faktanya sudah jelas di depan mata. Aku tak mau salah lagi. Aku tak mau membenarkan apa yang salah lagi.
Penjelasan-penjelasan Fero masih belum cukup kupercayai. Semuanya seolah masih opini. Dari dia yang mati-matian mempertahankanku agar tak pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prefer
Romance[completed] "No matter how much we argue, I prefer stay at you." Sequel FRE & FER Copyrights®️ September 2017 by Rishaatp. SEDANG DIREVISI (Cerita ini hanya untuk kepentingan seru-seruan di wattpad. Dan tidak akan pernah diterbitkan)