PEMBACA YANG BAIK ADALAH PEMBACA YANG MENGHARGAI KARYA PENULISNYA
"Ada yang berbeda dengan kedatanganmu kali ini"
Senja Rahina
-Senja dan Seberkas Cerita-
Farel menegakkan tubuhnya setelah menyender pada kursi terlalu lama. Dia sedikit melakukan peregangan, guna melemaskan otot otot tubuhnya yang menegang. Ia menatap layar ponselnya sebentar sebelum bersiap pamit pada gadis disampingnya untuk pergi dari tempat itu sekarang.
"Sen, gue ke kantin duluan ya, Nandia udah nungguin. Lo mau titip apa?" Farel merapikan bajunya yang kusut sehingga tidak sempat melihat ke arah lawan bicaranya.
"Nggak usah, gue mau balik ke kelas kok abis ini," tolak Senja. Ia lalu mengangsurkan tangannya meraih ponsel miliknya yang ada diatas nakas.
"Emang lo udah sehatan?" tanya Farel sambil memeriksa kondisi Senja dengan memperhatikan gadis itu lekat. Senja mendengus, "Gue kan cuma pura-pura pingsan tadi, gue nggak sakit kok," mendengar penuturan Senja, Farel lantas menganggukkan kepalanya. Ia tahu betul sifat Senja. Gadis itu tidak ingin dianggap lemah oleh siapa saja termasuk oleh Farel sekalipun.
"Yaudah deh, gue ke kantin duluan. Lo baliknya ke kelas hati-hati," tutur Farel sibuk memasukkan ponsel kedalam saku seragamnya.
"Yaelah, kaya jarak antara ruang uks sama kelas gue sejauh Jakarta- Bandung aja pake hati hati segala," Farel mendecak pelan. Ia mengacak puncak kepala Senja membuat gadis itu memajukan bibirnya beberapa senti karena tidak suka terhadap perlakuan Farel barusan.
"Iya deh iya," tak ingin memperpanjang masalah, Farel langsung membalikkan tubuhnya dan pergi meninggalkan Senja yang sedang berkutat merapikan rambutnya yang berantakan akibat ulah Farel.
-Senja dan Seberkas Cerita-
Senja memasuki ruang kelasnya dengan langkah gontai. Sebenarnya kondisi tubuhnya belum bisa dikatakan sepenuhnya telah sehat, ya dia berbohong pada Farel. Hanya saja,dia merasa tidak nyaman berada diruangan uks terlalu lama, Senja membenci obat obatan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan benda itu. Ia akan melakukan segala cara agar tidak berurusan dengan benda itu, salah satunya adalah dengan datang ke sekolah. Karena jika ia tetap berada dirumah, ibunya tidak akan segan segan memaksa Senja untuk pergi ke rumah sakit. Ibu Senja adalah orang yang mudah sekali cemas terhadap sesuatu bahkan pada hal yang kecil sekalipun.
Senja menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru kelasnya yang telah sepi. Tidak ada satu orang pun disana kecuali Senja. Teman-temannya pasti sedang asyik menikmati soto Buk San di kantin. Senja menduga pasti teman temannya mengira bahwa dia tidak masuk hari ini. Dengan badan yang masih lemas, Senja meletakkan tas ransel yang menggantung di bahunya keatas kursi tempat duduk miliknya. Senja mengerutkan keningnya, kala indra penglihatannya mendapati bangku dibelakangnya tidak kosong lagi. Sebuah tas berwarna hijau army telah duduk rapi disana.
"Lho, tas siapa nih?" gumam Senja sebelum mendudukkan dirinya dikursi.
"Mungkin si Edgar yang naruh tasnya asal," sambung Senja. Ia memilih untuk tidak mempedulikan siapa pemilik tas itu, kemudian ia meletakkan kepalanya di atas meja dan menggunakan tangannya sebagai bantal. Senja berusaha memejamkan matanya, kepala terasa sangat pusing saat ini.
Suara bel masuk membuat Senja mengurungkan niatnya untuk tidur. Ia memegangi pelipisnya dan mengurutnya perlahan. Kepalanya masih terasa berdenyut. Namun Senja menghiraukannya. Ia tidak ingin terlihat lemah hanya karena hal kecil semacam ini. Pandangan Senja mulai mengabur, ia bahkan tidak bisa melihat dengan jelas teman-temannya yang berlalu lalang masuk ke kelas. Senja menggelengkan kepalanya pelan, berniat mengusir rasa pusing yang semakin menjadi di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Seberkas Cerita
Teen Fiction[ON GOING-UPDATE SETIAP HARI MINGGU] "Pacaran yuk, Ra." Senja terhenyak. Otaknya seolah berhenti sejenak ketika kalimat sakral itu terlontar dari mulut Kelvin. Senja duduk membeku. Semuanya serba mendadak. Dari mulai Kelvin yang kembali muncul secar...