14. Guru Gagal Move On

30 10 3
                                    

PEMBACA YANG BAIK ADALAH PEMBACA YANG MENGHARGAI KARYA PENULISNYA

"Ku beri kau satu tantangan, terjemahkan segala rasa sakit yang kau limpahkan padaku. Apa kau sanggup?"

Erythrina Hernandia

-Senja dan Seberkas Cerita-

Agnes berulang kali merubah posisi duduknya. Dari raut wajahnya terlihat jelas jika cewek itu tengah gelisah. Ia mencondongkan badannya, sehingga matanya bisa mengintip pintu ruang kelasnya yang terbuka. Masih belum ada tanda-tanda kalau seseorang datang. Agnes membalikkan tubuhnya, pandangannya terpusat pada jarum jam yang terus bergerak mendekati angka tujuh. Sebentar lagi bel masuk pasti berbunyi.

Tepat sesaat sebelum bel berbunyi, Senja masuk kedalam kelas. Cewek itu berjalan santai tanpa mempedulikan Agnes yang telah mengalihkan pandangannya dari jam dinding. Senja mendekati bangkunya yang berada pada barisan ke tiga paling kiri. Kelas Senja selalu mengadakan rolling tempat duduk jadi bangku mereka berubah setiap seminggu sekali. Ia lalu menarik bangkunya sedikit menjauh dari bangku Agnes dan mendudukinya.

"Tumben, lo baru datang, gue kira lo bakalan telat," kata Agnes seraya mengelus dadanya bersyukur.

Senja membuang mukanya ke depan. Pak Hendra, guru sejarah berkepala plontos itu sangat disiplin ketika masuk ke kelas. Belum sampai bel selesai berbunyi, guru itu pasti sudah duduk manis di bangku kebesarannya. Andai saja, Senja telat masuk ke kelas sedetik saja, ia tidak akan diperbolehkan masuk oleh guru botak itu.

Agnes menggertakkan giginya. Senja tidak satupun membalas maupun menjawab pertanyaannya. Sahabatnya itu fokus mendengarkan penjelasan Pak Hendra didepan kelas. Agnes mengerling ke arah papan tulis. Pak Hendra tengah sibuk menuliskan beberapa kalimat. Agnes kemudian memanfaatkan kesibukan Pak Hendra dengan menggoyang-goyangkan tangan Senja yang terlipat di atas meja.

"Sen, Lo marah ya sama gue? Pasti soal kemarin?" tanya Agnes. Cewek itu masih setia memborbardir Senja dengan belasan pertanyaan,walaupun tak mendapat tanggapan.

Amarah Agnes berada di puncak, dia bangkit dari duduknya dan menggebrak meja keras, membuat seluruh penghuni kelas termasuk Pak Hendra menatapnya tajam. "Keluar kamu, Agnes!" bentak Pak Hendra seraya megacungkan spidol hitam yang beliau pegang. Agnes mengutuk dirinya. Ia berjalan meninggalkan bangkunya, tak lupa ia menoleh pada Senja yang masih acuh, seakan kejadian barusan tidak terjadi.

"Maafin gue, Nes. Abisnya lo ngeselin sih," batin Senja. Ia meraih pulpennya lalu mencatat beberapa materi yang Pak Hendra tulis di papan tulis.

-Senja dan Seberkas Cerita-

Sembilan puluh menit sudah, Agnes rela tidak mengikuti pelajaran sejarah. Jujur, Agnes senang karena tidak perlu mendengar dongeng Pak Hendra yang sangat membosankan. Begitu jam pelajaran kedua selesai, ia segera masuk ke dalam kelasnya. Pak Hendra yang sedang membereskan beberapa peralatannya di meja guru memberi Agnes pelototan. Agnes tak terpengaruh, toh pelajaran si guru gamon alias gagal move on -begitulah Agnes menyebutnya- telah usai jadi dia bisa masuk ke kelasnya lagi. Ya, sebutan guru gagal move on yang diberikan Agnes untuk Pak Hendra itu tentu bukan tanpa alasan. Agnes menjulukinya demikian lantaran guru itu tidak bosan-bosannya mengingat kejadian di masa lalu, kalau bukan gagal move on terus apa namanya?

Dicuekin sama sahabat pasti sangat tidak menyenangkan. Benar, itulah yang Agnes alami. Sehabis duduk kembali di bangkunya, ia kembali meminta maaf pada Senja. Namun, Senja diam saja. Agnes jadi bingung sendiri, harus bagaimana lagi ia meminta maaf pada Senja. Memang, Senja bukan tipikal orang yang bisa ngambek dalam waktu yang lama. Besok juga cewek itu pasti sudah bersikap biasa kepada Agnes. Masalahnya, Agnes itu gampang sekali khawatir, apalagi kalau sudah menyangkut sahabatnya yang marah karena ulahnya. Agnes tidak akan bisa tenang sampai Senja memaafkannya.

"Maafin gue dong, Sen. Kan gue kira lo bakalan pulang sama Kelvin kemarin," Ucap Agnes dengan memelankan kata Kelvin karena cowok itu duduk di belakang mereka.

"Pulang sama Kelvin darimananya? Yang ada gue pulang sama abang gojek, mana si abangnya lelet banget,"

Sebuah senyum terbit dari bibir Agnes. Meskipun tanggapan Senja dapat dikategorikan terlampau judes, tapi ia sudah cukup bersyukur karena cewek itu mau berbicara dengannya.

"Iyadeh, gue minta maaf lagi. Nanti malam lo jadi datang ke pesta ulang tahun gue kan?" tanya Agnes antusias. Ia menatap Senja dengan mata berbinar. Sedangkan yang dijadikan objek tatapan hanya memandang lurus ke depan.

"Nggak deh, gue nggak bisa datang nanti malam,"

"Yah, kan lo udah maafin gue. Masa nggak datang ke pesta ulang tahun sahabat sendiri?" Agnes memanyunkan bibirnya. Ia memberengut kecewa dengan jawaban Senja. Ia sangat ingin sahabatnya itu datang ke pesta ulang tahunnya.

"Kata siapa gue udah maafin lo? Gue belum maafin lo ya," tegas Senja. Agnes menghembuskan nafas kasar. Ia mengacak poninya. Tak peduli kalau rambutnya akan acak-acakan nanti. Kalau sudah seperti ini, Agnes tak akan bisa membujuk Senja sendiri, ia butuh bantuan seseorang yang bisa membuat Senja luluh.

-Senja dan Seberkas Cerita-

"Nes, bisa nggak sih lo nggak ngikutin gue terus?"

"Nggak bisa, pokoknya lo harus bantuin gue ngebujuk Senja biar mau datang ke pesta ulang tahun gue,"

Sedari tadi Agnes terus mengikuti kemana pun Kelvin pergi. Hanya Kelvinlah yang bisa membuat Senja mau datang ke pesta ulang tahunnya, begitulah pemikiran Agnes. Cewek itu sudah hampir menyudahi aksinya karena Kelvin tetap keukeh tak mau membantunya, tapi mengingat malam nanti adalah malam spesial baginya, ia tidak ingin orang terdekatnya termasuk sahabatnya tidak hadir dalam acara ini.

"Kan gue udah bilang, ini urusan kalian gue nggak mau ikut campur," putus Kelvin. Ia melanjutkan langkahnya. Dibelakangnya Agnes menggerutu kesal. Dengan langkah kaki yang dipercepat, Agnes berjalan mendahului Kelvin lalu berdiri didepan cowok itu. Hampir saja Kelvin menabrak Agnes, namun matanya cukup jeli untuk mengantisipasi hal itu. Agnes memasang tampang memohon, ia menempelkan kedua telapak tangannya didepan dada.

"Please, Vin. Bantuin gue. Masa sahabat gue nggak ada di pesta ulang tahun gue?"

Agnes melepaskan kedua telapak tangannya yang menempel satu sama lain. Tangan kanannya mengusap pelupuk matanya, padahal tak ada air mata yang jatuh disana. Kelvin menggelengkan kepalanya melihat sikap Agnes yang melankolis. Tak tega sebenarnya, tapi ia tak mau ikut campur dengan masalah orang lain. Lagipula, Senja bukanlah orang yang gampang dibujuk. Cewek itu keras kepala. Sangat susah untuk Kelvin membujuk Senja nantinya.

"Minggir lo," Kelvin mendorong pelan tubuh Agnes kesamping agar ia bisa lewat. Agnes tak mau mengalah, ia kembali menghadang Kelvin.

"Gue akan terus ngintilin lo sampai lo mau bantuin gue," kata Agnes.

Kelvin tersenyum miring, ia berdecak. "Ck, beneran lo mau ngintilin gue. Gue mau ke toilet. Kalo lo mau ngintilin gue, nggak papa kok," kata Kelvin.

Agnes terdiam, ia memutar badannya lalu mengarahkan penglihatannya keatas. Toilet laki-laki, itulah tulisan yang terpasang diatas ambang pintu yang ada didepannya. Agnes meneguk salivanya, tanpa diminta ia langsung menggeser tubuhnya dari hadapan Kelvin.

"Vin, lo kok gitu sih? Bantuin orang lain itu dapat pahala loh. Bantuin gue napa?" pinta Agnes ketika Kelvin keluar dari toilet.

Kelvin memandang Agnes iba. Cewek dihadapannya belum juga menyerah. Dengan berat hati, Kelvin akhirnya mengangguk. "Iya gue bantuin, tapi gue nggak janji kalo Senja bakalan datang ke pesta lo,"

"Gue yakin kok kalo Senja pasti datang karena lo yang ngebujuk dia, makasih Kelvin, lo ganteng deh," ujar Agnes lalu meninggalkan Kelvin yang berdiri mematung.

"Gue tahu kalo gue ganteng," ucap Kelvin dengan percaya diri.

Bersambung...

Bagaimana pendapat kalian setelah membaca cerita ini?

Jangan lupa tinggalkan vote dan komentarnya ya...

Terima kasih

Senja dan Seberkas CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang