10. Terulang Kembali

53 12 15
                                    

PEMBACA YANG BAIK ADALAH PEMBACA YANG MENGHARGAI KARYA PENULISNYA

"Masa lalumu sama sekali tidak menggangguku. Selamat hari kebalikan."

Senja Rahina

"Sejujurnya, melihatmu berada disampingnya membuatku jatuh pada titik dimana aku ingin melepasmu dari genggamanku."

Erythrina Hernandia

-Senja dan Seberkas Cerita-

Bagi sebagian murid hari Senin merupakan momok yang menakutkan. Setelah sehari lepas dari kewajiban menuntut ilmu, para murid kembali disajikan rentetan daftar pelajaran yang akan mereka santap pada hari Senin. Tidak hanya itu, hari Senin identik dengan yang namanya upacara bendera, dimana murid diharuskan berdiri tegap sembari mendengarkan amanat sang pembina upacara yang notabene berisi hal-hal itu-itu saja. Belum cukup sampai disana, pada hari Senin biasanya jam pelajaran akan bertambah sehingga waktu pulang sekolah semakin sore.

Bel tanda bahwa upacara bendera akan segera dilangsungkan berbunyi di seluruh penjuru SMA Angkasa. Para murid berhamburan keluar dari kelas masing-masing untuk berkumpul di lapangan upacara.

"Mendingan lo nggak usah ikut upacara deh," saran Agnes setelah memperhatikan wajah Senja yang tidak sesegar biasanya. Wajah Senja yang putih terlihat memucat dengan kantung mata hitam bertengger dibawah kelopak matanya.

Agnes menghembuskan nafasnya panjang. Ia paham betul bagaimana tabiat sahabatnya itu. "Muka lo pucet banget, Sen," ucap Agnes dengan intonasi rendah berharap Senja mau mengikuti sarannya kali ini.

Senja bergeming, ia menyelai-nyelai rambutnya yang tergerai agar terlihat lebih rapi. Walaupun aksinya tersebut tidak berdampak banyak pada rambutnya yang masih saja berantakan. Senja menatap lurus Agnes yang tengah berdiri di ambang pintu ruang kelas mereka. Jelas terlihat raut kekhawatiran pada wajah Agnes, sahabatnya.

"Gue nggak papa kok, seriusan," kata Senja dengan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya.

Agnes menggeleng-gelengkan kepala, menyadari sikap sahabatnya yang masih saja keras kepala dalam kondisi seperti ini. "Oke, lo boleh ikut upacara," putus Agnes.

Senja tersenyum, kemudian menggandeng tangan Agnes menuju lapangan upacara yang telah penuh karena upacara akan segera dimulai.

-Senja dan Seberkas Cerita-

Cuaca pagi itu begitu terik membuat beberapa siswa meringis kepanasan. Dalam hati mereka berdoa supaya upacara segera selesai dan mereka bisa kembali ke kelas. Namun yang terjadi tidak seperti demikian. Kepala Sekolah masih enggan mengakhiri pidato panjangnya tentang kewajiban siswa-siswi SMA Angkasa untuk menjaga kebersihan sekolah. Jika di ingat, pidato yang disampaikan oleh kepala sekolah bahkan telah diulas pada minggu sebelumnya.

Senja mendesah karena amanat sang kepala sekolah tak kunjung diakhiri. Tangan Senja meremas ujung rok abu-abu yang ia kenakan. Telapak tangannya mulai berkeringat sama halnya dengan wajahnya yang telah penuh oleh peluh yang bercucuran. Senja melirik Agnes yang berbaris disampingnya. Sepertinya sahabatnya itu belum menyadari kondisinya. Ia menunduk. Cengkeraman pada rok abu-abunya mengendur karena jemarinya beralih membetulkan letak topi yang ia kenakan sedikit kebawah agar cahaya matahari tidak terlalu menyorot mukanya.

Sebenarnya sudah sejak awal Senja merasakan pening yang menghunus kepalanya. Bahkan sebelum ia berangkat sekolah pagi tadi. Sifatnya yang tidak ingin terlihat lemah membuatnya memutuskan tetap mengikuti upacara bendera, meskipun Agnes sudah melarangnya. Mati-matian Senja menahan rasa pening yang perlahan menyebar, menambah area pusing di kepalanya. Senja memegangi kepalanya yang berdenyut. Pandangannya berangsur mengabur. Detik berikutnya, ia merasakan tubuhnya terhuyung kebelakang. Tapi belum sampai tubuhnya menyentuh paving lapangan upacara sepasang tangan kekar menyangganya. Senja tidak mampu melihat dengan jelas pemilik tangan itu, karena yang terjadi selanjutnya, pandangannya menggelap, Senja pingsan.

Senja dan Seberkas CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang