PEMBACA YANG BAIK ADALAH PEMBACA YANG MENGHARGAI KARYA PENULISNYA
"Jangan terlalu cepat menafsirkan mendung, karena mendung belum tentu berakhir dengan hujan dan kala hujan tiba belum tentu tidak ada pelangi setelahnya."
-Senja dan Seberkas Cerita-
Dua hari semenjak pesta ulang tahun Agnes, Farel mendadak susah dihubungi. Sudah berulang kali, Nandia mencoba menelepon Farel, namun tak satupun dari panggilannya yang diangkat. Nandia jadi bingung, ia mengingat-ingat kesalahan apa yang ia lakukan sampai Farel tak mau memberinya kabar. Di pesta Agnes, hubungan keduanya masih baik-baik saja. Farel bersikap manis layaknya yang dilakukan seorang cowok kepada pacarnya. Farel bahkan beberapa kali mengajak Nandia menari, walaupun Nandia terus menolak ajakan Farel. Ketika pulang, Farel pun berniat mengantar Nandia ke rumah, dan kali ini tawarannya kembali ditolak Nandia karena ia harus pulang bersama Axcel. Kalau datang saja sama-sama, pulang juga harus sama-sama kan? Lagipula, Nandia tidak mau merepotkan cowok berstatus pacarnya itu. Rumah Nandia dan Farel tidak searah, jika Farel mengantar Nandia, ia harus berbalik arah untuk pulang kerumahnya sendiri. Nandia yang tidak tega, akhirnya memilih pulang bersama Axcel. Setelah diingat-ingat, tak ada satupun kejadian janggal antara dirinya dan Farel beberapa hari yang lalu. Tak bisa dipungkiri, hati Nandia menjadi khawatir. Ia takut terjadi sesuatu pada Farel.
Nandia melangkah cepat menuju kelas Farel. Karena tak kunjung mendapat kabar, ia pun berinisiatif untuk pergi ke kelas Farel.
"Jun," panggil Nandia sambil berdiri di ambang pintu. Tempat duduk Arjun yang berada di barisan paling depan dan juga terletak persis didekat pintu, membuat suara Nandia yang tidak terlalu keras itu mempu ditangkap oleh indra pendengar Arjun.
Merasa mendengar namanya dipanggil, Arjun lantas mendongak. Ia meletakkan ponsel yang ia pegang ke atas meja.
"Oh Nandia, ada apa, Nan?" Tanya Arjun. Ia memandang lekat wajah Nandia yang menyiratkan kekhawatiran. Cewek itu tampak gelisah.
Nandia bergeming, ia melongokkan kepalanya guna mencari sosok Farel. Namun nihil, ia tidak menemukan Farel disana. Dengan wajah pias, Nandia menjawab pertanyaan Arjun yang tadi sempat ia hiraukan.
"Farel dimana?"
Arjun terkesiap, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Loh, emangnya lo nggak tahu ya. Farel nggak masuk dua hari ini karena Mamanya kambuh," tutur Arjun.
Tubuh Nandia melemas, ia menyandarkan tubuhnya pada ambang pintu supaya tidak terjatuh. Kedua telapak tangannya kompak diletakkan didepan mulut, membekap mulutnya sendiri. Hati Nandia mencelos. Perasaan sedih tiba-tiba hinggap dihatinya. Sedih karena mendengar kabar bahwa mama Farel kambuh dan sedih karena Farel bahkan tidak memberi tahunya sama sekali. Otak Nandia seketika malayangkan pertanyaan, Begitu tidak pentingkah ia bagi Farel hingga cowok itu tak memberi tahunya? Namun, pertanyaan itu buru-buru ditepis Nandia. Ia berusaha berpikiran positif, mungkin saja Farel terlalu kalut hingga lupa mengabarinya.
-Senja dan Seberkas Cerita-
Seusai pulang sekolah, Nandia berniat untuk menjenguk mama Farel. Nandia menunggu Axcel di parkiran sekolah. Ia sudah meminta Axcel mengantarnya ke rumah sakit tempat dimana mama Farel dirawat. Hanya butuh lima menit, cowok yang Nandia tunggu itu pun sampai di parkiran. Axcel langsung saja menaiki motornya, ia mengambil dua buah helm yang memang sengaja ia bawa karena tadi pagi ia berangkat bersama Nandia. Tangan Axcel terulur untuk memberikan helm satunya kepada Nandia. Nandia tersenyum menerima, ia buru-buru memakai helm dan naik ke jok motor Axcel. Motor hitam yang dikendarai Axcel kemudian beranjak meninggalkan parkiran sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Seberkas Cerita
Teen Fiction[ON GOING-UPDATE SETIAP HARI MINGGU] "Pacaran yuk, Ra." Senja terhenyak. Otaknya seolah berhenti sejenak ketika kalimat sakral itu terlontar dari mulut Kelvin. Senja duduk membeku. Semuanya serba mendadak. Dari mulai Kelvin yang kembali muncul secar...