23. Survive

16 3 9
                                    

PEMBACA YANG BAIK ADALAH PEMBACA YANG MENGHARGAI KARYA PENULISNYA

“Kita terasing
Atau abai pada kehadiran masing-masing?”

-Senja dan Seberkas Cerita-

Awan mendung kembali menaungi langit Kota Surabaya sore ini. Setelah beberapa hari absen dari guyuran hujan, tampaknya kali ini hujan tidak akan mangkir dari tugasnya membasahi bumi. Gagasan tentang turunnya hujan dengan suhu yang berada di kisaran angka 28 derajat celcius bukan lagi menjadi sesuatu yang penting dihiraukan oleh kalangan pemuja kesibukan. Jalanan yang sebentar lagi mungkin basah masih ramai oleh hilir mudik orang, entah yang pulang dari tempat kerja, atau mungkin malah berangkat menuju tempat kerja. Bunyi klakson yang mememakkan telinga saling bersautan dibeberapa titik kemacetan. Yang ada dipikiran bukan lagi perkara menjaga etika dihadapan orang lain melainkan bagaimana agar secepatnya pulang.

Keramaian akibat bunyi tarikan gas, decitan ban yang beradu dengan aspal, klakson yang sengaja dibunyikan kelewat nyaring, atau bahkan umpatan pengendara yang tidak terima disalip tiba-tiba tidak berdampak banyak untuk mengurangi keheningan didalam mobil. Dua orang remaja yang ada di dalam mobil seolah mendeklarasikan gencatan suara melalui telepati masing-masing, sehingga keduanya kompak bungkam. Senja sibuk dengan berbagai pemikiran negatif tentang kelanjutan hubungannya dengan Kelvin, sedangkan Kelvin sendiri bingung merangkai permintaan maaf yang sekiranya tidak menyinggung perasaan si gadis.

Kelvin menolehkan kepala disela kegiatannya menyetir. Dilihatnya Senja tengah menatap lurus jalanan didepan. Kelvin kemudian melepas tangan kirinya dari kemudi dan menarik tangan Senja dari pangkuan si gadis untuk digenggam. Senja sedikit terkejut tapi dengan cepat dapat mengembalikan raut wajahnya ke mode datar. Telapak tangan milik Senja yang berada didalam genggaman diremas pelan guna mendapat perhatian dari sang pemilik. Dan berhasil, sebab tak berselang lama, Senja memusatkan pandangannya kearah Kelvin.

“Ra, maaf,” ujar Kelvin penuh keraguan. Takut topik ini membuat Senja tidak nyaman.

Senja menghela nafas, “It’s okay. I am fine,” katanya disertai senyum tulus agar lawan bicaranya percaya.

Senja tidak sepenuhnya berbohong ketika dia mengatakan dirinya baik-baik saja, karena memang begitulah adanya, meskipun ada secuil rasa sesak yang betah tinggal dihatinya.

Senja memutuskan untuk mengalah pada egonya. Jika memang kenangan masa lalu Kelvin tidak bisa hilang maka ia akan membuat kenangan baru yang tak kalah istimewanya dan membiarkan kedua kenangan itu tinggal bersisian.

“Tapi lo diem mulu daritadi. Kaya bukan Rara yang biasanya,” keluh Kelvin sembari menginjak pedal rem ketika lampu lalu lintas berubah merah.

“Gue cuma sedang nggak ada topik pembicaraan,” dalih Senja tanpa pikir lama, seolah dirinya memang memprediksi pertanyaan semacam itu akan muncul dari mulut Kelvin dan telah menyiapkan jawabannya.

Kelvin mengangguk. Hatinya menghangat. Perasaan bersalah yang semula menggelanyuti hati dan pikirannya perlahan terkikis digantikan kelegaan karena Senja tidak lagi mendiamkannya. Cowok itu membawa genggaman tangan mereka ke depan wajah kemudian mengecup punggung tangan si gadis berulang kali seakan ingin menyalurkan kebahagiaan yang baru didapatnya. Senja yang mendapat perlakuan demikian tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Kedua sudut bibirnya tertarik keatas hingga sebuah senyuman terpatri disana. Senyuman yang menambah aura kecantikan pemiliknya.

“Besok jalan-jalan ke kebun binatang mau?” tanya Kelvin.

Senja mengeryitkan dahinya. Tak menyangka Kelvin mengajaknya ke tempat tersebut.

Senja dan Seberkas CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang