Merah berumur 15 tahun.
002-01805230.. bertopang dagu terus di meja kelas. Membaca ulang nomor yang tertulis di secarik kertas berbunga itu di kepalanya sejak bel istirahat berbunyi.
Seseorang menangkap leher belakang kepala Merah dan mendorongnya kebawah sampai mulutnya mencium meja.
" Kau kira diam-diam di dalam kelas tidak akan kelihatan olehku?"
Namanya Lima. Anak dari 5 bersaudara. Musuh bebuyutan Merah sejak SMP. Musuh maksudnya benar-benar musuh. Ia akan selalu datang mencari Merah untuk mengajak dia berkelahi, adu mulut, adu tendang, dan adu-adu lainnya. Tapi, Merah tidak pernah mau menanggapi.
Ia menurut saja di perlakukan oleh Lima seperti itu. Merah tidak ingin mendapatkan teguran jika guru-guru tau dia adu otot dengan anak yang terkenal bengal ini. Sebenarnya dia bisa saja berteriak dan memanggil teman-teman mainnya yang siap membantu dia kapan saja. Namun, dia sungguh tidak mau ribut. Apalagi sudah mau naik ke SMA sebentar lagi.
"Khau mmeu epha?" (kau mau apa?) tanya Merah dengan susah payah
"Aku mencarimu. Aku bosan. Ayo kita berkelahi hari ini. Harus hari ini. Tidak boleh hari lain" kekehannya seperti ledekan. Seakan-akan mengatakan bahwa Merah pasti takut berhadapan dengannya.
Merah menghela nafas malas. Dia melemaskan otot-otot lehernya. Menidurkan wajahnya ke meja. Tidak peduli si Lima masih memegang tengkuknya.
"Heii... ini apa?" diambilnya secarik kertas bunga-bunga yang ada tulisan nomor telfon. Merah langsung terbelalak. Sebelum ia sempat mengambil. Kertas itu sudah berada di tangan Lima. Dan diremas-remasnya. Lalu dibuang keluar jendela. Sambil tertawa menang.
"Kau..!" Merah refleks berdiri. Mendorong tubuh Lima sampai terjengkang ke kursi-kursi kelas di belakangnya.
Anak itu terpekik berang. "Kau benar-benar brengsek!" Melompat. Menarik kemeja belakang Merah.
Melotot "Kau.. lepaskan" menyikut Lima dengan tangan kanan. Dan berhasil lolos. Melompat keluar jendela. Langsung mencari kertas yang dibuang Lima tadi dengan resah. Sial! Aku sudah susah payah mendapatkan nomor ini. Tapi, seenaknya saja dia buang.
Berjongkok. Meraba-raba lantai lorong sekolah di bawah jendela. Menyapu ke segala arah dengan matanya.
Keterlaluan! Ahh.. kertas itu ada di selokan kecil dibawah lorong. dapat! Dibukanya kertas yang tadi sudah teremas-remas. Mengamati nomor yang masih bisa terlihat jelas. Ia membuang nafas lega.
"Berani-beraninya kau menyikutku?" tonjokan Lima-pun bersarang di wajah Merah dengan sempurna. Merah terhuyung. Terpojokkan ke dinding. Meringis memegang wajahnya. Menggeram. Lalu melompat menyerang Lima balik.
"Seharusnya kau yang aku pukul karena membuang kertas ini!" berang
Tangannya ditangkis oleh Lima. Dan menendang Merah yang langsung jatuh terduduk. Tapi, Merah tidak menyerah. Ia tidak mau membuat dirinya menjadi orang yang kalah karena jelas-jelas Lima yang bersalah dan memulai lebih dulu.
****
"Aduduhh... pelan-pelaaan" Meringis kesakitan memegang wajahnya yang tadi habis ditonjok Lima. Siang itu Merah sengaja datang ke rumah Matari untuk mengadu sepulang mereka dari sekolah.
Matari membantunya mengoleskan minyak ke tempat-tempat yang sudah membiru di bagian mukanya "Jadi.. kau membuatnya marah karena Lima membuang nomor telfon Kenang yang aku kasi padamu seminggu yang lalu?" melotot kesal
Mengangguk pelan " Aku kan kesal dia membuang nomor itu? Apalagi aku belum menggunakannya." Menunduk
"Tegakkan kepalamu!" perintahnya jutek. Merah pun langsung bergidik dan melakukan apa yang dikatakan Matari daripada dia disiksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan Bersemu Merah
FantasyKenangan kecil mengalami tragedi yang sangat menyedihkan. Namun masa itu seperti menghilang dari ingatannya karena seorang sahabat kecil bernama Merah William Atmaja. Anak itu menarik dia keluar dari bayang-bayang gelap mimpi buruk suram. Mengubahn...