PART 15: Psychopath

38 4 0
                                    



Merah terpana melihat Kenangan yang menangis begitu terisak-isak. Dan apa tadi? Dia membicarakan kisah waktu mereka kecil? Tangannya dia kepal ke bawah. Ada beberapa menit setelah Kenangan melontarkan kalimat terakhirnya mereka hanya berdiam diri. Dan Kenangan sibuk mengusap-usap airmatanya masih terisak sedih.

Dan, apa yang diharapkan Kenang untuk aku jawab sekarang? Mungkin Kenang memiliki penyakit kejiwaan sejak kejadian di hutan dulu? Aku yakin memang seperti itu. Mendengus resah.

"Okey... Kenang.. Untuk semua yang kau katakan aku minta maaf. Sungguh. Aku tidak tau kau benar-benar masih menyimpan kekesalan dan kesedihan karena itu. Padahal menurutku itu sudah sangat lama. Dan akupun tidak mengingatnya lagi. Tapi.. aku minta maaf" dia tidak tau harus berkata apa lagi.

Mendongakkan kepalanya yang tadi terus tertunduk" Kau tidak perlu minta maaf Mer. Karena kau sendiri tidak mengerti minta maaf karena apa. Sebaiknya kau pulang. Dan, tenanglah. Aku tidak akan pernah menemuimu lagi" mengeluarkan hp dari kantong blouse-nya dan memperlihatkan nomor pada Merah. Tertera nama Merah disitu. Lalu 'delete'.

Tersenyum miris " Kau bisa tenang sekarang " Lalu melengos pergi meninggalkan Merah yang masih terpaku sendiri mengernyitkan dahinya. Resah.

****

Sudah seminggu lewat sejak kejadian Kenangan menangis di hadapannya mengungkit masa kecil mereka. Merah sungguh merasa Kenangan terlalu berlebihan. Tapi, entah kenapa mulai dari hari itu apa yang dikatakan Kenangan mendengung terus di telinganya.

Tentang hutan. Burung hantu. Lagu-lagu. Tentang pohon yang bernama Rimbun. Dan.. ia bohong pada Kenangan ketika dia mengatakan bahwa dia tidak ingat dirinya menghindar dan marah-marah pada waktu mereka SD.

Merah waktu itu menangis di rumah di hari ia mendorong Kenangan yang jatuh terluka di sekolah karena menawarkan kelereng padanya. Ia masih ingat semuanya. Tapi terus kenapa? dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk itu. Itu juga semuanya sudah lewat. Apa yang mesti dipertanyakan?

"Hei kawan? Kau apa kabar?" Rendi menelfonnya malam itu. Dia sedang berada di Pulau Ujung Barat bersama Liliana. Dimana kekasihnya itu meminta tolong hunting foto untuk bukunya.

Sekalian bosnya juga sedang mengadakan meeting dengan beberapa majalah dan agent-agent travel di situ. Entah untuk apa sebenarnya bosnya itu mengajaknya. Padahal tidak ada yang bisa ia kerjakan selain duduk diam mendengarkan omongan besar bosnya di depan para tamu-tamu.

Mungkin bosnya terlalu mencintainya. Buktinya, untuk datang kesini si bos yang bernama Ander Sayip itu bela-belain membayar penginapannya di hotel bintang 4, 3 hari.

Memang setiap berpisah dengan Merah membuat dia selalu uring-uringan. Sampai Merah terkadang berpikir bosnya ini memiliki preference yang lain kalau saja dia tidak melihat si bos sangat senang mengumbar foto-foto anak dan istrinya dari segala bentuk dan ukuran.

"Lagi di Kota Rempah. Ada apa? Kau punya berita bagus untukku?" kekehnya. Sebenarnya Merah sudah tidak berharap lagi. Karena masalah yang membuat ia ingin pindah dari Kota Bunga sudah terselesaikan dengan sukses.

Rendi tergelak " Masih proses bro"

"Proses teruuus.." Ledeknya. Ia tau Rendi tidak akan merekrutnya ke fotografer kuliner setelah melihat portfolionya bulan lalu.

Menghabiskan tawanya yang tadi semakin kencang ketika Merah meledeknya. " Trus.. ada berita baru apa? eh.. kapan-kapan kau harus kenalkan aku dengan Liliana. Aku pernah lihat blog-nya dan interview-interviewnya di majalah. Wow.. dia sexy, Will"

"Ya iyaaalah, siapa dulu pacarnya?" cibirnya pada Rendi.

"Hei dengar ya, aku tidak mau kenalan dengan pacarnya. Tapi dengan Liliana!"

Kenangan Bersemu MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang