PART 8: Merah atau William

43 3 0
                                    

3 tahun lalu. "Satu hot Americano yang tall ya" minta William (23thn) pada Kasir Starbuck di depannya. Dia sedang menunggu seorang model majalah Travalone di Café Starbuck seberang kantornya.

Sebenarnya perempuan itu juga adalah kecengannya sudah 2 bulan. Makanya Will mengajak dia untuk bertemu di Starbuck ketimbang di kantor. Apa kata orang-orang nanti secara dia tidak memiliki schedule foto apapun hari ini. Bebas sampai 2 hari ke depan.

Setelah mengambil minuman iapun langsung mengambil meja dekat jendela. Tempat favoritnya. Sebagai fotografer traveller, jendela memberikan gambaran akan dunia di luar sana tanpa harus menyentuhnya. Persis seperti menonton tv.

Menghirup wangi kopi itu. Menyesap sedikit dengan nikmat. Kemudian memperhatikan beberapa orang yang berlalu lalang dari pintu masuk ke arah kasir.

Seorang perempuan tidak begitu kurus dan berambut hitam panjang sebahu menarik perhatiannya. Ia tidak lebih tinggi dari William. Mungkin 165 cm ke atas. Orangnya agak serius. Kelihatan dari pandangan matanya yang tidak pernah lepas dari kasir. Pikirannya pasti hanya satu. Pesan kopi dan pergi.

Kalau dilihat dari samping perempuan itu manis juga. Ia memang lebih suka perempuan yang manis daripada cantik. Tanpa sadar William tersenyum. Entah mengapa mengingatkannya pada seseorang.

Tapi tidak lama memperhatikan perempuan itu, ia tersadar. Bukan saatnya dia mengagumi perempuan seperti ini. Bagaimana kalau orang yang dia lihat adalah benar seseorang yang dia pikirkan barusan. Buru-buru mengganti arah pandangannya ke jendela.

Ketukan di meja membuat perhatiannya teralihkan lagi. Di depannya sudah berdiri seorang perempuan yang dari tadi dinantikannya. Sadar perempuan itu hanya memandangnya tidak jelas. Ia lantas tersenyum dan mengerjap-ngerjapkan matanya lucu.

"Apa kau mau aku tanyakan nomor telfon-nya sekalian?" Kayleen menaikkan alisnya sedikit kesal.

Ketahuan deh. Padahal cuma belanja mata sedikit. Apa kabar kalau aku sampai mengajak perempuan tadi kenalan gerutunya dalam hati. Memaksakan kekehannya yang dibuat-buat. "Namanya juga cuci mata sambil nunggu kamu" berusaha membela diri.

Tapi sepertinya Kayleen sudah terlanjur jengkel "Please dong kalau aku ada disekitar kamu tolong jangan melakukan itu" gerutunya. Wajah perempuan itu jadi tidak menyenangkan setelah menyaksikan ulah cuci mata Will tadi.

William terdiam. Terpaksa mengangguk-angguk pelan. Padahal dalam hatinya, jadian aja belum. Mengapa aku sudah bisa melihat ada tali kekang di leherku. Hmmpfff... dia sejenak melempar pandangannya ke arah kasir dimana perempuan berambut panjang itu tadi berdiri. Tapi, dia sudah tidak ada. Buru-buru mengganti pandangannya ke Kayleen lagi. Daripada celaka kan ya. Namun perempuan itu malah sedang sibuk menata tasnya di kursi sebelah yang kosong. Will menatap datar. Dia sudah bisa mengukur berapa lama dia akan bertahan dengan perempuan yang satu ini.

"Sayang.. aku pernah lihat nama panjang kamu di jurnalnya Pak Ander" celetuk perempuan itu tiba-tiba sambil tersenyum manis.

Will yang mendengar perempuan itu memanggilnya 'sayang' sebenarnya agak shock di dalam hati. Namun berusaha menahan diri sebisanya. "aahh..." hanya tanggapan itu yang bisa dia keluarkan

"Aku ga mau manggil kamu Will atau William deh. Boleh ga diganti?" pintanya sambil merengek manja.

Sebenarnya arah dan tujuan pembicaraan perempuan yang ada di depannya ini kemana. Berarti dia akan membuat nama lain? Oh tidak. Jangan nama-nama aneh. Mohonnya dalam hati.

"Nama kamu kan Merah... William Atmaja. Aku panggil .. Merah ya?" pintanya dengan wajah yang sangat ceria. Sepertinya dia sangat menyukai nama panggilan itu. Dia pasti mengira bahwa nama itu adalah panggilan spesial yang tidak pernah dipanggil orang sebelumnya.

Kenangan Bersemu MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang