PART 1 : Namanya Merah William Atmaja

148 7 6
                                    

Pohon yang satu-satunya berbentuk unik di halaman. Tumbuh kokoh dengan daun-daun dan ranting yang amat banyak di halaman depan rumah. Menjadi bulan-bulanan tapak kaki Kenangan setiap siang menjelang sore hari.

Jika tidak ada teman yang mengajaknya bermain. Dia akan selalu memanjat dan tidur di batang kayunya yang sangat lebar. Pohon tersebut mampu menampung seluruh badan Kenangan (9thn) yang mungil itu berbaring di atasnya.

Seperti sore itu, Kenangan membaringkan dirinya di atas batang pohon yang melengkung tersebut.

Sebenarnya jika dilihat lengkungan tempat ia sering membaringkan diri benar-benar tidak jauh dari tanah. Hanya setengah meter.

Jadi, Kenangan yang masih berumur 9 tahun itu bisa memanjatnya dengan mudah. Dia menatap ke atas. Ke arah daun-daun di pohon yang paling atas. Sela-selanya diintipi oleh sinar matahari. Diam-diam mencuri pandang ke arah Kenang yang sedang mengamat-amatinya juga.

Pohon ini ia namakan 'Rimbun'. Kata mamanya, jika pohon memiliki begitu banyak daun dan cabang-cabang dari batangnya biasanya disebut rimbun. Sebenarnya dia sama sekali tidak pernah mendengar kata itu sebelumnya.

Namun, dia merasa 'Rimbun' adalah kata yang spesial. Lain daripada yang lain. Persis seperti pohonnya. Jadi ia memutuskan untuk menamai pohonnya "Rimbun". Dia tidak pernah seyakin ini sebelumnya.

Tiba-tiba anjing-anjing milik ayahnya mulai menggonggong galak berlari ke arah gerbang. Berisik sekali. Kenangan mendongakkan kepalanya ke arah mereka.

" Kenangaaaannnn..... " teriak suara itu dari balik pagar rumahnya. Pagar itu tepat di balik pohon yang dia tiduri.

Kenangan berusaha untuk mengubah posisinya berbaring. Mencoba untuk melihat siapa yang memanggilnya. Sepertinya dia kenal suara itu. Namun dari posisinya saat ini. Dia tidak bisa melihat dengan jelas. Belum lagi anjing-anjing itu menyalak makin keras.

" Heiii... Kenangaaan!" suara itu makin lama makin dekat ke telinganya.

Ia terduduk. Melirik-lirik ke berbagai arah di balik pohon kesayangannya itu. Dari balik pohonkah? Atau dari jalan? Tidak ada anak yang bisa cocok dengan suara yang memanggilnya tadi.

"Putih! Diaaam..." perintah Kenang pada seekor anjing berwarna putih besar yang sudah berada di depan pintu pagar. Menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah. Anjing itu kemudian patuh masuk ke dalam bersama anjing-anjing lain yang segera mengikutinya dari belakang.

Anjingnya yang berwarna putih ini adalah pimpinan para anjing di keluarga Utari. Anjing yang lain tidak ada yang berani padanya. Dan selalu mengekorinya kemanapun dia pergi. Sama seperti hari ini. Keenam ekor anjing itu ia namai sesuai warnanya. Putih yang berwarna putih, si hitam yang berwarna hitam, si merah yang berwarna coklat kemerahan, kuning yang berwarna coklat kekuningan, coklat yang berwarna coklat tua, dan belang yang berwarna putih hitam.

"Kenaaaaangg.. aku disini!" Tiba-tiba anak itu melompat ke atas batang pohon yang diduduki Kenangan. Dan berpegang pada ranting yang ada dibawahnya.

Kenang kaget setengah mati. Ia terpekik. Anak ini muncul seperti hantu. Memperhatikannya dari atas ke bawah. Bawah ke atas. Dia kan anak yang baru satu kelas dengannya. Anak yang jahil itu? Kok dia bisa melewati anjing-anjingku? Takjub sekaligus kesal.

Anak laki-laki itu menatapnya sambil cengengesan. Tersenyum bangga mampu naik ke atas pohon juga seperti Kenangan. Tidak perduli tatapan tajam bertubi-tubi ditujukan padanya.

"Aku kira pohon yang diceritakan teman-temanmu pohon yang sangat tinggi. Ternyata cuma segini. Aku juga bisa nihhh.." Panjatnya pohon itu ke tempat yang lebih tinggi dengan wajah penuh kemenangan. Memperlihatkan gigi-giginya yang rapi. Terlihat mengkilat seperti gigi emas karena pantulan cahaya matahari sore itu.

Kenangan Bersemu MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang