4. Rasa Canggungku

2.5K 165 0
                                    

Rika's Pov

Pusing dan sedikit perih. Rasa itu terasa lagi. Namun bedanya kini aku juga merasakan usapan dingin yang lembut membasahi kulitku. Dengan perlahan aku mulai membuka mataku yang terpejam. Kepalaku masih terasa cukup pusing akibat benturan keras yang kualami. Duuh, mudah-mudahan aku tidak mengalami gegar otak.

Aku melihat langit yang indah juga tetumbuhan hijau yang menghiasi pandanganku. Namun ada sesuatu yang tidak kalah indahnya dari pemandangan ini. Ada seorang pria yang sedang duduk didekatku. Dia terlihat sedang berpikir. Siapa dia? Apa aku mengenalnya?

Lalu dia menolehkan matanya kearahku. Deg.

Untunglah aku sedang berbaring. Kalau tidak lututku yang lemas ketika melihat matanya pasti akan membuatku terkulai jatuh. Sudah lama aku tidak melihat pria dengan mata yang memancarkan paduan dari kepolosan & kesedihan sepertinya. Paduan yang indah.

Dia terus memandangku. Dan kuharap akan terus begitu. Ada kesenangan tersendiri yang hadir ketika aku melihat matanya. Tiba-tiba dengan gerakan yang lembut dan perlahan dia mengusap keningku dengan sesuatu yang dingin. Dia terlihat begitu merawatku. Dan ketika melihat lengannya aku terkesiap. Dia sedang tidak memakai pakaian! Astaga pikiranku benar-benar terkecoh! Walau tubuhnya indah tetap saja aku ini wanita yang punya harga diri! Aku tidak bisa membiarkan hal ini. Walau dia tampan sekalipun! Aku tidak peduli! Aku harus segera bangkit!

"Siapa kau?! Apa yang kau lakukan?!"

Dia hanya terdiam.

"Jawab aku!" Aku mencoba terlihat galak dan menyeramkan.

"Apa kau takut padaku?" tanyanya biasa saja seolah-olah ini bukanlah hal yang penting bagiku.

"Jika kau berani macam-macam maka aku tidak akan segan-segan untuk melukaimu!" Kuharap aku sudah terlihat menakutkan saat ini.

"Kau tidak perlu takut, nona. Aku telah menolongmu dan membasuh luka dan kulitmu yang kotor. Tidakkah itu cukup untuk menjadi bukti bahwa aku tidak akan macam-macam padamu?"

"Kau yang menolongku?"

Diapun mengangguk.

"Lalu kenapa kau membuka pakaianmu?!"

"Kau pikir benda apa yang bisa kupakai saat ini untuk segera membasuh luka dan kulitmu yang kotor? Aku tidak ingin ada luka yang menjadi semakin parah atau terinfeksi karena kotor."

"Tapi kan kau bisa memakai benda lain. Memangnya kau tidak malu apa bertelanjang dada didepanku?! Aku ini wanita!"

"Setidaknya lebih baik aku yang melakukan hal ini dibanding kau yang melakukannya." ucapnya santai.

Skak dia benar. Aku menundukkan pandanganku. Oh Tuhan aku sangat malu membicarakan tentang hal ini dengan seorang pria. Aku melihatnya kembali dan menemukan ada beberapa luka-luka kecil yang cukup banyak disisi kanan tubuhnya.

Pandangankupun melunak dan mulai lebih tenang. "Hei, kaupun terluka juga. Sini, biar aku gantian membasuh lukamu. Kulihat lukamu masih kotor."

"Tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri. Kau bisa langsung pulang saja kerumahmu. Dan kumohon jangan pergi ke area hutan terlalu dalam lagi." ucapnya suram.

"Well, aku tidak ingat jalan pulang. Aku akan mencarinya nanti. Tapi saat ini biarkan aku membalas budiku yang tidak seberapa ini. Bagaimanapun aku sangat menghargai pertolonganmu yang menyelamatkan nyawaku barusan. Sini, biar kubasuh lukamu."

Aku mendekatinya dan merebut paksa kaus basah itu. Aku mencelupkannya kedalam sungai, memerasnya dan membasuh luka-luka kecilnya yang tidak sedikit. Luka-luka yang dia dapatkan menyerupai  bekas tusukan-tusukan kecil. Tidak sepertiku yang lukanya seperti luka terseret. Dan ada beberapa duri yang masih tertinggal dikulitnya. Akupun mencabut beberapa duri yang masih terdapat ditubuhnya.

Disisi lain, aku menyadari hal yang janggal saat ini. Bila dia menolongku saat aku masih berguling seharusnya dia juga memiliki jenis luka sepertiku. Atau setidaknya bukan bentuk luka menyerupai tusukan tusukan kecil seperti ini. Dan bila dia menolongku ketika aku sudah berhenti terguling seharusnya dia tidak memiliki luka apapun.

"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya.

"Tidakkah kau sadar bahwa lukamu ini aneh? Kau menolongku ketika aku sedang berguling atau aku sudah berhenti dari terguling dijurang?"

"Aku menolongmu ketika kau masih terguling."

"Lalu bagaimana mungkin kau bisa mendapatkan banyak sekali luka tusukan duri sementara aku tidak sama sekali padahal logikanya seharusnya aku mengalami jenis luka yang sama denganmu. Kau juga tidak memiliki satupun jenis luka memar akibat gesekan tanah atau kerikil sepertiku. Bagaimana caramu menyelamatkanku?"

Dia diam dan terlihat khawatir sementara aku masih penasaran dengan jawabannya.

"Nona, ini sama saja seperti aku menanyakan bagaimana bisa kau terjatuh disana. Lagi pula kenapa kau bisa sampai terguling dijurang itu?" tanyanya mengalihkan topik.

"Percayalah bahwa itu rumit. Tidak mudah untukku menjelaskannya dan ini sedikit konyol. Kuyakin kau tidak akan mudah memercayainya."

"Nah. Jawabanku juga seperti itu nona. Lagipula lukaku sudah bersih sekarang. Mari kuantar kau pulang lagipula aku tahu dimana rumah-rumah warga disekitar sini. O'ya rumahmu dibagian mana wilayah ini?"

"Aku tinggal dirumah sederhana berdinding putih tidak terlalu jauh dari hutan yang kulewati. Apakah kau tahu tempat itu?"

"Oh, iya-iya. Aku tahu. Mari kuantar."

Dia mengambil kaus basah itu, memasukkannya kesaku celananya. Lalu, mengajakku tuk ikut berjalan bersamanya. Berjalan berdua dengan pria asing bertubuh indah tanpa pakaian membuatku sempat sedikit sulit bernafas dengan normal dan teratur sebenarnya. Well, bila situasinya berbeda mungkin aku akan mengatakan bahwa ia adalah pria yang tidak tahu malu. Namun, situasinya sulit saat ini. Aku berharap dia tidak menyadari rasa canggungku.

Iya.

Rasa canggungku...

***

Petualangan Sang Omega (Belum Di Revisi). Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang