61. Terhempas...

617 45 9
                                    

Rika's Pov

Nyaris dua tahun telah berlalu sejak aku meninggalkan Kalimantan. Nyaris dua tahun itu juga aku tidak berhubungan dengan apapun terkait segala hal yang pernah kualami disana. Terutama  tentang Cenna. Lihatlah, kini bahkan ingatan tentangnya kembali lagi padaku. Entahlah, sesekali aku memang sering kali terbawa suasana untuk kembali memikirkan kejadian dimasa lalu. Membuatku hanya bisa menarik nafas lebih dalam dengan segenap kekecewaan yang nyata dan menghembuskan nafas, seakan-akan hembusan nafas perlahan itu akan membawa pergi semua kekecewaanku. Setelah menghela nafas lega barulah aku kembali kemasa kini. Itulah hal yang selalu kulakukan bila teringat pengalaman yang cukup pahit. Setidaknya dengan begitu aku bahkan bisa menjadi lebih tenang dan  menerimanya.

Kini aku ada disebuah taman umum, sepulang bekerja. Sendiri. Entah kenapa aku tidak ingin langsung pulang dan memiliki keinginan kuat untuk menghabiskan waktu disini. Hal yang jarang kulakukan. Aku duduk sendiri disebuah kursi taman sembari memerhatikan anak-anak kecil dikejauhan yang tengah bermain dengan begitu riangnya serta beberapa orang dewasa disekitar mereka yang saling mengobrol dan mengawasi anak-anak itu.

Anak. Apa aku bisa seperti itu? Memiliki satu, dua atau mungkin beberapa anak? Umurku telah bertambah dan bahkan kisah cintaku masih sama mentahnya seperti cinta monyet anak remaja. Begitu payah. Begitu menyedihkan. Terlebih, kenangan cinta yang gagal semakin membuatku tertutup dengan pria-pria lain. Membuatku semakin tidak memiliki hasrat untuk memiliki hubungan cinta dengan pria manapun walau jauh dilubuk hatiku aku masih ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang istri, memiliki anak, membangun keluarga yang penuh kasih. Akupun tergelak kecil dalam kesendirianku, menertawakan keinginan lubuk hati yang terasa begitu klise dan naif bahkan bagi diriku sendiri.

Akupun tersenyum. Merasa kasihan dengan diriku sendiri. Lalu, aku tertawa mengingat apa pendapat orang lain bila melihat seorang wanita yang duduk sendiri sedang tergelak dan tersenyum sendiri tanpa alasan yang jelas. Well... Aku tidak akan heran bila ada yang mau menganggapku aneh atau gila sekalipun. Aku sungguh-sungguh tidak peduli.

Aku merasa ada sesuatu yang menyentuh rambutku disaat aku sangat yakin bahwa hanya ada aku disekitar bangku taman ini dan tidak ada suara apapun yang menunjukkan kedatangan seseorang. Apa ini halusinasiku? Atau jangan-jangan ucapan sembaranganku menjadi kenyataan? Bahwa aku... Stress?Gila?.Astaga, bagaimana mungkin bisa begitu?

Akupun segera menolehkan kepalaku kearah belakang. Dan... Kosong. Lalu, ketika aku kembali menoleh kedepan aku baru menyadari sudah ada seseorang yang duduk disisiku. Membuatku menoleh kearahnya dua kali.

"Anak-anak itu begitu riang, ya? Menyenangkan rasanya melihat anak kecil sedang bermain tanpa beban seperti itu. Tanpa beban. Ya. Tanpa beban dan begitu ringan." Ucapnya sembari tersenyum dengan pandangan yang menatap anak-anak kecil itu. Sementara, disisi lain aku masih bertanya-tanya apakah ia tengah berbicara padaku atau hanya menyuarakan pendapatnya.

"Iya." Jawabku pelan agar aku tidak terlalu malu bila ternyata ia tidak berbicara padaku.

Akupun mengamatinya. Seorang pria yang mengenakan celana jeans dan kaos. Selain itu, ia berambut panjang serta memiliki janggut dan kumis tebal yang kini masih tersenyum. Tersenyum memandangi anak-anak itu.

"Apa kau sudah memiliki anak?" Tanyanya. Akupun langsung tersenyum lebar mendengarnya. Memiliki anak? Pasanganpun aku tidak punya.

"Aku belum memiliki anak." Jawabku.

"Apa itu artinya kau dan suamimu akan memiliki anak?" Tanyanya merasa aneh dengan nada sedikit terkejut didalamnya, masih dengan menoleh kearah anak-anak kecil dikejauhan.

"Kalau aku memiliki suami tentu saja aku akan mengusahakan agar memiliki anak." Jawabku mulai tidak nyaman dengan pembicaraan yang terlalu personal seperti ini.

Petualangan Sang Omega (Belum Di Revisi). Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang