16. Merindukannya

1K 92 0
                                    

Rika's Pov

Nyaris satu minggu telah berlalu. Nyaris satu minggu dan hari-hariku telah berlalu tanpa Cenna. Sejak pagi itu, aku selalu menunggunya untuk menjemputku kemudian bermain bersama lagi denganku. Namun, setelah hari demi hari berlalu hingga detik inipun aku sudah tidak pernah melihatnya lagi. Untuk sekilas, aku merasa bahwa ia hanyalah mimpi. Ia datang bagaikan peri yang begitu tampan lalu hilang begitu saja tanpa jejak.

Tidak hanya itu. Sebelum pergi bekerja kemarinpun aku sempat masuk kedalam hutan berharap tidak sengaja bertemu dengannya. Namun, semua harapan itu pupus. Kini, aku menyadari bahwa sebenarnya aku tidak mengetahui apapun tentang Cenna. Bahkan, tempat tinggalnya dimanapun aku tidak tahu. Sekilas aku ragu bahwa dia itu nyata melainkan hanyalah pria imajinasiku saja. Atau... Jangan-jangan... Dia adalah hantu? Atau jangan-jangan hutan itu adalah hutan yang angker?

Aku sedikit takut memikirkan kemungkinan ini. Lalu, aku teringat ketika kami tengah bersepeda dimana aku duduk dibelakangnya sembari berpegangan padanya dan aku teringat sesuatu. Setahuku, hantukan bersuhu tubuh dingin sedangkan Cenna kan... Hangat. Astaga, pikiranku semakin melantur.

Berhubung besok aku libur. Aku harus mencarinya. Aku akan datang kerumah pohon. Semoga aku bisa bertemu dengannya. Aku tidak bisa bila harus menunggu lebih lama dan terus menduga-duga seperti ini. Aku akan pergi besok.
................................

Kini aku telah tiba dirumah pohon. Tentunya dengan membawa ransel dan selimut tebal yang kuikatkan dijok belakang sepedaku. Sepanjang perjalanan menuju kesini aku mengayuh sepedaku dengan begitu pelan berharap akan bertemu dengannya dijalan. Namun, aku tidak menemukan siapapun. Setelah turun dan memarkirkan sepedaku, aku memandangi rumah pohon kami.

Aku mendekati batang pohon dan meraba ukiran nama kami yang terukir dalam dan indah. Ini nyata. Ini bukan mimpi. Rumah pohon dan ukiran nama ini menjadi bukti bahwa semua kenangan antara aku dan Cenna benar-benar ada. Dia bukan pria yang berasal dari dunia yang berbeda denganku.

Tanganku gemetar saat meraba ukiran nama kami, seakan setiap goresan yang kurasa menarikku kembali pada setiap detik yang kuhabiskan bersamanya. Rasanya campur aduk. Sangat merindukannya. Ingin jawaban. Ingin kejelasan. Marah. Bingung. Sedih.

Meski saat itu aku masih bingung dengan perasaanku terhadapnya dan apakah aku siap untuk berkomitmen dengannya, bukan berarti aku tidak jatuh hati sama sekali padanya. Ini sungguh menyakitiku ia pergi dengan cara seperti ini setelah memberiku secercah harapan untuk memiliki hubungan baru penuh cinta yang sehat. Mengapa rasanya semenyesakkan ini? Tanpa kusadari, air mata yang menggantung di sudut mataku telah menitikkan butirnya kembali.

Aku mengusap air mataku dan naik kerumah pohon, membawa tasku yang telah kuisi beberapa barang dari rumah. Aku masih melihat beberapa barang yang saat itu dibawa Cenna kesini. Namun, tekonya kosong serta kering. Semuanya, berada ditempatnya. Tidak ada yang berubah sedikitpun. Apakah Cenna pernah berkunjung kemari? Ataukah... Ia sudah meninggalkan rumah kami ini juga sebagaimana ia yang telah meninggalkanku dalam beberapa hari belakangan ini? Seketika, hatiku merasa kehilangan yang amat sangat memikirkan hal itu.

Aku mengeluarkan beberapa barang dari tasku. Aku menempelkan kertas karton berwarna merah yang telah kutuliskan kalimat mengenai rumah. Aku akan memajangnya didinding. Aku sangat berharap Cenna membaca ini.

Aku juga membawa kemoceng untuk membersihkan tempat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku juga membawa kemoceng untuk membersihkan tempat ini. Nanti, ketika aku sudah bersama Cenna lagi aku akan memintanya berfoto bersamaku. Aku akan menghiasi dinding rumah pohon ini dengan foto-foto kami. Aku juga membawa makanan dari rumah berupa beberapa buah potong. Setelah makan, akupun mengambil selimut yang sangat tebal dan lebar yang bisa digunakan sebagai kasur yang sebelumnya kulipat dan kuikatkan dijok belakang sepeda. Setelah menggelar selimut tersebut dirumah pohon. Akupun tidur siang disana, mendengar lagu, menggambar, menulis diary, dan melakukan me-time disana. Dan, hingga sorepun dia yang kuharapkan kehadirannya tak kunjung datang.

Aku pun merapikan barang-barangku dan turun kebawah tanpa membawa selimut tersebut. Aku pulang dengan perasaan kehilangan yang cukup terasa. Aku ingin bertemu Cenna. Aku merindukannya. Merindukan senyumnya, kebaikannya, dan waktu kebersamaan dengannya. Aku tahu ini terlalu cepat. Tapi, aku merindukan Cenna...

***

Petualangan Sang Omega (Belum Di Revisi). Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang