Cennaya's pov
"Landaga?" Tanyaku dengan suara yang menyerupai bisikan dan tidak habis pikir. "Landaga sahabatku, kaukah ini? Kau alpha Farkas? Kau putra Todelu? Kau telah mengetahui ini? Apa yang sebenarnya kau sembunyikan dariku?" Tanyaku yang benar-benar bingung, terkejut, dan tidak habis pikir padanya. Landagapun mengangkat tangannya dan memberi isyarat pada sipenabuh gendang yang hendak menabuhkan gendangnya sebagai tanda mulainya pertandingan sembari berteriak,
"Tunda sebentar!" Teriaknya pada si penabuh gendang yang berdiri jauh disisi atas sebelah kanan ruangan yang sangat luas ini.
"Iya, Cennaya. Aku Landaga sahabatmu dan juga putra Todelu. Alpha Farkas. Farkas. Itulah namaku yang sebenarnya. Jangan berpikir aku menipumu atau mengkhianatimu. Jauh dilubuk hatiku kau tetap sahabatku. Cennaya aku menginginkan sesuatu darimu." Ucapnya. Hanya aku yang dapat mendengarnya. Semua orang mengetahui bahwa kami sedang saling bicara tapi tidak ada yang mendengar pembicaraan kami karena mereka terlalu jauh dari kami. Mereka harus memberikan ruang untuk perkelahian yang akan kami lakukan. Perkelahianku. Dengan sahabatku.
"Apa itu? Apa kau menginginkan kekalahanku?" Tanyaku sembari tersenyum dengan segenap rasa sesak yang memenuhi jantungku.
"Tidak, tidak Cennaya. Bukan itu maksudku." Ucapnya gelisah.
"Kalau begitu kau menginginkan kekalahanmu?" Tanyaku to the point. Iapun berdecak, maju selangkah lagi padaku dan menyentuh bahu kiriku dengan tangan kanannya.
"Cennaya sahabatku dengarkan aku. Aku tahu dirimu. Aku mengenalmu dengan baik. Aku juga tahu bahwa hal ini akan membuatmu terpukul. Tapi situasi mengharuskan kita untuk bertarung saat ini dan aku akan benar-benar bertarung karena inilah dharmaku. Bukan hanya kau yang sedih. Bahkan aku juga menahan rasa sedih ini jauh sejak lama mengingat aku yang lebih dulu mengetahui bahwa beginilah akhir kita. Aku tidak mau kau menahan dirimu dalam pertengkaran yang akan terjadi ini. Akupun tidak akan menahan diriku dalam pertengkaran ini. Untuk saat ini. Demi melaksanakan dharma kita. Kau lupakan aku sebagai sahabatmu dan aku juga akan melupakanmu sebagai sahabatku untuk sementara. Kini...
Ucapnya yang menarik tangannya dari bahuku dan mundur beberapa langkah menjauh dariku. Iapun berdiri tegap dihadapanku dan berkata dengan tegas.
.........kini aku adalah putra musuhmu. Putra werewolf yang telah membunuh ibumu. Menyiksa ayahmu. Dan membuat nyawamu dan adikmu terancam. sebagai penerus ayahku aku akan membela ayahku agar takhta ini tidak jatuh ketanganmu. Dan kau. Kau kini adalah musuh kerajaan yang harus kusingkirkan."
"Sebelum itu aku ingin tahu satu hal. Apa kau yang mengatur agar tidak ada penjaga dipenjara bawah tanah itu?" tanyaku yang baru menyadari sesuatu.
"Ya."
"Tapi untuk apa kau melakukan itu bila kau harus mengalahkanku agar kau menang?" tanyaku tidak habis pikir.
"Aku ingin pertarungan yang adil. Bila kau harus melawan semua penjaga itu serta orang-orang terbaik ayahku lalu baru kau melawanku. Maka pertarungan ini tidak akan seimbang dan aku hanya menginginkan pertarungan yang adil dan seimbang." Jawabnya datar.
Baiklah kalau begini akhirnya. Satu takdir lagi telah terungkap. Satu-satunya sahabatku. Ternyata, adalah anak dari musuh terbesarku yang dharmanya ialah untuk membunuhku. Tidak hanya ia. Begitupun aku. Salah satu dharmaku kini adalah untuk membunuh satu-satunya sahabatku. Sahabat yang selalu mendukung dan membantuku. Baiklah. Baiklah.
Akupun menunduk dan memejamkan mataku dengan kuatnya agar air mata yang membasahi mataku terjatuh ketanah dan tidak menghalangi pandanganku lagi. Aku kembali menatap Landaga—bukan. Menatap Farkas yang kini menatapku dengan tatapan datar. Akupun memejamkan mataku beberapa lama sembari menghela nafas panjang dan menatapnya lagi sebagai isyarat "iya." Iapun menatap kearah penabuh gendang yang menunggunya memberi isyarat dan menganggukan kepalanya sebelum menatapku kembali.
Sipenabuh gendang pun mengambil alat tabuh yang lebih besar dari meja disisinya lalu menabuhkan gendang dalam waktu yg lama serta tabuhan yang lebih kuat melebihi tabuhan-tabuhan sebelumnya.
Tidak lama dari itu kini arena dipenuhi oleh suara tabuhan gendang yang bertalu-talu diiringi suara riuh para werewolf yang hendak menyaksikan pertarungan. Semua suara ini.. Semua suara ini terasa bagaikan sembilu yang mengiris hatiku. Bagaimana mungkin mereka semua dapat begitu bersemangat untuk melihat pertarungan antara aku dan sahabat yang bahkan sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri ini? Tapi aku harus kuat. Inilah dharmaku. Dan tidak peduli siapa yang didepanku. Hanya satu kata untuknya. Bunuh.
............................................................
............................................................
"Aarrkkh!!" Teriak Landaga kesakitan lalu terjatuh ketanah.
Farkaaasss!!!!!..
Anakku!!!!!!..
Pangeran!!!........
Alpha mudaku!!!..Suara-suara itu. Entah siapa saja yang meneriakkan nama-nama panggilan itu. Suara itu seakan-akan memenuhi kepalaku hingga aku tidak mampu untuk memikirkan kata apa yang harus kuucapkan atau kuteriakan. Aku menatap tombak ditangan kananku yang basah oleh darah diujungnya dan tetesan demi tetesan darah yang menetes darinya. Tidak hanya itu. Dihadapanku. Terbaring seseorang dengan darah yang terus merembes dari tubuhnya. Tubuhnya. Tubuh sahabatku.
Aku telah menyelesaikan pertarungan ini. Aku memenangkannya. Dapat kulihat busur, anak panah, perisai, tombak, kapak, gada, pedang yang berserakan dilantai arena dengan bercak-bercak darah yang seakan-akan menghiasi semuanya. Namun kini pertarungan telah berakhir. Dan aku tidak bisa mengalihkan fokusku lebih lama lagi untuk menyadari bahwa yang terluka dihadapanku kini bukanlah musuhku. Ia lebih dari sekadar musuh. Ia sahabatku. Saudaraku.
Tanganku terasa begitu lemas bahkan hanya untuk menjaga tombak digenggaman hingga tombak itu terjatuh. Rintihan kesakitan yang tertahan darinya membuat air mata membasahi pelupuk mataku. Membuatku berjalan perlahan dengan sedikit pincang sembari mendekatinya. Lebih dari itu, ia terbatuk dan memuntahkan banyak darah dari mulutnya membuat lututku lemas hingga aku langsung bersimpuh disisinya.
Dengan tangannya yang bebas ia langsung menyentuh tanganku. Mengenggam tanganku erat dengan tangannya yang telah terkena darahnya sendiri. Baru kusadari ternyata tangankupun terluka dan masih terus mengalirkan darah. Aku ingin sekali memangku kepalanya dipahaku atau mendudukkannya. Namun, untuk menuntunnya merubah posisipun aku takut akibat saking parahnya keadaannya kini.
"Cen..cenn..na...ya.. Jangan menangis. Sahabatku, kau telah melakukan dharmamu. Aku bangga kepadamu. Jangan lupakan aku....
Iapun terbatuk. Setiap batukan yang keluar dari mulutnya mengeluarkan darah yang lebih banyak lagi dari dalam tubuhnya. Beberapa percikan darah mengenai wajahku. Namun aku tidak peduli. Aku benar-benar tidak peduli dengan semua darah ini. Tidak peduli sebanyak apa darah dan luka yang telah tergores darinya intinya ia harus selamat. Sahabatku harus selamat. Kenapa takdir ini begitu sulit? Kini aku dan sahabatku saling bergenggaman erat dengan darah yang begitu banyak ditubuh dan disekitar kami. Aku terluka parah dan sahabatku tengah sekarat. Sekarat ditanganku.
.....ak..aku akan selalu mengingat kenangan kebersamaan dimasa remaja kita yang begitu panjang dan penuh warna dulu. Tugas tersulitmu kini usai. Kini, kau akan mendapatkan kembali apa yang seharusnya menjadi milikmu. Se...lakh.mat" lanjutnya dengan mata yang semakin terpejam dengan tarikan nafasnya yang mulai terasa sesak dan jeritan tanpa suaranya yang kutahu tengah menahan sakit yang begitu besar. Air mataku mengalir semakin deras. Membuatku menangis tanpa suara sekecil apapun dari mulutku yang membisu. Aku mengetahui bagaimana selanjutnya namun aku benar-benar tidak sanggup bahkan untuk memberi penjelasan pada diriku sendiri bahwa sahabatku sedang menemui ajalnya. Apakah...
"Todelu melarikan diri!!!!!!!!" Teriak seseorang yang membuatku langsung menatap tajam kearah singgasana werewolf licik tersebut. Bahkan ketika melihat anaknya sekarat dihadapannya karena ulahnya tersebut. Ia lebih memilih untuk melarikan diri dan mementingkan nyawanya sendiri.
"Cari dia dan bawa ia padaku hidup atau mati!!" Teriakku keras dari mulutku yang sebelumnya bahkan tak mampu untuk mengucapkan sepatah katapun.
"Baik, alpha Cennaya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Petualangan Sang Omega (Belum Di Revisi).
LobisomemWolf's Love Series #1 Werewolf, Romance, Action, Adventure, Revenge. ***************************************** Cennaya. Werewolf berkasta rendah yang hidup dengan segala keterbatasan yang begitu banyak dalam hidupnya dan tidak memiliki siapapun kec...