63. Bentengku.

732 45 13
                                    

Rika's pov..

Aku mematikan semua lampu dikamarku dan membuka tirai jendela selebar-lebarnya untuk melihat keindahan langit malam yang memanjakan mataku sebelum tidur. Akupun berbaring diranjangku dan  mulai memejamkan mata ketika aku mendengar suara pintu terbuka yang kemudian tertutup tidak jauh dari kamarku. Kamar Cenna. Ia sudah tiba.

Tanpa kusangka rasa sedih dan kekecewaan kembali menyelimuti hatiku. Bagaikan luka yang telah tertutup kemudian terbuka lagi karena hadirnya sang pemantik luka. Aku memang belum benar-benar mengecek siapa penghuni baru itu. Namun, tetap saja kenangan tentang Cenna dengan otomatisnya tersibak kembali diingatanku karena kejadian kemarin dan kejadian yang baru kuketahui informasinya hari ini—dari adikku.

Seketika hatiku merasa sesak kembali. Aku membutuhkan ketenangan. Fakta yang sangat ingin kusangkal setelah kepulanganku kerumah ini adalah kebiasaan baru yangq selalu kulakukan bila aku ingin segera tidur dengan tenang. Kini akupun akan melakukannya lagi.

Aku membuka laci meja disisi tempat tidurku dan mengambil sebuah kotak kecil yang kubeli khusus untuk meletakkan cincin dari Cenna. Berbeda dengan cincin pemberian Bhagiara yang selalu kupakai, cincin dari Cenna selalu kuletakkan di kotak kecil dalam laci meja. Aku merasa tidak punya alasan untuk memakai cincin dari Cenna kemanapun aku pergi karena ia hanyalah bagian dari masa lalu. Berbeda dengan Bhagiara yang masih dan akan selalu menjadi temanku.

Akupun mengambil kembali cincin itu, menciumnya dengan tenang sembari memejamkan mata untuk beberapa saat. Aku menahan dan menghela nafas panjang dalam satu tarikan nafas, lalu menghembuskan nafas perlahan dengan lembut sembari memakai cincin tersebut dijari manis tangan kananku. Setelahnya, aku akan memandangi cincin itu yang masih terasa pas dijariku kemudian baru mencoba untuk tertidur lagi. Perlahan tapi pasti, akupun mulai terpejam.

............................................................................

"Hoaamm." Aku menguap serta meregangkan tangan dan tubuhku sembari mencoba untuk duduk. Pagi telah tiba dengan hujan, petir, kilat, dan angin yang seakan-akan telah berpadu untuk saling bersahut-sahutan menunjukkan keunggulannya. Setidaknya itulah yang kulihat dari balik jendelaku. Ini hari minggu dan aku begitu lapar. Setelah sikat gigi & cuci mula, akupun berdiri untuk menyisir rambutku didepan cermin, mengambil kuncir rambut yang terletak diatas meja samping tempat tidurku, lalu menguncir rambutku.

Aku bergegas untuk pergi ke dapur. Disana aku akan mengambil makanan dan minuman untuk hari ini sebanyak dan sesegera mungkin lalu kekamar kembali dan menghabiskan hari liburku disini. Aku harus berhasil menghindari Cenna seperti kemarin. Tidak peduli siapa Cenna yang tinggal satu lantai denganku. Aku tetap tidak mau mengambil resiko bahkan hanya untuk sekadar memeriksa kebenarannya.

Ketika hendak memasuki dapur aku sangat terkejut. Dari tempatku berdiri aku melihat sesosok pria menyerupai Cenna sedang memasak. Astagaaa! Akupun segera menutup mulutku dan berusaha segera pergi dari sana tanpa menimbulkan suara. Sepertinya aku memang harus merencanakan kepergianku sesegera mungkin bila ingin kehidupanku normal kembali.

Duuh, padahalkan aku lapar dan haus sekali.

Setibanya dikamar aku langsung  menimbang pilihan untuk memesan makanan dari luar ketika terdengar bunyi ketukan pintu di kamarku. Akupun segera menghampiri pintu dan membukanya. Biasanya, hanya Arfa adikku yang akan mengetuk pintuku pagi-pagi begini untuk meminta hotspot karena quotanya habis dan aku akan memberikan hotspotku dengan syarat agar ia mengambilkan makanan dan minuman untukku. Hei! Itu ide bagus!  Akupun tersenyum puas akan rencanaku ini.

Namun, ketika aku membuka pintu apalah dayaku karena yang kini berada dihadapanku adalah Cenna. Aku tidak bisa menipu diriku sendiri bahwa dimataku ia tetap tampan walau berjanggut dan berkumis tebal serta berambut panjang seperti ini. Seharusnya aku mengecek dulu tadi dari lubang pintu. Aku memang ceroboh dan kini aku hanya... tidak tahu harus melakukan apa. Aku yang sempat terkejut dan mematung untuk sesaatpun tersadarkan kembali ketika ia mulai tersenyum padaku. Astagaa, kemana pikiranku tadi. Aku harus segera menutup pintu. Harus!

Petualangan Sang Omega (Belum Di Revisi). Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang