Rika's Pov
Aku keluar dari kamar dan memutuskan untuk menghampiri adikku yang berada diruang tamu. Beberapa makanan ringan dan seteko air putih beserta gelasnya diatas meja untuknya, sedangkan semua fokusnya tertuju pada gadgetnya—bermain game. Aku tahu itu.
"Ayah & ibu mana, dek? Kok sepi?" Tanyaku yang mulai duduk disisinya.
"Lagi belanja. Nanti malam kan ada arisan keluarga disini. Terus besoknya ayah & ibu mau ke Lampung. Jadi masih lama pulangnya."
"Kok kamu gak ikut belanja?" Tanyaku sembari menuangkan air kegelas yang tersedia.
"Males. Seruan juga main game dirumah." Jawabnya malas. "O'ya kak, nanti jangan suka nyanyi gak jelas lagi kayak biasanya ya. Malu!" Lanjut adikku ringan masih dengan fokus bermain game. Aku yang hendak meminum minumanku membatalkannya untuk mendelik kearahnya yang bahkan tidak sadar bahwa aku tengah mendelik kesal terhadapnya. Menyebalkan! Akupun meletakkan segelas air putih itu dimeja kembali. Mood minumku hilang.
"Malu sama siapa emang? Paling yang dengerin suara merdu kakak cuman kamu, ayah dan ibu. Well, emangnya temen kamu ada yang mau nginep disini?" tanyaku malas sembari menyambar makanan ringan dan menyandarkan punggungku disandaran sofa serta menselanjarkan kakiku diatas meja. Bila ada teman adikku yang berkunjung, adikku memang memintaku untuk tidak bernyanyi sedikitpun atau temannya akan menjadikanku bahan tertawaan. Padahal kan suaraku tidak begitu buruk.
"Emangnya kakak gak tahu apa ada penghuni baru dirumah kita?" Tanya adikku tidak percaya masih dengan fokus pada gadgetnya.
"Penghuni baru? Siapa emang? Demit?" Tanyaku cuek sembari tersenyum dan lanjut memakan makanan ringanku. Tanpa kuduga adikku justru berdecak keras dan menepuk lututnya sendiri dengan begitu kerasnya hingga membuatku kaget sampai makanan ditanganku terjatuh. Akupun mendelik kesal kearahnya lagi yang masih belum juga memahami betapa mudah kagetnya aku ini.
"Apaan sih, dek?! Maksud!"
"Liat tuh, orang aku mati, kan! Lah, gara-gara kakak disamping aku sih! Jadi mati kan. Ngulang lagi deh aku." Ucapnya memberengut kesal lalu melanjutkan permainannya lagi. Hanya bisa membuatku menatapnya malas. Aku berani jamin ia tidak ingat pertanyaan terakhirku tadi.
"Emangnya siapa penghuni baru kita, dedeeekk???" Tanyaku mengingatkan.
"Tuh." Ucapnya sembari sedikit mengarahkan wajahnya kearah depan namun mata, tangan, dan kuyakin otaknya terfokus pada gadget.
"Tuh siapa?" Tanyaku mulai kesal lagi karena terus diabaikan olehnya. Sembari mengambil segelas air diatas meja yang sebelumnya tidak jadi kuminum.
"Om Cenna."
"Hah?!" Ucapku terkejut langsung menoleh kearahnya. Syukurlah aku belum jadi minum atau minuman yang ada dimulutku akan tersembur keluar atau minimal aku akan tersedak oleh air minum yang melintasi kerongkonganku sendiri.
"Om Cenna? Astaga, dia.. dia kayak gimana ciri fisiknya?! Dan sejak kapan dia tinggal bareng kita??" Tanyaku sembari duduk lebih mendekat pada adikku.
"Dia datang kemarin. Ah, kakak kemarin sepulang kerja gak keluar-keluar sih dari kamar. Ngapain aja kali dikamar." Ucapnya masih tidak memerhatikanku kecuali gadgetnya. Apa saja yang kulakukan kemarin dikamar? Tentu saja mencoba menghapus segala kenangan tentang Cenna. Dan kini... Cenna akan serumah denganku? Semoga saja bukan Cenna Cennaya yang dia maksud.
"Dedek, kakak mau tahu. Dia seperti apa dan tolong jelasin."
"Mata dan kulitnya cokelat, berjanggut & berkumis tebal, berambut gondrong dan tinggi."
"Dia mau tinggal dikamar mana emangnya? Kok dibolehin sama ibu?"
"Dia tinggal dilantai ataslah. Dimana lagi. Kan, cuman kamar itu yang disewain. Jadi sekarang yang kamarnya dilantai atas bukan kakak doang. Tapi dia juga."
Matilah aku. Bagaimana ini? Aku serumah dengan Cenna? Apa aku sanggup? Oh, Tuhan rencanamu yang mana lagi yang akan kujalani. Semua ciri-ciri yang diucapkan adikku terdengar sangat tepat dengan ciri fisik Cenna yang terakhir kulihat. Apakah... jangan-jangan kemarin Cenna mengikutiku diam-diam dan membaca tulisan menyewakan kamar yang ada dipagar rumahku? Kalau benar begitu aku seharusnya mengambil iklan itu terlebih dahulu sebelum masuk kekamarku, kemarin. Astaga, bagaimana mungkin aku seceroboh itu disaat-saat seperti ini.
"Apa sekarang dia ada dirumah?" tanyaku penuh harap padanya yang bahkan sejak tadi tidak memandang kearahku barang sedetikpun.
"Nggak. Dia lagi pergi keluar. Nanti kalau dia udah pulang kakak bisa kenalan sama dia. Jangan lupa bersikap baik dan berpakaian sopan terus selama dirumah. Hmm, dia menyewa mahal disini. Dan aku menyenanginya. Bantu aku agar ia betah tinggal disini juga ya. Buat jadi temen main game aku. Okay?" Tanya adikku sembari menatapku sekilas lalu fokus kegadgetnya "lagi".
Ini kesempatan bagus! Selagi ia sedang tidak ada dirumah. Aku bisa bersembunyi seharian dikamar dan menentukan rencana-rencana ataupun alasan-alasan apa saja yang bisa kulakukan untuk segera pindah dari sini. Bila Cenna yang dimaksud adalah Cennaya tentunya, karena aku tidak akan mau bila harus melihatnya setiap hari. Akupun segera berlari secepatnya memasuki kamar. Membuat adikku menoleh heran kearahku dan memerhatikan kepergian tiba-tibaku yang tidak masuk akal baginya.
"Dasar kakak aneh. Untung kakak. Coba kalau bukan." Ucap adikku sembari menghela nafas dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
............................................................................

KAMU SEDANG MEMBACA
Petualangan Sang Omega (Belum Di Revisi).
WerewolfWolf's Love Series #1 Werewolf, Romance, Action, Adventure, Revenge. ***************************************** Cennaya. Werewolf berkasta rendah yang hidup dengan segala keterbatasan yang begitu banyak dalam hidupnya dan tidak memiliki siapapun kec...