📚 11 : Jangan Menyerah!

41.2K 2.7K 61
                                    

Qonita POV

Aku sudah berada diruang Pak Andi wali kelasku ada guru-guru lain juga di sini yang sibuk dengan komputernya dan tugasnya masing-masing.

Pikiranku masih belum fokus melihat pengumuman, kalau aku tidak lulus dalam seleksi beasiswa. Kenapa aku merasa cemas begini? Aku hanya tidak mau membuat kedua orangtua ku khawatir. Sekarang Kakakku masih sakit dan uang orang tuaku habis untuk membiayai pengobatan kakakku dan aku tidak mau menambah beban mereka.

Pak Andi Duduk​ dikursi yang berhadapan denganku.

"Semester depan kamu tidak lagi mendapat beasiswa. Kenapa kamu bisa sampai tidak lulus?" Tanya pak Andi.

"Soalnya terlalu sulit pak, saya belum pernah mempelajarinya."

"Benarkah?" Aku hanya mengangguk.

"Tapi kenapa siswa yang lain bisa mengerjakannya?"

"Saya juga nggak tahu pak. Mungkin hanya soal saya saja yang sulit."

"Mengapa bisa? Ini tidak masuk akal,” ucap pak Andi. Dia terlihat bingung, menggaruk-garuk kepalanya.

"Lalu apakah orang tua kamu sudah tahu?" Lanjutnya bertanya.

"Belum pak."

"Semester depan kamu harus membayar sekolah seperti siswa lainnya."

"Iya pak saya tahu,” ucapku. Aku menghela napas dalam. Aku ingin mencoba mengungkapkan apa yang ada di benakku saat ini.

"Pak, seperti yang Bapak ketahui orang tua saya kurang mampu, adakah cara lain supaya saya bisa tetap sekolah? Bisakah sekolah memberikan saya kesempatan untuk mengikuti seleksi beasiswa lagi?" Tanyaku.

Pak Andi berpikir sejenak. Sayangnya aku tidak bisa membaca apa isi hatinya.

"Emmm...ada banyak beasiswa di luar sekolah, mungkin kamu bisa mencobanya, tapi kalau untuk sekarang sepertinya belum ada yang membuka, karena sudah terlanjur, ini bukan tahun ajaran baru,” jawabnya.

Pak Andi masih tetap memasang wajah yang nampak bingung."Apakah orang tua kamu benar-benar tidak bisa membiayai sekolah kamu? Tidak bisakah mereka mengusahakannya?" Lanjutnya bertanya.

"Sa...saya..tidak yakin. Karena kakak saya sekarang sedang sakit parah, uang orang tua saya habis untuk membiayai pengobatan kakak saya. Saya tidak mau menambah beban mereka."

"Bapak akan membantu mencarikan beasiswa dari luar sekolah untuk kamu, tapi itu hanya bisa untuk tahun ajaran baru, semester depan kamu harus berusaha membiayai sendiri. Hanya 6 bulan saja. Tolong pada orang tua kamu agar bisa membantu dulu. Jadi kamu tidak usah berhenti sekolah."

***

Aku pergi menuju kamarku, perasaanku rasanya tak menentu, aku tidak bisa lagi melihat masa depanku, rasanya masa depanku sepertinya akan hancur. Ada apa dengan diriku? Kenapa aku menjadi pesimis begini?

Aku coba membuka  Al-Qur’an, mencoba menenangkan pikiranku dengan membaca ayat suci Al-Quran. Semua yang terjadi pasti atas kehendak Allah.

Ya Allah lapangkanlah dada hamba agar bisa menerima apapun keputusan yang engkau berikan.

Keesokannya, aku sudah dipanggil lagi ke ruang TU, ya di ruang TU Mau apalagi, kalau bukan untuk mengurusi masalah keuangan. Pak Toto duduk di depan ku.

"Ini adalah rincian biaya yang harus kamu bayar semester depan, karena kamu sudah tidak lagi menerima beasiswa. Ada biaya asrama, ada uang praktikum, ada spp perbulan, ada uang bangunan, ada biaya UTS, biaya UAS, sumbangan sekolah, total semuanya adalah 9.500.000,00,” jelasnya sambil menyodorkan kertas rincian biaya yang harus aku bayar.

School Scandal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang