Part 32: Ujian ???

37K 2.8K 70
                                    

Aku berlari menuju kelas setelah dari ruang pak Tama, namun tak kutemukan Zaphika di kelas. Kemana dia? Anak-anak kelas rehabilitasi yang lain, ada yang bermain futsal ada juga yang ke kantin.

Tadi aku terlalu panik oleh pak Tama, sehingga tidak memperhatikan Zaphika. Apa dia sendirian?

Tiba-tiba Tukimin datang menghampiriku dari luar.

"Ustadzah ditunggu Bu Ningsih di ruang BK," katanya.

Bu Ningsih memanggilku? Ada apa? Apa aku membuat kasus lagi? Aku beranjak menuju ruang BK, kutemukan Galang, yang baru datang dari ruang pak Tama sambil membawa buku tugas.

"Mau kemana?" Tanyanya, ketika melihatku berjalan ke luar.

"BK," jawabku singkat, sambil terus berjalan.

Aku sampai di ruang BK, aku masih bingung ada apa? Di dalam ruangannya Bu Ningsih, kutemukan Zaphika tengah duduk, ada laki-laki paruh baya yang tidak aku kenal duduk disampingnya. Ada yang aneh Bapak kepala sekolah juga ada di sana. Ada apa ini?

Aku berdiam di depan pintu, bapak kepala sekolah melihatku.

"Qonita masuklah!" Titah Bapak kepala sekolah. Seketika orang yang ada di dalam ruangan melihat ke arahku. Aku masuk dengan bingung, "duduklah!" Titahnya lagi. Akupun duduk di kursi yang sejajar dengan Zaphika dan laki-laki paruh baya ini, sementara Bu Ningsih dan Bapak kepala sekolah duduk di depanku.

"Benar anak-anak IPS ada yang melabrak kamu dan membuka jilbab kamu?" Tanya Bapak kepala sekolah dengan tiba-tiba.

Apa yang terjadi? Aku melihat ke arah Zaphika, dia terlihat santai. Aku melihat lagi ke arah Bapak kepala sekolah, "iya pak," jawabku.

"Lalu kenapa kamu gak bilang sama ibu?" Tanya Bu Ningsih.

Aku tidak bilang pada Bu Ningsih? Bukankah kemarin Bu Ningsih tidak memberiku kesempatan untuk berbicara, bahkan bu Ningsih selalu memojokkan ku. Aku menjadi bingung.

"Lah Bu, kan ibu kemarin gak ngasih kesempatan Qonita buat ngomong, ibu kerjaannya marah-marah terus, gak dengerin dulu apa kata muridnya, main hakim aja sendiri," kata Zaphika denagn nyerocos. Bu Ningsih nampak kebingungan, bibirnya kaku seakan tak mampu untuk berkata lagi.

"Maaf kalau saya kurang sopan, tapi dari bukti ini saja sudah cukup," kata laki-laki paruh baya yang ada di samping Zaphika. Tiba-tiba ia memegang pipi Zaphika, "lihat! Bekas luka di pipi anak saya juga sudah menjadi bukti kuat, kalau anak saya adalah korban kekerasan di sekolah ini," lanjutnya.

Anak saya? Berarti ia adalah ayahnya Zaphika? Jadi Zaphika benar-benar melapor kepada ayahnya?

"Iya saya korban dan saya malah ikut di hukum, teman saya juga Qonita korban, sama-sama di hukum. Gak adil!!!!" Pekik Zaphika kesal. Bu Ningsih melirik-lirik panik.

"Bu Ningsih kenapa anda main hukum anak sembarangan?" Tanya Bapak kepala sekolah.

"Maaf pak, saya hanya menghukum sesuai apa yang saya lihat,"

"Sesuai apa yang anda lihat? Lalu anda langsung menyimpulkan, tanpa menanyakan kebenarannya?" Bentak Bapak kepala sekolah. Bu Ningsih diam menunduk,"guru macam apa anda?" Lanjutnya.

"Rasain!" Pekik Zaphika pelan, tapi aku mendengarnya. Bapak kepala sekolah menahan emosinya dan melihat ke arah ayah Zaphika dengan tenang.

"Maaf pak, atas ketidaknyamanan yang terjadi di sekolah ini, saya pastikan hal seperti ini tidak akan terjadi lagi," katanya.

"Ya, saya harap begitu, saya jauh-jauh datang dari luar negeri kesini, saya harap ada perbaikan, dengan begitu saya tidak ragu untuk menjadi donatur di sekolah ini," kata ayah Zaphika.

School Scandal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang