Pada suatu malam, dalam diam. Aku mengingat raga dan kalutnya rasa dahaga
***
Sepi, satu kata yang mewakili perasaan hampa ruangan dekat lab kimia, hanya suara lembar kertas bahkan decakan cicak di dinding yang merayap."Melupakan Cinta tak semudah mendapatkannya"
Batinku membaca quote buku yang ku ambil di barisan paling pojok, sama seperti hatiku yang tertohok sampai penyok.
Dari arah pintu terdengar suara berisik langkah kaki panjang, aku tidak berniat menoleh sekalipun. Malas membuang waktu satu detik hanya untuk mengamati sesuatu yang tidak penting.
Braaakk..
Suara gebrakan meja tepat di depanku mengalun membuatku refleks mengangkat kepala, dan membuat seisi perpustakaan menoleh.
"Gawat Nggi!"
Aku meminta maaf pada yang lainnya lalu menatap cowok di depanku dengan tatapan tajam.
"Apasih, nggak liat ini dimana?"
Cowok itu tergagap dengan nafas menderu, gerakannya mengisyaratkan simbol yang sepertinya aku tahu. Tapi apakah benar? Takut salah, aku menunggu dia angkat bicara.
"Itu Nggi, si Angga..."
Jantungku berdetak kencang seperti hari ini aku mendengar ulangan matematika dadakan. Aku masih menunggu cowok itu melanjutkan perkataannya.
"Angga... Itu, anu.. Berantem sama kakak kelas"
Aku menutup buku itu secara kasar dan berlari tanpa pamit kepada penjaga perpustakaan, dugaanku benar pasti kedatangannya membawa kabar buruk karena yang aku tahu dia teman eskul basketnya Angga sekaligus teman sekelasnya. Reno, satu dari seribu orang yang dekat dengan Angga.
Bodoh! Aku bahkan belum bertanya dimana tempatnya, tapi hiruk pikuk terjadi di jalan menuju kantin.
"Di kantin, Nggi"
Suara bass milik Reno mengisyaratkan kakiku untuk segera berlari kesana. Mataku terpaku, nafasku menderu, bibirku membisu dan darahku membeku. Seluruh tubuhku bergetar melihat adegan di depan mataku.
Bau anyir dan lumpur merah membanjiri seragam putih milik Angga, sorak sorai siswa lain menggema mengisi tempat itu. Teriakan dari penjual kantin juga tidak di indahkan lagi oleh dua orang disana.
Aku membekap mulutku sendiri dengan telapak tanganku, terlebih ketika orang yang memukuli Angga berbalik dan menampilkan sosok orang yang membuatku murka detik ini juga.
Mungkin saat ini aku menjadi pahlawan kesiangan bagi Angga, karena aku tanpa peduli apapun lagi masuk kedalam adegan pukul memukul yang mereka lakukan. Aku menarik Angga jauh dari kerumunan dan kebisingan disana dan menyebabkan sorakan kecewa para penonton tak tahu diri itu.
Aku menariknya di gudang belakang sekolah, tempat sepi yanh jarang dijamah para siswa. Angga terjatuh dengan posisi punggung yang bersandar di tembok, aku berjongkok di depannya dan mengamati keadaanya.
Mataku terasa panas melihat betapa kacaunya dia saat ini, air mata yang tidak pernah aku harapkan mengalir deras di kedua pipiku.
"Lo kenapa sih Ngga? Gue kan udah bilang sama lo nggak usah cari masalah sama Elang, urusannya bisa sama Alan dan sekarang lo liat sendiri kan akibatnya"
Angga memejamkan matanya, kemudian membukanya kembali.
"Gue nggak apa-apa"
Suara seraknya tambah membuat seluruh tubuhku hancur melebur. Harusnya aku bersama dengan Angga bukannya pergi ke perpustakaan. Aku merasa menjadi orang paling tidak berguna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elang [PROSES PENERBITAN]
Teen FictionCerita ini sudah tamat diharapkan vote dan komen, jangan lupa follow author, thank u 🌻 [International High School Sky Blue Series] Mencintai Elang Samudera itu seperti kupasan kulit jeruk, asam dan pahit tertuang ke dalam mangkuk. Sekalinya kau jat...