19. Pengakuan Angga

3.2K 185 0
                                    

Kapan kapan aku mau pergi ke Eropa, mencari sebuah kota tua, dan menemukan seribu kisah berdua disana.

***
Ruangan persegi, didominasi lampu lampu kecil dan polaroid menggantung memenuhi tembok putih sebuah kamar dilantai dua. Sepi, hening tidak ada bunyi. Kamar itu nyaris seperti pemakaman jika tidak ada deru napas dari sang pemilik.

Satu detik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu detik.

Si pemilik kamar hanya diam mengamati langit langit kamarnya.

Dua detik.

Ada sedikit gerakan.

Tiga detik.

Drrrtttt..

Benda pipih itu bergetar, memecah lamunan si pemilik kamar. Digesernya layar kunci dan betapa terkejutnya. Sebuah pesan masuk yang berasal dari seseorang yang kemarin diberinya bunga.

'Sialan.

From: +62822********

Nggi, jadi ya. Gue udah didepan rumah lo.

Langit.

Aku menyibak jendela, menatap siluet nya telah berdiri dihalaman rumahku, tangannya sibuk men-scrool ponsel.

Buru buru, aku berganti pakaian dan turun dari kamar menuju halaman tempatnya saat ini berdiri.

"Lang, sejak kapan lo berdiri disini?"

Langit mengantongi ponselnya, kemudian tatapannya jatuh tepat dimanik mataku. Dia diam beberapa detik, kemudian menunduk.

"Ada sesuatu yang pengen gue omongin sama lo dulu"

Aku mengernyit, menatap sepeda merah yang ada disampingnya dan menatap Langit secara bergantian.

"Lo bawa sepeda?"

Langit mendongak, menatapku. Kemudian mengangguk. "Lo nggak malu kan gue ajak naik sepeda?"

Dengan cepat aku menggeleng, "yaudah ayo" aku naik diboncengan sepeda. Dan sepeda merah itu membawaku melesat menuju sebuah kafe yang sering aku kunjungi. 'Lavender.

Lagi lagi pilihanku jatuh tepat dipojok dekat jendela. Aku menarik kursi dan duduk disana, diam. Tidak ada yang bersuara setelah kami duduk.

"Gue mau ngomong sesuatu"

Ucap Langit sambil menggaruk tengkuknya, dia menghela napas. Kemudian menatapku dengan serius.

Aku menatapnya dalam diam, seperti berkata 'apa namun dalam bahasa isyarat.

"Berhenti mencintai Elang"

Mataku melebar seketika, pikiranku merancau berotasi sampai logikaku pecah dan aku hanya bisa diam bersimpuh tanpa berbicara sedikitpun. Menunggu kalimat berikutnya.

Elang [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang