34. Pemilos

2.2K 144 2
                                    

Karena diriku hanya satu, jadi maaf aku tidak bisa datang membantu.

***
Suhu udara kian meningkat kala jam demi jam terlewati, sesekali juga tiga kandidat calon ketua osis menarik napas lalu mengeluarkannya. Semuanya terlihat begitu mengalir, sampai tiba pada saat perhitungan suara.

Telah di sediakan beberapa kursi untuk kami para siswa melihat perhitungan suara, namun hanya terbatas. Ketua panitia pemilos maju ke depan dan membuka suara untuk membacakan hasilnya.

Ketiga kandidat berekspresi masing-masing, namun ketegangan paling santai dan bisa dikuasai ada pada Angga. Dia nampak tenang meski aku tahu di dalam sana jantungnya tidak bisa terkondisikan.

"Menurut hasil pemilihan umum yang diselenggarakan hari ini, kandidat nomor urut satu memiliki total nilai tertinggi. Menurut hasil vote online, kandidat nomor urut dua mendapat total nilai tertinggi. Hasil dari tes tertulis, kandidat nomor urut satu mendapat total nilai tertinggi. Menurut hasil dari tes wawancara, kandidat nomor urut dua mendapat total nilai tertinggi, hasil dari tes pidato lima bahasa nomor urut kandidat satu, dua dan tiga memiliki total nilai yang sama, dan terakhir menurut hasil dari tes logika, tanya jawab dan penyampaian visi misi kandidat nomor urut satu memiliki total nilai tertinggi...."

Semuanya heboh bertepuk tangan, namun semuanya kembali diam kala ketua panitia pemilos menginstruksikan semuanya untuk hening sejenak.

"Jadi, kembali saya umumkan. Ketua osis umum international high school Sky Blue dimenangkan oleh kandidat nomor urut satu atas nama Rangga Putra Wijaya dan ketua dua atau wakil ketua osis dimenangkan oleh kandidat nomor urut dua atas nama Langit Elang Pradana"

Shut up...

Aku tidak tahu harus berekspresi apa, aku turut bahagia menyaksikan sahabatku memenangkan suara atas pemilos periode ini, bahkan aku berharap Angga dan Langit akan menjadi partner yang baik untuk kedepannya.

Senyum menghias diantara celah kebahagiaan mereka, Angga nampak tersenyum lebar dan di sambut teriakan histeria dari junior kelas, ekspresi Langit hanya sedikit tersenyum itu pun sudah mengundang para teriakan heboh dari teman-teman satu angkatan dan beberapa junior kelas. Entah mengapa para junior kelas lebih banyak mengagumi Angga daripada Langit.

Dan si pencitraan yang bernama Elang itu terlihat lesu, garis wajahnya tidak nampak bersemangat sama sekali, namun itu tidak bertahan lama. Setelahnya dia memasang senyum yang pernah ku anggap senyum paling manis, tapi itu dulu.

Saudaranya Athala, iya dia si anak MIPA-2 yang berhasil membuat senyum merekah di bibir Elang. Aku mengamati mereka dari kursi tempat ku duduk tadi, aku memang belum berpindah posisi. Meski pemilos sudah selesai, mengamati mereka seperti sebuah santapan kesukaan. Ada rasa kesenangan tersendiri bagiku.

"Nih.. Kasih ke Langit"

Aku menoleh ke samping, dan menemukan Athala yang berdiri di samping kursi sambil memegang setangkai bunga kertas. Entah ambil dari mana.

"Apaan ta? Ambil dari mana tuh bunga?"

Athala memaksakan tanganku untuk menerima bunga kertas berukuran kecil itu. "Udah kasih sana, buruan.." ucap Athala sambil mengusir kecil.

Aku maju ke depan, dengan langkah kecil. Menuju tempat Langit yang saat ini tengah berbincang dengan beberapa panitia pemilos.

"Permisi, boleh ngobrol sama Langit sebentar?"

Suaraku terdengar pelan, namun membuat kedua gerombolan antara Langit dan Angga menoleh kepadaku, termasuk Angga sendiri. Aku jadi merasa tidak enak, dan berniat mengurungkan niat untuk memberikan bunga kepada Langit.

Elang [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang