31. Salfok

2.5K 126 4
                                    

Memikirkan dan selalu memperhatikan. Apa itu juga yang kau lakukan?

***
Sore itu, tepat pada rintik hujan ke sekian kalinya. Jatuh sebagai saksi antara kami, pencitraan. Itu kata yang tepat bagi si dia yang kini tengah duduk didepanku, lebih tepatnya di kafe Lavender. Tempat yang menjadi saksi tumbuhnya perasaan itu untuk pertama kali.

Dia menyesap coklat panas pesanannya, sedang aku, aku memilih diam tanpa berniat meminum minuman yang telah dipesannya.

"Kak Rinjani nggak suka?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak Rinjani nggak suka?"

Aku menggeleng pelan, mataku menyapu ke seluruh arah. Mencari keberadaan anak dari pemilik kafe ini. Katanya setiap hari sabtu dia selalu datang kesini untuk sekedar mencoba menu baru atau duduk-duduk saja.

"Sudah lima belas menit kita duduk, tapi Kak Rinjani nggak mau ngomong sama aku? Kenapa Kak? Aku ajak kakak kesini buat ngomongin..."

"Apa? Truth or dare? Atau ngomongin soal lo sama Langit berantem kemarin? Gue males banget tau nggak, gue kesini karena gue masih punya rasa kasihan ke lo yang udah rela nunggu gue selesai rapat"

Aku berdiri dari kursi, setelahnya menoleh ke arah si pencitraan itu sambil melemparkannya tatapan tajam. "Oh iya, soal truth or dare gue jawab besok, waktu kemah. Tunggu aja"

Lalu, aku pergi meninggalkan dia yang aku yakin pasti setelahnya akan kencan bersama cewek. Yang ku dengar anak sepuluh MIPA-2 terkena korban Elang lagi, entah kenapa semua pernah menjadi korban Elang, tapi tetap saja si pencitraan itu laku dimana-mana.

Yang ku dengar juga, pacar Elang pacar Alan juga, lantas kemana Aini pergi?

Kenapa jadi memikirkan Elang, ada hal penting lain yang pantas untuk dipikirkan selain Elang. Jadi lupakan masalah Elang.

Tinnnnnnnn....

Suara klakson mobil membuat jaket dan tas yang ku pegang jatuh dari tanganku, jantungku berdetak layaknya aku melihat kecelakan langsung secara live.

Si pemilik mobil keluar, ku kira cowok. Tapi ternyata yang keluar setan jaman tua. Maklampir, bagaimana tidak ku sebut maklampir? Wajah cantik dan tubuh ideal bak model membuka pintu mobil langsung nyerocos pedas.

"Hei, lo punya mata nggak sih! Kalo mau nyebrang liat-liat dulu bisa kan? Kalo misal gue nabrak lo, gue nggak terima mobil gue lecet"

Eih, kan aku orang bukan mesin kontener kenapa bisa lecet? Parah nih.

"Iya, mbak maaf saya emang lagi ngelamun tadi"

Si cewek ini mendengus, "yaudah singkirin tuh tas sama jaket lo yang nggak berkelas"

Idih sombong amat nih cewek.

Aku menurut saja, terserah apa yang dia katakan padaku. Aku tidak berniat menggubrisnya, namun sebuah tangan menghentikanku mengambil jaket dan tas. Aku menoleh dan menemukan Athala disana.

Elang [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang