Chapter 59: Worries

70 3 0
                                    

>>Eps. Lalu...
Apa yang terjadi pada papanya Tony? Dia mematung melihatku? Mukanya begitu tercengang dan tidak bisa berkutik. Tatapannya begitu aneh, namun aku berusaha untuk menatap matanya balik tanpa mengalihkannya. Dia seperti menggumamkan sesuatu dengan terbata-bata. Apa yang ia ucapkan?
.
.
.
.
.

"Pa, papa kenapa?"

". . . Tony Anderson... keluar kamu sekarang dari kamar ini!"

"Tapi, pa--"

"Papa bilang KELUAR!!! Sekarang masuk ke dalam kamarmu sebelum papa hampiri kamu lagi!!" Bentak papanya Tony tanpa melihat Tony.

Tony tersentak kaget terhadap bentakan papanya. Tanpa berbicara apapun terlebih dahulu, ia segera meninggalkan kamarku dan turun, masuk ke dalam kamarnya. Entah apa perasaan Tony setelah dibentak oleh papanya sendiri, namun anak mana yang tidak merasa sakit ketika dibentak oleh orang tuanya sendiri. Pasti itu yang Tony rasakan sekarang.

Papanya Tony tidak keluar dari kamarku, malah dia menutup serta mengunci kamarku sehingga tinggal berduaan saja kami di dalam sini. Sesaat beliau terdiam dan tertunduk di depan pintu, lalu mengalihkan pandangannya kembali kepadaku.

Tatapan matanya berubah dari marah... menjadi sendu. Dia perlahan mendekatiku lagi sambil melakukannya lagi... terbata-bata menggumamkan sesuatu. Semakin dekat dia denganku, sebenarnya semakin ngeri juga aku terhadap papanya Tony. Jujur, aku takut diapa-apakan olehnya karena baru pertama kali aku bertemu dengannya dan dia sudah bersikap seperti ini!

". . . . ."

Kini papanya Tony sudah berjarak kurang dari 1 meter denganku! Aku berusaha untuk tetap memberanikan diri untuk menghadapinya bila sampai terjadi sesuatu sekaligus aku berusaha untuk mendengar apa yang ia gumamkan di mulutnya.

"R.... r..... be..... c..... cca... "

Dia tiba-tiba berlutut di hadapanku lalu meraih daguku dan menatap mataku. Pada saat yang bersamaan, air mata mulai mengalir di pipinya. Isak tangis menggantikan ekspresi murka pada wajah papanya Tony tanpa alasan yang jelas. Segera aku memegang tangannya dengan tidak begitu keras, tidak begitu pelan, namun cukup untuk mengejutkannya.

"..."

"Ternyata benar... semuanya... menjadi kenyataan... benar-benar... melakukannya..." ucapnya lagi.

Kenyataan? Melakukannya? Apa maksud perkataannya? Sikapnya begitu aneh bagiku untuk pertama kali aku menemuinya. Dia mengusap wajahnya lalu kembali menatapku sambil memegang kedua lenganku.

". . . Siapa namamu, nak?"

"Aku Anabeth. Anabetha Celestilla... Ghoul..."

Dia terdiam lagi. Dipandanginya aku dengan seksama dari ujung atas hingga ujung bawah. Memandangi rambutku, kemudian ia memegangnya juga sambil menyisirkan jarinya pada rambutku.

"Perasaan ini... sudah sangat lama aku tidak merasakannya."

"Om itu... papanya Tony ya?" Tanyaku dengan bodoh karena sebenarnya aku sudah tahu siapa dia.

". . . Iya, benar. Oh, akhirnya... setelah bertahun-tahun lamanya..."

Dia memelukku dengan erat! Apa yang terjadi sekarang? Dia memelukku sambil tersenyum dan dari senyumannya terlihat bahwa papanya Tony... merasa lega. Sangat lega. Itulah yang tergambar dalam wajahnya ketika memelukku. Setelah beberapa lama, akhirnya dia melepaskan pelukannya dariku.

"Sejak kapan kamu di sini, Anabeth?"

"1 tahun lalu kurang lebih, om... aku yatim piatu sejak kecil dan ngga punya tempat tinggal."

Black HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang