Chapter 64: Big Day

95 4 0
                                    

>Eps. Lalu...
Sepertinya jalan sudah dibukakan lebar-lebar untukku untuk memiliki Anabeth. Betapa senangnya diriku. Sepertinya saat yang tepat untuk menembaknya ketika adegan ciuman yang ada di dalam drama. Apa aku harus lakukan pada saat tersebut?
.
.
.
.
.

<<narasi Anabeth>>

Ini waktu makan malam. Aku duduk berdua bersama Tony di meja makan. Kami duduk saling berseberangan. Tony makan dengan tenang namun menikmati udang mayonaise buatannya, sedangkan aku masih memotek kaca yang ada di depanku. Aku merasa kurang napsu makan kali ini.

Hal ini karena aku merasa deg-degan. Berbagai macam latihan telah kami tempuh hingga sore tadi, kami mengadakan gladi bersih. Ditambah lagi latihan ini dibarengi berbagai ujian akhir, rasanya badanku cukup lelah. Menjadi manusia terkadang rasanya tidak segampang yang aku pikirkan dan inilah yang terjadi. Besok adalah hari tampil kami! Untuk pertama kalinya aku akan tampil dalam drama di depan umum, sebagai salah satu pemeran utama, bagaimana hatiku tidak merasa berdebar?

"Hei, kacanya ngga dimakan?" Tanya Tony kepadaku.

"Anu... aku deg-degan..."

". . . Soal besok ya? Ya, itu pasti terjadi, apalagi kamu pertama kali nya tampil di depan umum."

"Bagaimana denganmu?"

"Lumayan."

". . ."

"Anabeth."

"Ya?"

"Cepat habiskan makananmu, aku ingin menunjukkanmu sesuatu."

"Hmm?"

"Hey."

"Ok, ok..."

Aku segera menyelesaikan makananku, disusul oleh Tony. Setelah selesai mencuci alat makannya, Tony mengajakku ke halaman belakang dan di sini aku disambut oleh terangnya langit malam yang bertaburan bintang! Pemandangan yang menakjubkan dimana bintang bersinar begitu terang, jauh lebih terang daripada biasanya. Aku dan Tony duduk di rumput taman lalu menikmati langit malam.

"Ini sungguh indah, Tony!"

"Inilah mengapa negara ini disebut Nightsparky, karena ciri khas langitnya yang akan dipenuhi oleh bintang-bintang terutama ketika musim panas."

"Kamu ga pernah nunjukin hal seindah ini kepadaku sebelumnya."

". . . Kau lihat bintang yang paling terang itu?"

"Itu?"

"Ya, mengingatkanku terhadap sebuah lagu yang sudah begitu lama..."

Tony menengokkan kepalanya kepadaku lalu mengalihkan tatapannya ke langit. Dia lalu tersenyum kecil sambil menatap bintang yang terus berkelap-kelip.

"Kupandang langit penuh bintang bertaburan... berkelap-kelip seumpama intan berlian..."

Tiba-tiba Tony melihatku dengan senyuman yang lebih lebar ke arahku.

"Nampak sebuah lebih terang cahayanya..."

Kemudian kedua tangannya terulur dan memegang kedua telapak tanganku serta tatapannya menjadi lebih dalam, menatapku.

"Itulah bintangku, bintang kejora, yang indah slalu..."

Lirik lagu yang ia ucapkan diucapkannya secara mendalam. Itu memang lagu yang bagus, namun aku sampai merasa keheranan mengapa ia menyanyikannya kepadaku.

". . . Anabeth."

"Ya?"

"Ada banyak orang di dunia ini, namun kaulah yang paling terang bagiku. Meski kamu bukan seorang manusia, namun kamu mampu mengambil hatiku. Sungguh, kamu perempuan pertama dalam hidupku yang mampu membuatku benar-benar jatuh cinta."

Black HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang