Chapter 71: It won't Take So Long

69 3 0
                                    

>>Eps. Lalu...
Tidak kami sadari betapa cepatnya waktu berlalu. Kini hampir 4 bulan berlalu. Hanya dalam hitungan hari, Tony akan dikirim untuk pertukaran pelajar. Apa jadinya aku tanpa dirinya nanti untuk waktu yang lama? Tidak, tidak apa-apa, namun hatiku mulai merasa sedikit cemas. Akankah kecemasan ini akan hilang atau menetap bahkan berkembang di dalam hatiku? Oh, hatiku kenapa...?
.
.
.
.
.

Ini hari Jumat, sekolah sudah berakhir dan... sudah saatnya Tony mengemas barang-barang yang harus ia bawa. Rencananya, Tony akan pergi besok, hari Sabtu. Anak-anak perempuan lain sudah banyak memberi hadiah kepada Tony sebagai tanda perpisahan.

Ya, walau ini bukan perpisahan untuk selamanya, namun tetap saja sebagai anak laki-laki yang diidolakan, mereka akan tetap kehilangan Tony untuk sementara waktu. Mereka tidak segan-segan menghadiahinya berbagai macam hadiah meski mereka tahu Tony sudah menyukaiku.

Sesampainya di rumah, Tony menyimpan tasnya di sofa dan mengeluarkan hadiah-hadiah yang tadi diberikan oleh para murid perempuan.

". . . Anabeth, kau bisa tolong aku?"

Aku yang baru selesai berganti baju segera turun tangga ke lantai dasar, mengetahui Tony memanggilku. Ia menaruh hadiah-hadiah yang didapatnya di atas sofa, lebih tepatnya di sebelahnya. Aku menghampiri Tony yang sedang duduk di sofa tersebut.

"Ada apa, Tony?"

"Bisa tolong kau buka hadiah-hadiah ini? Aku perlu membereskan baju-bajuku dan barang lainnya. Membuka hadiah sebanyak ini cukup menyita waktuku-- maksudku, supaya lebih praktis, aku minta bantuanmu. Bagaimana?"

"Tentu saja. Kau bereskan dulu apa yang perlu kamu bawa nanti."

". . . Trims."

Tony bergegas pergi ke kamarnya. Sesuai permintaannya, aku mulai membuka hadiah-hadiah yang ada. Satu persatu dengan hati-hati tentunya karena ini hadiah untuk Tony. Mungkin Tony tidak akan begitu menerimanya dengan sepenuh hati, namun kuharap ia tetap mau menyimpannya... setidaknya.

Topi... buku jurnal... jam tangan... kacamata... bahkan sampai pakaian bermerk yang setahuku ini merk berkelas! Mereka tidak segan-segan rupanya untuk menghabiskan uang mereka demi mendapatkan hati Tony, bahkan hingga sekarang. Harapan mereka rupanya masih ada saja untuk memenangkan hati Tony meski kenyataan yang kurang mengenakkan bahwa aku yang sudah disukainya telah diketahui seluruh murid.

Melihat barang sebanyak ini, nampaknya aku bisa menarik sebuah kesimpulan. Dengan pemberian yang berlimpah seperti sekarang saja, kelihatannya Tony secara tidak langsung diuntungkan sekali oleh para murid perempuan. Setiap ulang tahun saja, hadiah yang diberikan sangatlah banyak. Berkarung-karung! Belum kalau ada lain hal yang terjadi, seperti sebelum kepergian Tony sekarang ini saja, hadiahnya bahkan perlu bantuanku untuk dibawakan. Dengan begini, Tony bisa saja sama sekali tidak mengeluarkan uang untuk kebutuhan pakaiannya!
.
.
.
.
.

Hari semakin malam, Tony akhirnya selesai membereskan seluruh perlengkapan dan barang-barang yang perlu ia bawa. Banyak barang yang perlu ia bawa untuk 3 bulan ke depan sehingga perlu ketelitian ia membereskan semuanya dengan rapi tanpa ada yang tertinggal.

Kami makan malam berdua di rumah dalam kesunyian. Rasanya tidak nyaman. Sepertinya karena kami saling khawatir satu sama lain namun tidak ada dari kami berdua yang mau memulai pembicaraan.

". . . Anabeth."

Akhirnya Tony mulai angkat bicara setelah berdiam-diaman denganku untuk beberapa lama. Aku langsung mengalihkan pandanganku dari kaca-kacaku kepadanya.

"Ya? Ada apa?"

"Ngga kerasa, ini malam terakhir kita sebelum aku pergi."

"Betul juga."

Black HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang